Seiring pelonggaran kebijakan pembatasan sosial berskala besar, konsumi BBM di dalam negeri perlahan meningkat. Wacana penghapusan premium dan pertalite dari pasaran masih berlanjut.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsumsi bahan bakar minyak atau BBM mulai meningkat seiring pelonggaran kebijakan pembatasan sosial berskala besar. Namun, angka konsumsi masih di bawah rata-rata harian nasional dalam situasi normal. Sementara itu, wacana penghapusan BBM jenis premium dan pertalite masih berlangsung di DPR.
Dalam keterangan resmi, Sabtu (27/6/2020), Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman mengatakan, sejak 8 Juni 2020, konsumsi BBM secara nasional mencapai hampir 114.000 kiloliter per hari. Rinciannya adalah konsumsi gasolin (kelompok bensin) 78.820 kiloliter per hari dan gasoil (kelompok solar) 34.990 kiloliter per hari. Angka tersebut masih di bawah rata-rata normal yang mencapai 135.000 kiloliter per hari.
”Jika selama PSBB (pembatasan sosial berskala besar) ada penurunan konsumsi BBM di tingkat nasional sebesar 26 persen, saat ini penurunannya menjadi sekitar 16 persen saja dibandingkan dengan rerata konsumsi harian dalam keadaan normal,” kata Fajriyah.
Masyarakat tak perlu khawatir mengenai ketersediaan BBM jenis premium ataupun pertalite dan tetap menggunakannya sesuai kebutuhan.
Soal pasokan premium dan pertalite yang diwacanakan akan dihapus dari pasaran, Fajriyah menyatakan, Pertamina masih menyalurkan dan menyediakan BBM jenis itu di seluruh wilayah Indonesia. Ia mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir mengenai ketersediaan BBM jenis tersebut dan tetap menggunakannya sesuai kebutuhan. Di satu sisi, Pertamina terus mengedukasi masyarakat untuk beralih menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan.
Dalam rapat kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Komisi VII DPR, Jumat (26/6/2020), sempat disinggung mengenai wacana penghapusan premium dan pertalite kendati belum ada kesimpulan apa pun tentang hal ini.
Menurut Sartono Hutomo dari Partai Demokrat, wacana penghapusan premium dan pertalite harus dipertimbangkan dengan baik karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Menurut dia, kebijakan tersebut dapat saja diterapkan selama BBM penggantinya dengan mutu lebih baik, tetapi dengan harga tidak berbeda.
Menteri ESDM Arifin Tasrif sempat menyatakan bahwa di masa mendatang akan ada penggantian energi yang lebih bersih untuk mengurangi beban lingkungan (akibat pencemaran udara). Menurut dia, BBM jenis premium hanya digunakan oleh enam negara termasuk Indonesia. Kebanyakan negara sudah memakai BBM berstandar tinggi yang ramah lingkungan.
”Soal premium, ada komitmen untuk mengurangi emisi dalam jangka panjang. Ke depan akan ada penggantian energi yang lebih bersih untuk mengurangi beban lingkungan,” ucap Arifin tanpa menyebut kapan waktu pelaksanaannya.
Soal premium, ada komitmen untuk mengurangi emisi dalam jangka panjang.
Sepanjang 2019, konsumsi premium yang dijual seharga Rp 6.450 per liter sebanyak 11 juta kiloliter. Adapun konsumsi solar bersubsidi yang dijual Rp 5.150 per liter terjual sebanyak 16,75 juta kiloliter. Tahun ini, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi menetapkan kuota premium sebanyak 11 juta kiloliter.
Pemerintah melalui Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi merekomendasikan penghapusan premium dari pasaran. Menurut ketua tim, Faisal Basri, Indonesia menjadi satu-satunya pembeli bensin RON 88 (premium) dan tidak memiliki kuasa sedikit pun dalam proses penentuan harga. Sistem itu membuka peluang terjadinya kartel di tingkat penjual (Kompas, 22/12/2014).
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan peraturan bernomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N, dan Kategori O. Dalam aturan penggunaan BBM bagi kendaraan roda empat itu, RON minimal yang dipersyaratkan adalah 91. Produk BBM di Indonesia yang memenuhi kriteria itu adalah jenis pertamax dengan RON 92.