Hadapi Pandemi, BUMN Tambang Kaji Operasional dan Finansial
Pandemi Covid-19 di sektor tambang berdampak terhadap permintaan yang merosot dan harga yang turun. BUMN tambang harus jeli mengambil langkah di dalam situasi yang tak menguntungkan ini.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi VII DPR meminta perusahan tambang BUMN untuk membuat terobosan di tengah harga komoditas tambang yang merosot dan permintaan yang melemah. Pandemi Covid-19 menyebabkan permintaan sejumlah komoditas mineral dan batubara turun sehingga harganya merosot.
Di sisi lain, sejumlah proyek akan dikaji ulang sembari menerapkan efisiensi operasi.
Hal itu mengemuka dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR dengan direksi PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum, PT Aneka Tambang Tbk atau Antam, PT Bukit Asam Tbk, PT Timah Tbk, dan PT Freeport Indonesia, Selasa (30/6/2020), di Jakarta. Selain memaparkan kinerja keuangan dan operasi, setiap perusahaan juga diminta menjelaskan respons atau langkah dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Salah satu kesimpulan yang diambil dalam rapat, perusahaan diminta membuat terobosan dalam situasi permintaan komoditas tambang yang turun dan harga yang merosot.
Menurut Direktur Utama Inalum Orias Petrus Moedak, saat ini tengah terjadi tren penurunan penerimaan negara bukan pajak dari sektor tambang BUMN. Pada 2018, penerimaan negara Rp 38 triliun, yang turun menjadi Rp 22,9 triliun pada 2019. Pada triwulan I-2020, penerimaan negara mencapai Rp 2,3 triliun.
”Harga komoditas sedang turun. Aluminium, misalnya, yang kami proyeksikan 1.894 dollar AS per ton menjadi di kisaran 1.500 dollar AS per ton. Semua harga komoditas mineral turun kecuali emas,” ujar Orias.
Inalum yang menjadi perusahaan induk pertambangan sudah meminta kepada seluruh anak usaha untuk membuat kajian finansial dan operasional akibat pandemi Covid-19.
Orias menambahkan, Inalum yang menjadi perusahaan induk pertambangan sudah meminta kepada seluruh anak usaha untuk membuat kajian finansial dan operasional akibat pandemi Covid-19. Langkah yang ditempuh, antara lain, menjadwal ulang proyek-proyek yang menelan dana besar. Perusahaan juga menyiapkan opsi efisiensi karyawan.
”Di akhir Juli, kami akan rapat dengan seluruh direksi yang ada di perusahaan induk dan anak perusahaan untuk mengambil langkah efisiensi lebih lanjut terkait dampak Covid-19. Terkait karyawan, pertama kami sudah jadwalkan sif atau pembagian jam kerja. Lalu menyentuh (efisiensi) tunjangan, baru kemudian opsi pemotongan gaji sampai pilihan dirumahkan. Tapi, itu langkah yang masih sangat jauh,” kata Orias.
Proyek besar yang dinaungi Inalum, antara lain, pembangunan smelter tembaga oleh PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur; pembangunan smelter grade alumina oleh Antam di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat; dan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Sumatera Selatan 8 dengan kapasitas 2 x 670 megawat oleh Bukit Asam.
Kami akan rapat dengan seluruh direksi yang ada di perusahaan induk dan anak perusahaan untuk mengambil langkah efisiensi lebih lanjut terkait dampak Covid-19.
Anggota Komisi VII DPR dari Partai Demokrat, Muhammad Nasir, mengingatkan utang 4 miliar dollar AS yang diambil Inalum saat membeli sebagian saham PT Freeport Indonesia pada 2018 lalu. Di tengah pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian terpuruk, Inalum harus cermat berhitung dan berhati-hati mengelola keuangan. Apalagi, utang yang harus dibayar diambilkan dari penerbitan utang baru.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Golkar Alex Noerdin menambahkan, terkait proyek-proyek besar di bawah Inalum, pihaknya mengusulkan kerja untuk memperdalam pembahasan.
Batubara
Sementara itu, kajian terbaru Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) menyatakan, industri batubara Indonesia menghadapi sejumlah masalah akibat pandemi Covid-19. Dampak utamanya berupa permintaan batubara asal Indonesia merosot lantaran permintaan dari negara tujuan ekspor batubara Indonesia, yaitu India dan China, turun.
”Pada 2020, perusahaan tambang batubara Indonesia akan menghadapi risiko turunnya permintaan dan harga batubara yang jatuh bebas,” kata analis keuangan dan energi IEEFA, Ghee Peh, dalam keterangan tertulis.