Pandemi Covid-19 berpotensi mempertemukan UMKM dengan pasar dunia yang mencapai 7,4 miliar jiwa penduduk, atau 28 kali lipat penduduk Indonesia.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM perlu dikenalkan dengan ekosistem ekonomi digital. Selain untuk membantu bertahan di era normal baru, digitalisasi juga akan memudahkan UMKM menjangkau pasar ekspor.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki, dalam diskusi daring yang digelar MarkPlus Inc, Senin (29/6/2020), mengatakan, saat ini baru 13 persen atau 8 juta dari sekitar 64 juta UMKM di Indonesia yang terhubung dengan ekonomi digital.
”Di tengah pandemi ini, UMKM yang bisa bertahan adalah mereka yang terhubung dengan ekosistem digital. Bank Indonesia (BI) mencatat, penjualan e-commerce bulan lalu meningkat 18 persen. Artinya, ketika pembatasan sosial diterapkan, orang menghindari pertemuan dan penjualan online meningkat,” katanya.
Dengan naiknya tren belanja online (daring) dan penjualan produk yang memenuhi standar kesehatan, Teten menambahkan, UMKM perlu beradaptasi dengan mengubah bisnis dan inovasi produk. Adaptasi tersebut juga bisa membantu UMKM bersaing di luar negeri melalui aktivitas ekspor.
Sementara kontribusi UMKM di dalam negeri sendiri mencapai hampir 61 persen pendapatan domestik bruto (PDB), kontribusi ekspor UMKM baru 14,5 persen ekspor nasional. Kontribusi itu jauh lebih kecil dari UMKM Malaysia yang menyumbang 20 persen ekspor negaranya, Thailand 35 persen, Jepang 55 persen, Korea Selatan 60 persen, dan China 70 persen.
”UMKM di banyak negara rata-rata tidak bekerja sendiri, tetapi bekerja sama dengan perusahaan besar, seperti untuk memasok bahan baku. Ini menjadi target kami untuk menghubungkan UMKM dengan perusahaan besar yang masih kurang dari 5 persen,” lanjutnya.
Pada diskusi yang sama, Direktur Jenderal Pengembangan Ekonomi Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan menjelaskan, banyak hal yang perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional. Salah satu yang bisa didorong adalah digitalisasi UMKM.
”Pandemi Covid-19 ini berpotensi mempertemukan banyak pembeli dan eksportir lebih mudah secara virtual,” ujarnya. Ia menyebut, UMKM berpotensi menjangkau 7,4 miliar jiwa penduduk dunia, atau 28 kali lipat penduduk Indonesia, yang merupakan peluang besar untuk kegiatan ekspor.
Kasan mengatakan, Kemendag telah memfasilitasi UMKM untuk mengakses berbagai pelatihan peningkatan kapasitas ekspor, mulai dari pembiayaan hingga pemasaran.
Ekosistem digital
Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen BI Budi Hanoto, pada acara diskusi yang sama, mengatakan, UMKM harus diarahkan pada ekosistem digital agar bisa naik kelas di era industri 4.0.
”Di dalam payment, misalnya, menggunakan alat pembayaran digital. Lalu, pemasaran sudah ada ecommerce, pembiayaan juga kini nggak perlu bank karena ada perusahaan teknologi finansial. Ekosistem ini terbentuk dari dukungan platform digital dan konsumen yang semakin digital,” ujarnya.
Survei terbaru yang dilakukan MarkPlus, Inc. kepada 45 responden pelaku usaha yang mayoritas wiraswasta menjelaskan, UMKM sektor kuliner, pariwisata, pengantaran barang, dan produk kerajinan dianggap paling membutuhkan digitalisasi.
Senior Business Analyst MarkPlus, Inc. Ridho Singgih, memaparkan, pemerintah dan instansi terkait dinilai sudah cukup baik dalam menjalankan program yang mendukung digitalisasi UMKM. Namun, ada beberapa aspek yang membutuhkan peningkatan.
”Tingkat efektivitas program UKM digital sudah cukup baik, tetapi perlu peningkatan pada program pelatihan dan akses keuangan seperti investasi serta pinjaman,” kata Ridho.
Sosialisasi
Menurut hasil survei, 62 persen responden juga sudah mengetahui program UMKM Digital yang dicanangkan pemerintah. Sejauh ini, pemilihan media untuk penyebaran informasi mengenai program dan konten informasi yang digunakan oleh pemerintah dinilai sudah jelas, rinci, menarik, dan mudah diingat.
Meski demikian, alokasi penggunaan media dinilai perlu lebih merata. Selain menggunakan website, televisi, dan portal berita, responden juga menyarankan penyampaian menggunakan sosial media.
”Sebanyak 59,5 persen responden menilai televisi sebagai media penyampaian yang efektif; media sosial yang dipilih ialah Instagram sebesar 52,4 persen, Youtube 45,2 persen, dan Facebook 35,7 persen. Website Kementerian sendiri dianggap efektif dengan hasil survei sebesar 52,4 persen,” imbuhnya.