Meski terdapat kenaikan beban, perusahaan tetap berhasil mencatatkan laba bersih tahun berjalan sebesar Rp 445 miliar di tahun 2019 atau tumbuh 67,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direksi Bursa Efek Indonesia menyatakan bakal berupaya menjaga kinerja perusahaan di tengah gejolak bursa saham global. Pada paruh kedua 2020, pembaruan regulasi dan stimulus tidak akan berhenti demi menjaga stabilitas perdagangan di pasar modal Indonesia.
Meski optimistis, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi mengatakan, secara realistis pencapaian BEI tahun 2020 belum tentu akan sebaik tahun sebelumnya.
Hal itu terindikasi dari rata-rata nilai transaksi harian saham yang anjlok ke bawah Rp 7 triliun pada Februari 2020. Angka itu turun dibandingkan situasi sepanjang 2019 di mana rata-rata nilai transaksi harian tercatat Rp 9,1 triliun.
”Untungnya, setelah masuk Mei dan Juni, kinerja membaik setelah kami keluarkan sejumlah aturan sebagai rangkaian upaya untuk efisiensi operasional,” ujarnya seusai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BEI, Selasa (30/6/2020).
Anjloknya nilai transaksi harian menjadi salah satu sentimen yang memengaruhi pergerakan harga saham. Sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah melemah 22,13 persen ke level 4.905,39.
Berdasarkan data BEI, jumlah beban perusahaan pada 2019 mencapai Rp 1,33 triliun atau meningkat 5,3 persen dari 2018. Meski terdapat kenaikan beban, perusahaan mencatatkan laba bersih tahun berjalan Rp 445 miliar di tahun 2019 atau tumbuh 67,4 persen. Secara keseluruhan, jumlah total pendapatan BEI pada 2019 mencapai Rp 1,91 triliun atau meningkat 16,2 persen dari tahun 2018, yakni Rp 1,64 triliun.
”Tahun lalu, laba bersih tetap tumbuh meski beban perusahaan meningkat. Dengan melakukan banyak efisiensi tahun ini, semestinya kinerja BEI akan terjaga,” ujar Inarno.
Walau enggan banyak bicara mengenai target kinerja BEI hingga akhir tahun 2020, Inarno memastikan pihaknya akan terus memperbarui strategi dan stimulus sesuai dengan kondisi aktual dari ekosistem di pasar modal.
Sepanjang 2020 untuk menjaga stabilitas pasar modal, BEI telah menempuh berbagai cara, seperti mengefisienkan anggaran, aktif mengawasi pelayanan di bursa, melakukan pengawasan secara periodik, mengakselerasi upaya-upaya digital, serta tetap berkomunikasi dengan para pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan pasar modal.
Sejumlah aturan yang diterbitkan BEI dalam rangka menjaga volume transaksi di antaranya melalui larangan bagi pelaku pasar untuk melakukan jual kosong (short selling). Investor dijaga untuk tetap dapat menjalankan transaksi perdagangan dengan melakukan trading halt bila IHSG menurun dengan besaran tertentu.
RUPS Tahunan BEI juga sepakat untuk mengangkat tiga komisaris baru, yakni Heru Handayanto, Karman Pamurahardjo, dan Pandu Patria Sjahrir. Heru merupakan perwakilan dari Anggota Bursa (AB) yang sebelumnya merupakan Direktur PT Mandiri Sekuritas.
Sementara Karman Pramuhardjo juga merupakan perwakilan AB yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama PT Profindo Sekuritas Indonesia. Adapun Pandu Patria Sjahrir mewakili perusahaan tercatat selaku Direktur PT Toba Bara Sejahetra Tbk.
Saham perdana
Terkait aksi penawaran saham perdana (IPO), sampai semester I-2020, BEI bersama otoritas lain belum memiliki rencana untuk memangkas target dan optimistis dapat memenuhi target pencatatan 57 perusahaan. Kebijakan diskon biaya pencatatan awal saham diharapkan bisa menjadi stimulus bagi calon perusahaan tercatat.
Sejak awal tahun hingga 27 Juni 2020 tercatat 28 perusahaan telah melakukan IPO. Direktur Penilai Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna mengatakan, terdapat 20 perusahaan yang berencana akan melakukan pencatatan saham di BEI pada semester II-2020.
Nyoman menyebutkan, sebanyak 7 perusahaan berasal dari sektor perdagangan, jasa, dan investasi. Kemudian 5 perusahaan dari sektor properti perumahan dan konstruksi gedung. Adapun sisa 8 perusahaan lainnya merupakan perusahaan yang bergerak pada sektor pertanian, keuangan, industri dasar, dan barang konsumsi.
”Minat perusahaan untuk mencari pendanaan dengan melantai di bursa masih tetap ada di tengah pandemi Covid-19,” ujarnya.
Beli kembali
Nyoman menambahkan, nilai outstanding yang dicatat BEI dari aksi pembelian kembali (buyback) saham yang dialokasikan sejumlah emiten hingga tiga bulan ke depan mencapai Rp 3,8 triliun. Sejauh ini, alokasi rencana buyback yang sedang berjalan masih sebesar Rp 4,3 triliun yang akan dieksekusi oleh emiten BUMN ataupun non-BUMN.
”Dari jumlah yang Rp 4,3 triliun itu, sebesar Rp 498,8 miliar sudah terealisasi. Jadi, ada Rp 3,8 triliun lagi yang masih berupa outstanding,” kata Nyoman.
Nyoman berharap, seluruh dana hasil pemveljan saham kembali bisa secara optimal terserap oleh pasar untuk kurun tiga bulan ke depan setelah keterbukaan informasi dari emiten yang akan melakukan pembelian kembali saham. ”Periode jatuh tempo akan bervariasi, tetapi berlakunya tetap tiga bulan,” ujarnya.