Tata Ulang Arsitektur Perekonomian RI di Masa Normal Baru
Sektor-sektor perekonomian yang relevan dengan kondisi pascapandemi Covid-19 mesti dipetakan. Setidaknya ada dua sektor yang bisa dikembangkan untuk menopang ekonomi, yaitu sektor farmasi dan sektor makanan.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Arsitektur perekonomian Indonesia perlu dirancang ulang untuk menghadapi era normal baru. Pandemi Covid-19 menyebabkan beberapa sektor yang menjadi andalan selama puluhan tahun tidak lagi relevan menopang perekonomian.
Hal itu mengemuka dalam Diskusi Panel Cendekiawan Berdedikasi ”Indonesia di Era Normal Baru” yang diselenggarakan harian Kompas, Senin (29/6/2020), secara virtual. Pembicara dalam diskusi itu adalah Sejarawan Asvi Warman Adam, Ketua II Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Tri Satya Putri Naipospos, Pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latif, Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Herawati Supolo Sudoyo, dan ekonom sekaligus Rektor Unika Atma Jaya Jakarta A Prasetyantoko.
Pada triwulan I-2020, produk domestik bruto Indonesia tumbuh 2,97 persen secara tahunan. Pertumbuhan lima sektor utama penopang ekonomi melambat tajam, yaitu industri tumbuh 2,06 persen, perdagangan 1,06 persen, pertanian 0,02 persen, konstruksi 2,9 persen, dan pertambangan 0,43 persen.
Tahun ini, pemerintah memproyeksikan perekonomian tumbuh 1 persen hingga negatif 0,4 persen. Pertumbuhan ekonomi negatif 3,8 persen diproyeksikan terjadi pada triwulan II-2020.
Struktur dan pertumbuhan ekonomi triwulan I-2020 menurut lapangan usaha. Sumber: Badan Pusat Statistik
Menurut Prasetyantoko, pemerintah harus mulai memetakan sektor-sektor yang bisa dikembangkan di masa normal baru. Pandemi Covid-19 menciptakan ketidakseimbangan dalam ekonomi sehingga sektor yang dibidik harus relevan dengan kondisi terkini. Tujuannya, pertumbuhan ekonomi bisa didorong lebih tinggi.
Di sisi lain, dunia usaha harus bersiap mengubah proses bisnis dan model bisnis. Kebiasaan baru mungkin akan diterapkan permanen, seperti bekerja dari rumah, mematuhi protokol kesehatan, dan mempertimbangkan aspek lingkungan. Berbagai cara kerja baru itu membutuhkan investasi cukup besar.
”Kondisi dunia saat ini ibarat komputer yang sedang diinstal ulang. Negara-negara maju dan berkembang akan sama-sama memulai ekonomi dari awal. Indonesia punya kesempatan untuk menangkap momentum itu,” kata Prasetyantoko.
Kajian Badan Pusat Statistik (BPS) memotret perubahan perilaku ekonomi selama pandemi. Aktivitas di luar rumah menurun drastis yang terefleksi dalam penurunan mobilitas di tempat kerja mencapai 73 persen dan di tempat perdagangan ritel turun 70 persen selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Transaksi berbasis daring juga meningkat selama pandemi Covid-19. Penjualan daring pada April 2020 meningkat 4,8 kali lipat dibandingkan dengan Januari 2020. Penjualan tertinggi adalah makanan dan minuman, yang meningkat 10,7 kali lipat. Adapun perlengkapan olahraga naik 2,1 kali lipat dari penjualan pada Januari.
Prasetyantoko menambahkan, Indonesia hampir pasti mengalami resesi tahun ini karena pertumbuhan ekonomi pada triwulan I dan II diproyeksi minus. Gelombang resesi pascapandemi akan meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinan. Oleh karena itu, pembukaan ekonomi secara bertahap dengan protokol kesehatan ketat diperlukan.
”Indonesia dan hampir semua negara di dunia tidak mungkin menunggu sampai kondisi benar-benar aman karena tidak ada yang bisa memastikan kapan vaksin ditemukan. Kesimbangan baru dalam ekonomi mesti dibangun,” kata Prasetyantoko.
Grafik ekspor impor farmasi negara-negara Asia. Sumber: UOB
Berpotensi dikembangkan
Menanggapi hal tersebut, Kepala Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja berpendapat, ada dua sektor strategi di Indonesia yang berpotensi dikembangkan pascapandemi, yaitu sektor farmasi dan makanan. Kedua sektor itu punya potensi perdagangan yang besar, tetapi belum tergarap optimal.
Ekspor dan impor sektor farmasi Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, seperti China, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Impor farmasi Indonesia hanya sekitar 86 juta dollar AS, sementara nilai ekspor 47 juta dollar AS.
”Indonesia tidak harus ekspor produk farmasi, tetapi harus dibuat swaproduksi dan ketahanan sektornya dinaikkan. Terlebih, impor farmasi ke depan akan makin sulit,” kata Enrico.
Selain sektor farmasi, sektor lain yang berpotensi dikembangkan adalah makanan. Mayoritas negara-negara di Asia Tenggara masih menjadi pengimpor bersih makanan. Padahal, Indonesia mempunyai banyak potensi yang belum tergali. Pengembangan sektor makanan membutuhkan investasi lebih tinggi pada konten lokal.
Perbaikan ekonomi
Yudi Latif menambahkan, paling tidak ada tiga perbaikan yang harus dilakukan untuk menyambut era normal baru, yaitu tata nilai, tata ekonomi, dan tata kelola. Kolaborasi adalah nilai fundamental yang harus diperbaiki dan dibudayakan seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah, pakar, dan dunia usaha.
Tatanan ekonomi harus diperbaiki menjadi lebih berkelanjutan. Selama ini Indonesia sangat bergatung pada sektor-sektor ekstraktif yang tidak ramah lingkungan dan bernilai tambah rendah. Perekonomian masa depan harus berbasiskan ilmu pengetahuan dan inovasi, bukan lagi sumber daya alam mentah.
”Pemerintah dan dunia usaha perlu berinvestasi lebih tinggi untuk mengembangkan teknologi demi ekonomi berkelanjutan di era normal baru,” kata Yudi.
Perbaikan tata nilai dan tata ekonomi juga harus dibarengi pembenahan tata kelola. Sistem politik yang ada bukan sekadar menciptakan kebijakan, tetapi kebijakan yang prorakyat. DPR harus benar-benar menjalankan fungsinya sebagai legislatif untuk menjembatani aspirasi rakyat.
Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja berpendapat, pandemi Covid-19 memaksa perubahan berjalan cepat. Situasi pascapandemi diharapkan dapat meningkatan inklusivitas ekonomi, menumbuhkan potensi sektor baru, dan mendorong efisiensi birokrasi. Dengan demikian, perekonomian RI bisa tumbuh lebih tinggi.
”Pertumbuhan ekonomi nasional juga berimplikasi terhadap pertumbuhan internal perusahaan. Selain mengubah bisnis dan proses bisnis, kami akan memulai mengubah bisnis dan proses organisasi,” kata Parwati.
Sejarawan Asvi Warman Adam menambahkan, sejarah membuktikan bahwa setiap disrupsi dalam peradaban akan terlewati, termasuk pandemi. Permasalahannya adalah menyiapkan agar Indonesia menang pascapandemi, bukan sekadar melewati pandemi. Kemenangan membutuhkan berbagai strategi luar biasa.