Wapres: Jawa Barat Bernilai Strategis untuk Kawasan Industri Halal
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah berencana mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Segitiga Rebana, yakni Cirebon, Majalengka, dan Subang, menjadi kawasan industri halal.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mulai mengkaji pembangunan kawasan industri halal. Salah satu wilayah yang dinilai tepat adalah Jawa Barat.
Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin memimpin rapat tertutup terkait pengembangan kawasan industri halal di Kantor Wapres, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (2/7/2020). Hadir dalam rapat ini antara lain, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
”Pemilihan suatu kawasan industri perlu mempertimbangkan nilai strategis dari kawasan tersebut, apakah dekat dengan pelabuhan, baik itu udara maupun laut, akses ke jalan tol, pasokan listrik, jaringan telekomunikasi, ketersediaan pekerja yang terampil, dan yang sangat penting adalah ketersediaan lahan. Saya pikir Jawa Barat memiliki semua nilai strategis tadi,” kata Wapres Amin dalam pengantar rapat.
Wapres juga menanyakan kemungkinan adanya lahan BUMN yang dapat digunakan untuk menjadi kawasan industri halal. Kawasan industri halal ini bisa menjadi bagian dari kawasan industri, bisa juga menjadi kawasan industri halal sepenuhnya yang berdiri sendiri.
Adapun payung hukum untuk kawasan industri halal adalah Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 17 Tahun 2020 tentang Tata Cara Memperoleh Surat Keterangan Dalam Rangka Pembentukan Kawasan Industri Halal. Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), menyebutkan Menteri Perindustrian dan Menteri BUMN sebagai anggota KNEKS yang akan mengembangkan industri produk halal.
Pengembangan ini dinilai penting karena Indonesia adalah konsumen produk halal terbesar dunia. Namun, produsen produk halal terbesar di dunia seperti disampaikan Wapres Amin dalam beberapa kesempatan, justru Brasil dan diikuti Australia. Kedua negara ini justru bukan negara dengan mayoritas penduduk Muslim.
Pengembangan kawasan industri halal ini, menurut Wapres Amin, diharapkan mampu menghasilkan produk yang otomatis memenuhi syarat halal. Selain itu, diharapkan mampu menyediakan segala kemudahan agar produksi dapat dilakukan dengan efisien, serta dapat bersaing di pasar global karena mendapat insentif yang memadai.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) telah berencana mengembangkan kawasan ekonomi khusus (KEK) Segitiga Rebana, yakni Cirebon, Majalengka, dan Subang, menjadi kawasan industri halal. Pengembangan itu, menurut Staf Khusus Wapres Bambang Widianto sekaligus untuk mendorong agar industri manufaktur di Jabar terus berkembang.
Ridwan Kamil menyambut baik upaya percepatan pembangunan kawasan industri halal khususnya di Jabar. Ia yakin jika potensi pengembangan kawasan industri di Jabar tergali, perekonomian nasional akan ikut meningkat.
”Saya ada satu benda Pak, yang benda ini kalau dihidupkan, ekonomi kami bisa lompat 5 persen ke 9 persen. Kalau benda ini dihidupkan maka ekonomi Indonesia juga bisa naik, karena pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah agregat dari pertumbuhan ekonomi provinsi,” kata Ridwan.
Wapres optimistis pengembangan kawasan industri halal dapat cepat terealisasi apabila masing-masing pihak terkait melakukan akselerasi utnuk mengeksekusinya. Hal ini diharapkan juga mampu membangkitkan kembali perekonomian Indonesia yang menurun akibat pandemi Covid-19.
Bisnis halal
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai semestinya pemerintah mengembangkan bisnis halal, alih-alih sekadar membuat kawasan industri halal. Sebab, kawasan industri halal dibatasi secara geografis dan menimbulkan persepsi, \'di kawasan ini halal, di luar kawasan ini tidak halal\'.
Bisnis halal sendiri, menurut Piter, tak melulu berkaitan dengan agama. Ia mencontohkan, Jepang, Korea Selatan, bahkan China bisa mengembangkan bisnis halal. Demikian pula Brasil dan Australia yang bukan negara berpenduduk mayoritas Muslim bisa menjadi produsen produk halal terbesar di dunia.
Hal lain yang penting menurutnya, bisnis halal mesti memenuhi ketentuan-ketentuan syariah, pengelolaannya dilakukan secara baik dan bersih, serta didasarkan pada prinsip-prinsip kebaikan. Sebagai contoh, di restoran, selain proses penyembelihan hewan dilakukan sesuai syariah dan tidak mengandung babi, tetapi juga ada pengelolaan yang bersih.
Selain itu, beberapa prinsip yang penting diterapkan seperti tidak mengambil untung yang berlebihan, tidak mencuri timbangan, dan tidak memberi suap kepada pejabat dalam pengurusan perizinan.
Dengan prinsip seperti ini, bisnis halal tak akan terbatas pada industri makanan dan minuman ataupun perbankan. Cakupannya meluas. Pasarnya juga meluas.