Masyarakat Menolak Pembangunan Pabrik Semen di Manggarai Timur
Masyarakat Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, menolak pembangunan pabrik semen dan tambang batu gamping di Luwuk dan Lengko Lolok, Desa Satar Pundak, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur,
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Masyarakat Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, menolak pembangunan pabrik semen dan tambang batu gamping di Luwuk dan Lengko Lolok, Desa Satar Pundak, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, oleh investor. Di wilayah itu ada lahan sawah, permukiman warga, dan bukit karst. Gubernur sejak awal kepemimpinan berjanji melakukan moratorium semua jenis tambang di NTT. Tambang dan pabrik tidak akan pernah menyejahterakan masyarakat.
Koordinator Aliansi Mahasiswa Manggarai Raya (AMMAR) tolak pabrik dan tambang, Adeodatus Syukur, di Kupang, Selasa (30/6/2020), mengatakan, sikap nekat Pemprov NTT dan Pemkab Manggarai Timur mendukung investor sangat menyakitkan masyarakat. Sejak wacana pembangunan pabrik semen dan tambang batu gamping digulirkan 20 Januari 2020 oleh bupati Manggarai Timur, masyarakat serentak menolak.
Tambang-tambang besar di Kalimantan dan Papua tidak pernah menyejahterakan masyarakat. Malah semakin miskin dengan kehadiran tambang dan pabrik. Semua janji manis pemda hanya upaya menutupi kebohongan dan mendapatkan keuntungan dari pengusaha.
Menurut Syukur, kawasan Luwuk merupakan kawasan hutan batu karst yang akan dibangun tambang batu gamping, dan Lengko Lolok lokasi persawahan dan pertanian ladang yang akan dibangun pabrik semen oleh investor. Total luas wilayah yang hendak dikuasai sekitar 700 hektar, di antaranya 200 hektar lahan sawah, 150 hektar permukiman warga, serta 350 hektar hutan dan lahan kering. Di sana ada 165 keluarga yan mendiami dua kampung ini.
Manggarai Raya terdiri dari Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur. Tiga daerah ini memiliki potensi sumber daya alam luar biasa, yakni pariwisata, perkebunan kopi, sawah, cengkeh, vanili, cokelat, kemiri, kelapa, pisang, nangka, dan mangga. Manggarai Timur dan Manggarai menjadi penyangga sayur, buah-buhan, kopi, dan ternak bagi kebutuhan pariwisata di Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Ia mengatakan, dua perusahaan yang beroperasi, yakni PT Istindo Mitra Perdana (IMP) yang masih berafiliasi dengan PT Istindo Mitra Manggarai dan PT Singa Merah (SM). Sesuai rencana, IMP dan SM akan menguasai lahan sekitar 700 hektar (ha) dari total 1500 ha lahan.
Dengan demikian, sekitar 50 persen wilayah Luwuk dan Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, dikuasai perusahaan, di antaranya 200 ha lahan sawah dan 150 ha permukiman warga. Masyarakat setempat sesuai rencana Pemkab Manggarai Timur akan direlokasi ke lokasi lain di wilayah Manggarai Timur.
Jumlah 165 keluarga di Luwuk dan Lengko Lolok dengan jumlah warga sekitar 1.000 orang. Ada 8 keluarga mendukung pembangunan pabrik semen, sisanya 157 keluarga menolak. Sebanyak 8 keluarga mendukung ini menjadi alasan kuat Pemprov, Pemkab Manggarai Timur, dan pengusaha untuk berinivestasi di sana. Mereka ini diduga dibayar.
Menurut Syukur, janji manis pemprov dan pemkab mengenai kesejahteraan masyarakat di wilayah Manggarai Timur segera tercapai dengan hadirnya investor itu hanya janji manis demi kepentingan pribadi pemda. Masyarakat tidak akan pernah sejahtera oleh tambang dan pabrik semen.
”Tambang-tambang besar di Kalimantan dan Papua tidak pernah menyejahterakan masyarakat. Malah semakin miskin dengan kehadiran tambang dan pabrik. Semua janji manis pemda hanya upaya menutupi kebohongan dan mendapatkan keuntungan dari pengusaha,” kata Syukur.
Ketua AMMAR Yohanes Saputra mengatakan, PT Istindo Mitra Manggarai puluhan tahun beroperasi di sejumlah wilayah di Manggarai khusus tambang mangan. Selama puluhan tahun beroperasi di sana, perusahaan itu tidak pernah menyejahterakan masyarakat, kecuali meninggalkan kerusakan lingkungan, kemiskinan warga, dan merusak hubungan sosial warga.
”Aktivitas pertambangan oleh investor telah merampas tanah-tanah warga, melahirkan konflik social, sejumlah warga ditangkap dan dipenjara tanpa proses hukum. Tindakan ini pula menicu konflik sosial berkepanjangan karena adanya praktik politik adu domba oleh penguasa dan pengusaha terhadap warga,” katanya.
Resistensi
Relokasi juga bakal melahirkan masalah sosial baru terkait resistensi warga dari desa sekitar, yang mulai mencuat. Setiap jengkal tanah di sana adalah warisan leluhur untuk anak cucu dan tidak boleh diambil alih untuk orang lain.
Wilayah yang ditambang merupakan satu-satunya ekoregion perbukitan karst di Pulau Flores, sesuai keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.8/Menlhk/Setjen/pla.3/1/2018 tentang penetapan wilayah ekoregion Indonesia. Karst ini menjadi sumber air bersih bagi warga sekitar dan memberikan kehidupan bagi ribuan warga di bagian barat pulau Flores, terutama di Reo Manggarai hingga Riung di Kabupaten Ngada.
Konversi lahan pertanian menjadi pertambangan bertentangan dengan upaya global meningkatkan ketahanan pangan pascapandemi Covid-19. Sumber pangan masyarakat di wilayah itu diperoleh dari lahan yang hendak dialihfungsikan menjadi pabrik semen.
Anggota DPRD NTT Daerah Pemilihan Manggarai Raya, Bonifasius Jebarus, mengatakan, pihaknya menolak pembangunan pabrik semen dan tambang batu gamping di wilayah Manggarai Timur. Sejumlah penambangan oleh pengusaha di Manggarai Raya selama ini tidak satu pun menyejahterakan masyarakat, kecuali kerusakan lingkungan dan memiskinkan warga.
Gubernur harus berkomitmen pada janji kampanye dan pernyataan awal memimpin NTT, yakni moratorium semua jenis tambang di NTT. Moratorium itu masih berlaku sampai hari ini, belum dicabut. Moratorium itu harus berlaku secara keseluruhan bagi pengusaha, jangan tebang pilih.
Kepala Biro Humas dan Protokol Setda NTT Marius Ardu Jelamu mengatakan, pabrik semen dan tambang batu gamping itu baru pada tahap perencanaan. Sejumlah usaha masih terus dilakukan pemda dan pengusaha, yakni negosiasi dengan masyarakat dan penyusunan amdal.