Pemasaran produk mode saat ini didominasi secara digital. Tren pembelian bergeser ke produk yang lebih kasual. Pelaku ritel terus beradaptasi.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren belanja mode bergeser selama pandemi Covid-19. Pelaku bisnis bersiasat dengan menggarap pasar secara daring dan luring.
Senior VP Marketing MAP Fashion Irawati, dalam diskusi daring ”Offline Retail Winning The Low Touch Economy”, di Jakarta, Rabu (1/7/2020), mengemukakan, produk mode MAP memanfaatkan jaringan pemasaran digital, baik lewat kanal daring, seperti MAPemall, maupun melalui kanal e-dagang.
Peran pemasaran digital dinilai efektif dan memegang peranan besar karena kenyamanan dan tren pembayaran digital. Kini, seiring pelonggaran pembatasan sosial skala besar (PSBB), pemasaran digital tetap memegang peranan yang lebih aktif, selain pemasaran secara luring sesuai kebutuhan konsumen.
Saat ini, lanjut Irawati, penjualan secara luring telah menerapkan sejumlah protokol kesehatan, di antaranya penyemprotan desinfektan. Konsumen yang memilih datang ke toko untuk kepuasan belanja diharapkan tetap memperoleh kenyamanan dan keamanan berbelanja.
”Belanja secara daring menjawab kebutuhan. Kami akan fokus di (pemasaran) daring, tetapi bukan berarti (pemasaran) luring enggak jalan. Dua kanal tetap berjalan baik untuk menjawab seluruh kebutuhan konsumen,” tuturnya.
Kami akan fokus di (pemasaran) daring, tetapi bukan berarti (pemasaran) luring enggak jalan. Dua kanal tetap berjalan baik untuk menjawab seluruh kebutuhan konsumen.
Menurut Irawati, saat ini terjadi perubahan pola belanja konsumen dan pilihan produk juga bergeser. Sebelum pandemi Covid-19, kebutuhan mode diutamakan untuk menunjang pekerjaan, aktivitas formal, serta produk yang modis untuk acara atau perayaan. Dengan kondisi pandemi Covid-19, terjadi pergeseran selera konsumen untuk pemilihan produk yang lebih kasual, tetapi tetap modis.
Produk yang lebih kasual juga dipilih seiring perilaku sebagian masyarakat yang sekarang lebih sering berolahraga dan kegiatan aktif di rumah. Di samping itu, pola bekerja dari rumah (WFH) menyebabkan tidak ada lagi kebutuhan mendesak untuk tampil. Pergeseran perilaku itu mendorong MAP semakin beradaptasi dan kreatif menghadirkan produk yang banyak dicari konsumen.
”Pemilihan produk-produk yang dibutuhkan konsumen menjadi penting. Untuk mendorong daya belanja masyarakat, pihaknya menggarap promosi penjualan, baik secara daring maupun luring,” ujarnya.
Sementara itu, Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta menyatakan, pembukaan sejumlah pusat belanja sejak pertengahan Juni 2020 menumbuhkan peningkatan belanja. Hal itu juga ditopang sejumlah promosi dari peritel. Namun, pemasaran produk masih didominasi makanan dan minuman.
”Sementara itu, produk mode dinilai masih membutuhkan waktu untuk bangkit. Aktivitas masyarakat dan pekerjaan belum kembali pulih, serta menurunnya daya beli,” ujarnya.
Tutum berpendapat, salah satu cara mendorong belanja masyarakat adalah promosi produk. Selain itu, keseriusan pemerintah untuk mengatasi persoalan pandemi Covid-19, sehingga perekonomian bangkit kembali.
”Kebangkitan (ritel) bergantung pada perputaran ekonomi dan penanganan pandemi. Jika pekerjaan tidak berjalan dan industri terus lesu, kami pasti terus terdampak karena industri (ritel) kami di hilir,” tuturnya.