Buruh Komuter Pantura Jawa Timur Sasaran Tes Cepat
Pemerintahan di Surabaya dan Gresik, Jawa Timur, memberi perhatian khusus kepada para buruh komuter dalam penanganan wabah Covid-19. Para pekerja akan didatangi untuk menjalani tes cepat dan atau tes usap tenggorokan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintahan di Surabaya dan Gresik, Jawa Timur, memberi perhatian khusus terhadap para buruh komuter dalam penanganan wabah Covid-19 akibat virus korona jenis baru (SARS CoV 2). Para pekerja akan didatangi untuk menjalani tes cepat dan atau tes usap tenggorokan.
Menurut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Rabu (1/7/2020), buruh di ibu kota Jatim tersebut tidak hanya yang berdomisili setempat, tetapi juga dari Sidoarjo, Gresik, Bangkalan, dan Mojokerto yang merupakan penyangga Surabaya. Kaum pekerja dari luar Surabaya terbagi menjadi kelompok pelaju atau ulang alik dari kediaman dan kelompok yang indekos di Surabaya.
Surabaya kota terbuka. Banyak warga luar kota datang untuk bekerja. Namun, jangan sampai menjadi kluster penularan baru.
”Belum semua dites Covid-19,” ujar Risma. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya terus memperluas tes cepat dan tes usap tenggorokan.
Namun, kemampuan pengetesan oleh tim terpadu pemerintah tidak akan mampu dengan cepat memenuhi keinginan perluasan cakupan. Untuk itu, lanjut Risma, pengelola tempat usaha, terutama yang para pegawainya berasal dari luar Surabaya, agar melaksanakan tes Covid-19 secara mandiri dan diinformasikan kepada tim terpadu.
”Surabaya kota terbuka. Banyak warga luar kota datang untuk bekerja. Namun, jangan sampai menjadi kluster penularan baru,” kata Risma.
Pemerintah Kota Surabaya belum menerapkan kebijakan pembatasan sosial melaluli surat izin keluar masuk masyarakat, seperti ditempuh di Jakarta. Alasan utama, para pekerja dari luar Surabaya merupakan kelas menengah ke bawah atau kelompok ekonomi rentan. Mereka akan sangat terbebani apabila mengurus pembiayaan surat itu.
”Antisipasi utama adalah memperluas tes, tidak hanya untuk warga Surabaya, tetapi juga uturut mencakup warga luar kota,” ujar Risma.
Mirip
Hal senada diutarakan Bupati Gresik Sambari Halim Radianto. Karakter Gresik sebagai kawasan industri mirip dengan Surabaya. Kaum pekerja tidak melulu adalah warga setempat, tetapi juga yang berasal dari daerah lain, termasuk Surabaya yang berada di sisi selatan Gresik.
Sambari mengatakan, saat ini pihaknya sedang membatasi aktivitas di Pasar Kedanyang dan Pasar Balongpanggang karena temuan kasus warga terjangkit Covid-19 di sana cukup banyak. Selain itu, aparatur mengoperasikan 18 mobil patroli kesehatan yang akan keliling hingga ke dusun-dusun untuk membantu penegakan protokol kesehatan.
”Penanganan wabah ini membutuhkan dukungan masyarakat berupa kepatuhan,” ujar Sambari. Kepatuhan itu terutama agar masyarakat tetap membatasi aktivitas dengan banyak di rumah, menghindari berada di kerumunan, jika terpaksa harus keluar demi kepentingan bekerja dan atau mencari obat dan pangan.
Saat di luar, jaga jarak fisik, pakai masker, sarung tangan, dan pelindung wajah serta sering cuci tangan dengan sabun dan membawa cairan pensanitasi tangan.
Penerapan protokol
Wakil Bupati Lamongan Kartika Hidayati yang dihubungi secara terpisah mengatakan, pihanya lebih mengutamakan penerapan protokol kesehatan di tingkat masyarakat untuk penanganan wabah Covid-19. ”Masyarakat terus kami dorong dan diedukasi agar disiplin protokol kesehatan,” katanya.
Meski demikian, menurut epidemiolog Universitas Airlangga Surabaya, Windhu Purnomo, otoritas pemerintahan perlu memperhatikan lalu lintas manusia dan barang antardaerah yang memengaruhi situasi wabah Covid-19. Sejauh ini, selepas berakhirnya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo pada Senin (8/6), otoritas pemerintahan tidak menempuh kebijakan penyekatan atau pembatasan ketat lalu lintas manusia dan barang.
Padahal, jalur pantai utara Jatim seksi Surabaya-Semarang yang melalui Gresik, Lamongan, Tuban, Rembang, Pati, Kudus, dan Demak punya risiko tinggi penambahan kasus Covid-19. Itu karena, pergerakan manusia di jalur ini amat padat, tetapi tanpa pengawasan. Apalagi di Jatim, Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik (kawasan pantura) merupakan wilayah yang terparah terkena paparan Covid-19.