Pariwisata berperan penting dalam perekonomian, antara lain melalui sumbangan devisa dan penyerapan tenaga kerja. Pandemi Covid-19 membuat industri pariwisata terhenti. Saatnya menata ulang industri ini.
Oleh
DEWI INDRIASTUTI
·3 menit baca
”Pariwisata bisa menjadi platform untuk mengatasi pandemi. Bersama-sama masyarakat dunia, pariwisata dapat mempromosikan solidaritas dan kepercayaan, resep penting dalam menggerakkan kerja sama global.”
Kalimat yang disampaikan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada awal Juni 2020 itu menunjukkan peran strategis sektor pariwisata di dunia.
Saat ini, sektor pariwisata terpuruk karena terhantam pandemi Covid-19. Penguncian wilayah atau karantina yang diterapkan sejumlah negara untuk menekan penularan Covid-19 membuat pergerakan wisatawan terhenti. Industri pariwisata mati suri. Padahal, banyak negara mengandalkan devisa sektor pariwisata sebagai penerimaan negara.
Geliat pariwisata yang terhenti juga membuat pelaku usaha di berbagai bidang limbung. Pengusaha menutup hotel karena tak ada tamu dan merumahkan pekerjanya. Pemandu wisata tak lagi mengantarkan tamu ke destinasi wisata. Sementara pembuat dan penjual cendera mata yang umumnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah kehilangan pendapatan karena tak ada pembeli.
Dampak lanjutannya, perekonomian keluarga pekerja sektor pariwisata terganggu. Daya beli menurun. Padahal, daya beli berkaitan dengan konsumsi masyarakat. Di Indonesia, konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 57 persen produk domestik bruto (PDB). Jika konsumsi merosot, pertumbuhan PDB juga turun, seperti yang terjadi pada triwulan I-2020.
Konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 2,84 persen menyeret turun pertumbuhan ekonomi RI menjadi 2,97 persen.
Peran sektor pariwisata terhadap perekonomian dunia, tak dipungkiri, cukup besar. Berdasarkan hitungan Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO), turis internasional yang bepergian ke seluruh penjuru dunia sebanyak 1,5 miliar orang pada 2019.
Jumlah itu diperkirakan merosot tajam pada tahun ini karena pandemi Covid-19. Warga dunia menahan diri untuk bepergian karena situasi masih tak menentu.
Kini, seiring langkah melonggarkan penguncian wilayah atau karantina, sejumlah negara bersiap menggerakkan kembali industri pariwisata mereka. Diharapkan, devisa kembali masuk ke negara dan tenaga kerja kembali terserap.
Indonesia juga merencanakan hal serupa. Langkah itu dilakukan dengan pertimbangan pariwisata sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar dan penyerap lapangan kerja. Pertimbangan lain, infrastruktur dasar dan konektivitas pendukung industri pariwisata sudah dibangun.
Infrastruktur terutama dibangun di lima destinasi wisata superprioritas. Kelima destinasi itu adalah Candi Borobudur (Jawa Tengah), Danau Toba (Sumatera Utara), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), dan Likupang (Sulawesi Utara). Untuk mengembangkan infrastruktur di destinasi yang disebut Bali Baru itu, pemerintah mengalokasikan dana Rp 10,1 triliun.
Namun, infrastruktur saja tidak cukup. Pemerintah juga mesti meningkatkan kebersihan, keselamatan, dan konservasi kawasan wisata. Masyarakat di sekitar destinasi wisata juga diajak terlibat sebagai tuan rumah yang baik.
Tata ulang
Sebagaimana disebutkan dalam artikel di laman UNWTO dan Bank Pembangunan Asia, putaran roda yang sejenak terhenti akibat pandemi Covid-19 bisa dimanfaatkan untuk memikirkan cara yang tepat membangun industri pariwisata.
Pariwisata tak sekadar dihidupkan lagi, tetapi juga dipulihkan dan ditata ulang. Pemulihan sektor pariwisata antara lain melalui perubahan orientasi, tak lagi berupa pariwisata yang bersifat massal, tetapi menjadi pariwisata berkualitas.
Mengikuti kondisi terkini di masa pandemi Covid-19, proses menata kembali industri pariwisata tentu tak mudah. Perlu kecermatan untuk mencapai keseimbangan antara menerapkan protokol kesehatan dan menjaga kenyamanan wisatawan. Proses ini diperkirakan berlangsung lambat karena Covid-19 masih menjadi risiko selama vaksin belum tersedia.
Kesehatan, higienitas, dan keamanan pelancong mesti jadi prioritas utama. Untuk itu, banyak hal mesti diharmoniskan, dengan melibatkan ahli-ahli kesehatan ataupun industri.
Tak ada salahnya berhenti sejenak untuk menyiapkan roda pariwisata kembali bergerak dengan tepat. Gerakan yang salah, tiba-tiba, atau terburu-buru bisa mengganggu putaran roda, bahkan macet. Skenario membuka kembali destinasi pariwisata mesti disiapkan dengan matang. Jangan sampai salah langkah.