Organisasi Perdagangan Dunia menyebut nilai perdagangan yang terdampak kebijakan pembatasan yang tak terkait langsung dengan pandemi Covid-19 mencapai 418 miliar dollar AS selama Oktober 2019-Mei 2020.
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nilai perdagangan yang terdampak pembatasan di sejumlah negara masih relatif besar dan mengindikasikan adanya ketegangan ekonomi global. Indonesia perlu lebih jeli menangkap peluang dan mengisi pasar di negara-negara yang terlibat secara langsung.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Senin (29/6/2020) malam, memublikasikan laporan kebijakan perdagangan negara-negara anggota G-20, Oktober 2019-Mei 2020. Laporan itu menyebutkan, nilai perdagangan yang terdampak pembatasan (restriksi) yang tak terkait langsung dengan pandemi Covid-19 mencapai 418 miliar dollar AS, sekitar 2,8 persen perdagangan negara-negara anggota G-20.
Angka itu lebih rendah dibandingkan dengan periode Mei-Oktober 2019 yang mencapai 460 miliar dollar AS, tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 336 miliar dollar AS. Pembatasan, antara lain, berupa peningkatan tarif, pelarangan impor, pengetatan prosedur barang, dan kenaikan bea ekspor.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani berpendapat, data-data itu merefleksikan ketegangan perdagangan di antara negara anggota G-20 yang masih terjadi saat ini.
”Di sisi lain, ada negara anggota yang tak terlibat langsung dalam ketegangan itu dan berkesempatan memanfaatkan market share (pasar yang terdampak),” ujarnya saat dihubungi, Selasa (30/6).
Menurut dia, Indonesia perlu lebih jeli dalam penyelidikan untuk mengidentifikasi peluang dan hambatan perdagangan. Apalagi, saat ini, sejumlah negara merasa takut pasarnya dicurangi dalam kompetisi dagang serta memiliki kepentingan untuk memproteksi dan menggairahkan kegiatan ekonomi di dalam negerinya.
Meski demikian, nilai perdagangan yang terdampak kebijakan fasilitasi impor dan tak berkaitan langsung dengan pandemi Covid-19 melonjak, yakni dari 92,6 miliar dollar AS pada periode Mei-Oktober 2019 menjadi 735,6 miliar dollar AS pada periode Oktober 2019-Mei 2020.
Berdasarkan catatan WTO, angka itu tertinggi sejak 2014. Kebijakan yang memfasilitasi impor, antara lain, berupa pengurangan bea ekspor, pengurangan tarif, dan pengeliminasian pajak impor.
Secara keseluruhan, WTO mendata, negara-negara anggota G-20 menerapkan 154 kebijakan perdagangan baru pada Oktober 2019-Mei 2020. Sebanyak 95 di antaranya bersifat memfasilitasi impor dan sisanya membatasi impor.
Shinta menilai, dampak kebijakan yang menghambat tetap jadi sorotan pelaku industri karena ketegangan perdagangan menciptakan turbulensi di sistem perdagangan internasional. Turbulensi itu dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan perdagangan dunia.
Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia Roberto Azevêdo menyoroti kebijakan pembatasan perdagangan yang masih tergolong tinggi. ”Hal ini menjadi sorotan karena berpengaruh pada arus perdagangan dan investasi di tingkat global. Kedua hal ini bersifat krusial dalam membangun kembali perekonomian dan bisnis dunia,” tuturnya dalam keterangan pers yang diterima Kompas, Senin malam.