Tak Hanya Kesehatan, Perkembangan Ekonomi Juga Perlu Dilaporkan Berkala
Laporan perkembangan Covid-19 kini perlu diiringi dengan laporan perkembangan aktivitas manusia. Sebab, perlu juga dicermati apakah ada tarik ulur dalam masa PSBB transisi ini sehingga keputusan menjadi efektif.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam era kenormalan baru di tengah pandemi Covid-19, pelonggaran yang dilakukan bertujuan menggerakan kembali aktivitas ekonomi. Untuk itu, laporan perkembangan kesehatan kini perlu juga disertai laporan perkembangan ekonomi agar kebijakan dapat diputuskan secara efektif.
Kepala Departemen Ekonomi Centre of Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Yose Rizal Damuri menilai, pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang meningkatkan pergerakan dan aktivitas manusia berisiko meningkatkan masalah kesehatan. Maka, penting diadakan evaluasi dalam masa PSBB transisi secara berkala.
Selain itu, terlihat pula pelonggaran diberlakukan karena perekonomian yang sudah menjerit. Berbagai restriksi tersebut memang telah melemahkan aktivitas ekonomi dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nasional Indonesia hanya mencapai 2,97 persen.
Pertumbuhan ekonomi wilayah pun mengalami penurunan signifikan. Misalnya, DKI Jakarta hanya mencatatkan pertumbuhan 5,06 persen, jauh di bawah 6,23 persen pada 2019. Dengan pemberlakuan PSBB secara masif di hampir seluruh wilayah Indonesia, PDB nasional diperkirakan dapat mengalami kontraksi pada kuartal kedua.
”Untuk itu, penting ada evaluasi secara berkala terkait perkembangan kedua situasi tersebut, baik kesehatan maupun ekonomi. Apakah ada trade-off (tarik ulur) di antara keduanya sehingga kita dapat memikirkan ulang respons yang lebih baik,” kata Yose di Jakarta, Jumat (3/7/2020).
Lebih lanjut, kata Yose, CSIS akan meluncurkan sebuah dashboard yang menampilkan berbagai indikator, termasuk perkembangan kasus aktif Covid-19 dan perkembangan aktivitas manusia. ”Laporan ini akan diperbarui secara otomatis setiap hari,” ucapnya.
Paparan ini disampaikan dalam webinar publik bertajuk ”Monitoring Penyebaran Covid-19 dan Perkembangan Ekonomi di Masa Transis” yang diadakan oleh CSIS. Hadir sebagai narasumber, antara lain, peneliti senior Departemen Ekonomi CSIS, Haryo Aswicahyono, dan ahli virologi Universitas Udayana, I Gusti Ngurah Mahardika.
Haryo Aswicahyono menyampaikan, dalam masa pelonggaran PSBB, diharapkan akan mencapai kondisi ekonomi yang membaik dan dibarengi dengan kondisi kesehatan yang juga membaik. Upaya monitor secara terus-menerus perlu dilakukan untuk melihat perkembangan Covid-19 dan aktivitas ekonomi.
Selama ini, kata Haryo, data harian yang ditampilkan merupakan gambaran perkembangan Covid-19. Sementara untuk perkembangan data ekonomi, kebanyakan indikator memiliki interval waktu cukup panjang, misalnya data PDB setiap tiga bulan sekali.
Pergerakan harga di pasar saham dan keuangan memang dapat diamati dalam frekuensi harian. Namun, lebih banyak dibentuk oleh persepsi pelaku pasar terhadap situasi ekonomi pada masa mendatang yang sering tidak menunjukkan situasi saat ini.
”Indikator harian juga biasanya ada pada tingkatan nasional, yang membuat sulitnya melakukan evaluasi pada tingkatan daerah. Maka, diperlukan indikator yang langsung memperlihatkan aktivitas ekonomi pada saat tertentu secara realtime,” kata Haryo.
Data pergerakan manusia
Untuk melihat perkembangan aktivitas ekonomi, Haryo menyampaikan, CSIS menggunakan data pergerakan manusia yang berasal dari Facebook Range Map. Sebab, indikator ini diperbarui setiap hari dengan jeda sekitar 2-3 hari serta memberi cakupan lebih luas hingga tingkat kabupaten.
Selama tiga minggu ke belakang sudah terlihat ada dampak positif terhadap perekonomian dalam masa PSBB transisi. Namun, masih terdapat 13 provinsi yang belum mampu mengimbangi perkembangan ekonomi dengan keadaan kesehatan yang membaik.
Ketiga belas provinsi tersebut adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Riau, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan.
”Tidak berarti 20 provinsi lain yang telah berhasil menekan kasus aktif sekaligus pergerakan bisa lengah. Sebab, peningkatan pergerakan selalu berpotensi meningkatkan penyebaran Covid-19,” kata Haryo.
Ke depannya, data pergerakan manusia ini juga dapat digabungkan dengan indikator yang lain. Misalnya, indikator penggunaan energi dan indikator pergerakan barang agar bisa memberikan gambaran yang lebih menyeluruh mengenai berbagai aspek aktivitas ekonomi.
”Harapannya, upaya ini dapat memberikan gambaran yang lebih tepat atas situasi ekonomi sebagai dasar dari kebijakan yang diambil. Maka, evaluasi harus terus dilakukan agar diperoleh gambaran yang lebih baik,” ujar Haryo.
Protokol kesehatan
I Gusti Ngurah Mahardika menyampaikan, meski sudah ada pelonggaran PSBB, protokol kesehatan tetap harus dijalankan. Patut diingat, virus korona tipe baru penyebab Covid-19 ini akan mudah menular dalam kerumunan.
Selain itu, dibukanya obyek wisata juga turut meningkatkan risiko penyebaran Covid-19. Misalnya, obyek wisata kebun binatang yang menampilkan hewan kera dan kelelawar, itu dapat tertular dan menjadi penular.
Tempat-tempat lain juga memiliki risiko serupa, misalnya di restoran. Jaga jarak antarmeja serta penempatan meja di ruang terbuka dinilai lebih aman untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.
Begitu pun di tempat kerja yang lebih baik menggunakan ventilasi alami, misalnya dengan membuka jendela. Pekerja juga diatur tempat duduknya agar zig-zag atau di tempat kerja panjang.
”Perlu diingat, kenormalan baru itu tidak meniadakan risiko tertular Covid-19 karena virus itu pasti punya peluang perpetuasi, lestari di alam untuk melanjutkan keturunannya. Artinya, selalu ada risiko, maka kesadaran publik harus intensif dilakukan oleh semua pihak,” kata Ngurah.