Stok garam di Tanah Air menumpuk karena tidak terserap pasar. Padahal, musim panen garam sudah dimulai. Keran impor garam dituding menyebabkan rendahnya serapan garam rakyat.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki musim panen garam tahun 2020, stok garam sisa tahun lalu masih menumpuk. Penumpukan stok tidak hanya terjadi untuk garam konsumsi, tetapi juga garam industri. Dampak pembukaan keran impor garam diduga menghambat penyerapan garam produksi dalam negeri.
Penumpukan stok terjadi untuk garam industri yang selama ini didorong pemerintah untuk produksi. Di Nusa Tenggara Timur (NTT), garam industri hasil panen menumpuk sejak tahun 2018 karena rendahnya penyerapan dari pabrik pengolahan dan industri pengguna garam industri.
Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Prindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sabu Raijua NTT Lagabus Pian menuturkan, musim panen garam industri tahun ini dimulai sejak awal Mei 2020 dan diprediksi berakhir Desember 2020. Namun, sisa stok garam panen sejak tahun 2018 sebanyak 10.000 ton masih menumpuk karena tidak terjual.
”Stok garam industri masih melimpah di gudang, belum ada yang beli, sedangkan sekarang sudah masuk musim panen. Kami kekurangan tempat penampungan,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (30/6/2020).
Luas tambak garam industri di kabupaten itu mencapai 106 hektar dan merupakan hasil kerja sama pemerintah daerah dengan masyarakat. Dengan penggunaan teknologi geomembran, kadar NaCl garam yang dihasilkan mencapai 96 persen atau memenuhi kebutuhan industri. Pada 2019, jumlah panen garam industri tercatat 9.000 ton, tetapi hanya laku 1.200 ton sehingga tersisa 7.800 ton. Adapun sisa stok garam tahun 2018 sekitar 2.000 ton.
Lagabus mensinyalir, rendahnya penyerapan garam industri dipicu oleh pembukaan keran impor garam. Sejumlah industri pengolah dan pengguna garam industri yang dihubungi mengaku masih memiliki banyak stok garam di pabrik. Pihaknya juga telah menghubungi Kementerian Perdagangan serta Kementerian Perindustrian untuk membantu mencarikan pembeli garam industri.
Ia meminta pemerintah pusat menahan impor garam dan fokus pada penyerapan garam di dalam negeri. Upaya pemerintah untuk mendorong produksi garam industri di Tanah Air akan sia-sia jika hasil panen petambak garam tidak terserap pasar, sementara impor garam terus berlangsung.
Garam yang berlimpah juga memicu harga garam industri anjlok. Pada 2019, harga garam paling tinggi hanya Rp 700 per kg. Tahun ini, pihaknya mencoba menjual garam industri dengan harga Rp 900 per kg, tetapi tidak ada pembeli. Padahal, dalam kondisi normal, harga garam industri Rp 1.200 per kg.
”Kami berupaya mengembangkan lahan garam industri karena katanya potensi besar untuk diserap industri. Begitu investasi besar dan hasilnya banyak, (garam) malah tidak terserap. Kami berharap serap dulu garam dalam negeri. Jangan dulu impor garam,” katanya.
Pada 2018, realisasi impor garam industri 2,718 juta ton dari kuota impor 3,7 juta ton. Tahun 2019, pemerintah menetapkan kuota impor garam sebesar 2,724 juta ton, sedangkan komitmen serapan garam oleh industri sebesar 1,1 juta ton.
Penumpukan stok garam juga dirasakan petambak garam rakyat yang saat ini bersiap memasuki musim panen garam konsumsi mulai pertengahan Juli 2020. Sejumlah petambak khawatir penumpukan stok garam konsumsi yang terus dibiarkan akan menambah hancurnya harga hasil panen garam tahun ini.
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur Muhammad Hasan menyatakan, beberapa industri masih menyerap, tetapi kapasitas serapan sangat rendah dan harganya jatuh. Saat ini, harga jual di tingkat petambak terpuruk di kisaran Rp 250-Rp 500 per kg. Ia menduga rendahnya serapan karena pabrikan masih memiliki stok garam impor.
”Pemerintah jangan memberikan kuota impor besar terhadap perusahaan yang serapan garamnya kecil karena memicu rembesan dan menurunkan tingkat penyerapan, serta anjloknya harga garam,” ujar Hasan.
Bersaing dengan impor
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, sisa stok garam rakyat per 26 Juni 2020 mencapai 680.000 ton, stok itu antara lain tersebar di Jawa Barat sebanyak 200.000 ton, Jawa Tengah 255.000 ton, dan Jawa Timur 110.000 ton, dan selebihnya di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Aryo Hanggono mengungkapkan, penggunaan garam rakyat untuk industri aneka pangan masih bersaing dengan garam impor. Untuk itu, kualitas garam rakyat perlu terus ditingkatkan.
Mulai tahun ini, pihaknya berencana membangun pabrik pencuci garam (washing plant) skala menengah di sentra garam rakyat. Pada 2020, pembangunan direncanakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dam NTB.
”Industri aneka pangan dipenuhi dari garam impor. Kalau garam rakyat bisa kita tingkatkan kualitasnya sesuai spesifikasi industri aneka pangan, stok garam rakyat bisa jauh berkurang,” katanya.