Lindungi Citra dan Reputasi, Grab Indonesia Akan Banding
Grab Indonesia akan mengajukan banding menanggapi putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang menyatakannya bersalah dan melanggar Undang-undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU menjatuhkan sanksi kepada Grab Indonesia dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia. Keduanya dianggap melanggar Pasal 14 dan Pasal 19 Huruf d Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Terkait dengan hal itu, Grab Indonesia akan mengajukan banding menanggapi putusan tersebut.
Regional Counsel Grab Indonesia Teddy Trianto sebagai juru bicara menyatakan, perusahaan telah mengikuti semua proses persidangan dan menghormati keputusan tersebut.
”Kami akan terus berupaya untuk melindungi brand dan reputasi kami dari tuduhan tidak berdasar yang dibuat oleh KPPU. Dengan memperhatikan prinsip ini, kami akan mengajukan banding terhadap putusan KPPU tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tuturnya melalui keterangan resmi tertulis yang diterima, Jumat (3/7/2020).
Grab Indonesia menyesalkan, KPPU memutuskan perusahaan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) bersalah atas dugaan diskriminasi yang menguntungkan mitra pengemudi TPI. Padahal, Grab Indonesia menilai, argumentasi dan pembuktian yang diberikan tergolong kuat serta didukung oleh saksi dan ahli yang dihadirkan dalam persidangan.
Kerja sama antara Grab Indonesia dan TPI bertujuan memfasilitasi akses mitra pengemudi ke layanan penyewaan mobil yang hemat biaya sehingga mereka dapat terus mencari nafkah seperti yang lainnya. Hal ini dilatarbelakangi oleh tidak semua mitra pengemudi memiliki sarana berupa kendaraan, khususnya mobil pribadi.
Dalam mengadakan kerja sama ini, Grab Indonesia menilai, tidak ada aturan yang dilanggar atau pihak yang dirugikan. Kerja sama tersebut juga dinilai tidak menimbulkan persaingan usaha yang tak sehat.
Selain itu, Grab Indonesia mengklaim, sistem pemesanan yang dibangun bersifat adil dan murni berdasarkan kinerja dan prestasi mitra pengemudi. Tujuannya ialah mempertahankan lingkungan positif bagi pengguna dengan saling
menghormati antarpihak.
Untuk mempromosikan dan mendorong layanan berkualitas, Grab Indonesia memiliki berbagai program manfaat untuk mitra pengemudi yang kinerjanya tergolong baik. Misalnya, mitra pengemudi yang secara konsisten mendapatkan nilai tinggi dari penumpang memperoleh penghargaan dari Grab Indonesia.
Berdasarkan perspektif Grab Indonesia, sistem penghargaan itu menguntungkan mitra pengemudi dan masyarakat umum. Hal ini menyerupai sistem meritokrasi, misalnya konsumen prioritas, keanggotaan, atau loyalty program, yang berlaku umum dan diterapkan di bisnis perbankan, penerbangan, hotel, dan ritel.
Mitra pengemudi yang terdaftar di TPI, menurut Grab Indonesia, tidak mendapatkan perlakuan istimewa dari pihaknya. ”Apabila mitra pengemudi yang terdaftar di TPI secara konsisten memberikan layanan berkualitas kepada penumpang, mereka berhak atas manfaat program yang sama dengan semua mitra pengemudi lainnya,” kata Teddy.
Kuasa hukum Grab Indonesia dan TPI berasal dari Law Firm Hotman Paris&Partners yang diwakili oleh Hotman Paris. ”Grab Indonesia dan TPI akan menempuh upaya hukum dengan mengajukan permohonan keberatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu yang diatur oleh peraturan perundangan,” kata Hotman melalui siaran pers.
Mengenai kasus tersebut, Hotman menyatakan, pihak koperasi mitra Grab Indonesia yang merupakan pesaing TPI telah menyatakan tidak merasa didiskriminasi. Pernyataan berada di bawah sumpah persidangan.
Akibat dari putusan tersebut, Grab Indonesia didenda Rp 7,5 miliar atas pelanggaran pasal 14 dan Rp 22,5 miliar atas Pasal 19 huruf d. TPI juga mendapatkan denda sebesar Rp 4 miliar dan Rp 15 miliar atas kedua pasal yang sama.
Diskriminasi
Pada Kamis (2/7/2020) malam, KPPU menjatuhkan sanksi kepada Grab Indonesia dan PT TPI. Keduanya dianggap melanggar Pasal 14 dan Pasal 19 (d) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam perkara bernomor 13/KPPU-I/2019 ini, KPPU menilai telah terjadi beberapa pelanggaran persaingan usaha melalui prioritas pesanan yang diberikan Grab (terlapor I) kepada mitra pengemudi di bawah TPI (terlapor II) yang diduga terkait rangkap jabatan antarkedua perusahaan tersebut.
KPPU menilai telah terjadi beberapa pelanggaran persaingan usaha melalui prioritas pesanan yang diberikan Grab kepada mitra pengemudi di bawah TPI.
Majelis komisi yang dipimpin Dinni Melanie dengan anggota Guntur S Saragih dan M Afif Hasbullah menilai, perjanjian kerja sama penyediaan jasa oleh Grab selaku penyedia aplikasi dan TPI selaku perusahaan jasa sewa angkutan khusus bertujuan menguasai produk jasa penyediaan aplikasi angkutan sewa khusus berbasis teknologi di Indonesia. Langkah itu dianggap mengakibatkan penurunan persentase jumlah mitra dan penurunan jumlah orderan dari pengemudi mitra non-TPI.
Majelis menilai, tidak ada upaya tying-in yang dilakukan Grab terhadap jasa yang diberikan oleh TPI. Meski demikian, majelis menilai telah terjadi praktik diskriminasi yang dilakukan oleh Grab dan TPI atas mitra individu dibandingkan dengan mitra TPI, seperti pemberian order prioritas dan masa suspend.
Praktik itu dianggap telah mengakibatkan terjadi praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terhadap mitra non-TPI dan mitra individu. Dengan memperhatikan hal itu, majelis memutuskan bahwa Grab dan TPI terbukti melanggar Pasal 14 dan 19 (d), tetapi tidak terbukti melanggar Pasal 15 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.