Sampah rumah tangga, kotoran ternak, maupun limbah minyak kelapa sawit adalah beberapa contoh sumber energi untuk pengembangan biogas. Kendati ramah lingkungan dan berkelanjutan, pengembangannya masih minim.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kapasitas terpasang biogas di Indonesia pada 2019 ditargetkan sebesar 489,8 juta meter kubik. Namun, realisasinya hanya 26,28 juta meter kubik.
Potensi Indonesia yang besar di sektor biogas belum dimanfaatkan secara optimal.
Biogas untuk rumah tangga di Indonesia dapat berfungsi sebagai pengganti elpiji, minyak tanah, dan kayu bakar. Biogas bisa diproduksi dari limbah rumah tangga dan kotoran ternak melalui proses fermentasi atau dekomposisi dalam reaktor sederhana, kemudian gas dihasilkan dan dialirkan ke kompor-kompor biogas.
Kandungan utama biogas adalah metana, karbon dioksida, hidrogen, dan nitrogen.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), 1 meter kubik biogas setara dengan 0,46 kilogram elpiji atau 0,62 liter minyak tanah atau 3,5 kilogram kayu bakar.
”Masih ada selisih yang lebar antara target dan realisasi kapasitas terpasang biogas di Indonesia. Beberapa kendalanya, masyarakat kurang tertarik memasang biogas lantaran lebih rumit atau masih kalah praktis dibandingkan dengan menggunakan elpiji. Selain itu, pendampingan atau bimbingan pemeliharaan biogas masih sangat minim,” ujar Kepala Sub-Direktorat Penyiapan Program Bioenergi pada Kementerian ESDM Trois Dilisusendi dalam webinar bertajuk ”Tantangan Pengembangan Biogas di Indonesia”, Kamis (2/7/2020).
Beberapa kendalanya adalah masyarakat kurang tertarik memasang biogas lantaran lebih rumit atau masih kalah praktis dibandingkan dengan menggunakan elpiji.
Menurut Trois, saat ini 47.505 unit reaktor biogas dipasang di Indonesia, yang menghasilkan hampir 27 juta meter kubik biogas dalam setahun. Pengembangan biogas di Indonesia terkendala lantaran dalam dua tahun terakhir tak ada lagi anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan biogas di APBN. Oleh karena itu, pengembangan biogas menggunakan dana dari pihak swasta perlu dipertimbangkan.
Edrward Silalahi, Mill and Engineering Director pada First Resources Group, berpendapat, potensi pengembangan biogas di Indonesia masih besar. Pasalnya, sumber energi fosil di Indonesia kian terbatas. Sementara rencana pengembangan sumber energi terbarukan dari tahun ke tahun ditargetkan semakin tinggi. Apalagi, isu pemanfaatan sumber energi yang ramah lingkungan dan terbarukan kian menguat.
”Biogas dari limbah minyak kelapa sawit bahkan bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit listrik. Dari potensi 479.920 meter kubik per hari limbah sawit di Indonesia, dapat menghasilkan listrik sebesar 1.280 megawatt. Itu potensi yang luar biasa. Hanya saja, pengembangannya masih perlu dukungan insentif dari pemerintah,” katanya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Biogas Indonesia M Abdul Kholiq menambahkan, pemanfaatan biogas yang lebih optimal di Indonesia membutuhkan kesungguhan dari semua pemangku kepentingan. Sebab, selain potensi yang luar biasa, Indonesia juga sudah menguasai teknologi biogas.
Di masa mendatang, tak mustahil Indonesia bisa memproduksi bahan bakar dari biogas untuk kendaraan transportasi darat dan laut.
”Di masa mendatang, kebutuhan energi yang bersih dan ramah lingkungan akan semakin tinggi,” kata Kholiq.
Sebelumnya, Program Manager Green Energy pada Hivos Southeast Asia Laily Himayati mengatakan, saat ini program pengembangan biogas sedang diupayakan masuk ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Jika masuk dalam RPJMN 2020-2024, akan ada usaha mempercepat realisasi pengembangan biogas yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga.
”Program rumah biogas cocok dikembangkan di wilayah terpencil di Indonesia dalam hal percepatan penyediaan energi. Selain itu, karena sifatnya yang bisa menggantikan peran elpiji atau minyak tanah, program ini sejalan dengan upaya mengurangi impor energi fosil,” kata Laily.
Di masa mendatang, tak mustahil Indonesia bisa memproduksi bahan bakar dari biogas untuk kendaraan transportasi darat maupun laut.
Ongkos pembangunan reaktor biogas yang dikembangkan Yayasan Rumah Energi, organisasi nirlaba yang fokus pada pengembangan energi terbarukan, bersama Hivos rata-rata Rp 11 juta per unit. Kapasitas reaktor mulai dari 2 meter kubik hingga 12 meter kubik.
Selain menggantikan fungsi elpiji dan minyak tanah, energi dari biogas juga dapat menyalakan lampu.
Dalam dokumen Rencana Umum Energi Nasional untuk bauran energi, peran energi terbarukan pada 2025 sebesar 23 persen atau setara dengan kapasitas listrik terpasang sebesar 45.000 megawatt.
Peran energi terbarukan ditingkatkan pada 2050 menjadi 31 persen. Saat ini, porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional masih kurang dari 10 persen.