Indonesia Perlu Rencana Strategis dan Terperinci untuk Hadapi Krisis
Krisis yang sedang datang sebagai dampak pandemi Covid-19 bisa lebih parah dibandingkan krisis sebelumnya, karena terjadi pada sisi penawaran dan permintaan.
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 memberi tekanan besar pada sektor perekonomian dan menciptakan potensi krisis yang parah. Krisis yang sedang datang bisa lebih parah dibandingkan krisis sebelumnya karena terjadi pada sisi penawaran dan permintaan. Untuk mengatasinya, Indonesia memerlukan rencana strategis yang terperinci di berbagai sektor.
Hal itu dikemukakan mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam acara webinar bertajuk ”Entepreneurship: Making a Difference in this New Era” yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Prasetiya Mulya (IKAPRAMA), Sabtu (27/6/2020), di Jakarta.
Acara ini diprakarsai Juan Permata Adoe, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia. Acara yang dibuka oleh Rektor Universitas Prasetya Mulia Prof Dr Djisman Simandjuntak ini menghadirkan narasumber CEO Sintesa Group, Shinta Kamdani; Vice CEO Pan Brothers Tbk, Anne Patricia Sutanto; dan Founder & CEO SADA, Chaty Sharon.
”Jika krisis-krisis sebelumnya hanya terjadi pada sisi permintaan, kini krisis karena Covid-19 terjadi pada sisi penawaran dan permintaan sekaligus. Karantina berkepanjangan dan kemungkinan gelombang kedua Covid-19 meningkatkan ketidakpastian ekonomi, yang berujung menurunkan permintaan dan penawaran di seluruh dunia,” kata Enggar melalui siaran persnya.
Saat ini, ekonomi semua negara mengalami kontraksi. Ekonomi global diperkirakan menyusut 3%, ekonomi negara maju akan mengalami penurunan 6,1%, dan ekonomi negara berkembang tumbuh hanya 1% pada 2020. ”Ekonomi Jerman diperkirakan anjlok 7%, Amerika Serikat 5,9%, dan Jepang 5,2%. Sementara itu, China dan India diperkirakan tumbuh hanya 1,2-1,9%,” kata Enggar.
Kontraksi ekonomi juga terjadi di Indonesia. Dalam skenario terbaik, ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh maksimal 0,5% pada 2020. Pada kuartal pertama tahun ini ekonomi masih mencatat pertumbuhan 2,97%, tetapi pada kuartal kedua diprediksi merosot 3,1-3,8%.
Menurut Enggar, Indonesia membutuhkan kebijakan yang jelas dan rencana strategis yang terperinci untuk menghadapi krisis ini. Tidak bisa bergerak hanya dengan asumsi-asumsi pasar yang tidak pasti. Semua hal harus dipikirkan dengan sangat detail dan terperinci. ”Semua harus jelas, sesuai data, dan terperinci. Misalnya dalam dunia usaha, kita harus bicara secara rinci satu per satu apa yang perlu kita impor dan bisa kita ekspor ke setiap negara,” kata Enggar.
Menurut Enggar, kebijakan detail dan terperinci itu juga dipakai dalam menganalisis potensi pasar ekspor di sejumlah negara. Meski permintaan global menurun, Enggar yakin ada strategi yang bisa diterapkan agar Indonesia mampu mempertahankan ekspor produk-produk utamanya, terutama yang sulit untuk diganti dan dibutuhkan oleh dunia, seperti batubara, minyak kelapa sawit, dan produk-produk berbasis pertanian. ”Tentu ini butuh kolaborasi yang kuat antara pengusaha dan pemerintah,” katanya.
Selain pasar ekspor, yang juga harus menjadi perhatian tentu adalah pasar domestik. Di tengah permintaan dunia yang rendah, menurut dia, pasar domestik harus diperkuat. Untuk memperkuat pasar domestik, Enggar meminta pemerintah memperhatikan pasokan komoditas dasar serta dukungan terhadap usaha kecil dan menengah.
”Bahan pokok harus diperhatikan. Dalam kondisi seperti ini, kelangkaan bahan pokok tidak boleh terjadi. Distribusi harus lancar, tentu dengan harga yang wajar,” kata Enggar.
Enggar mengatakan, menjaga harga di pasar domestik adalah keharusan. Pandemi membuat daya beli masyarakat turun. Padahal, konsumsi domestik adalah penopang utama ekonomi Indonesia. Kalau dalam kondisi seperti ini harga sembako tidak stabil, sulit berharap ekonomi Indonesia bisa bangkit.
”Menjaga harga itu harus dibarengi menjaga daya beli. APBN kita harus diarahkan pada berbagai proyek padat karya di daerah. Itu harus. Tanpa itu, sulit. Walaupun dari sisi penerimaan negara dari proyek itu sangat terbatas. Namun, dari sisi menjaga daya beli, itu sangat membantu,” tutur Enggar.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Juan Permata Adoe mengatakan, langkah-langkah pemerintah dalam menahan daya beli untuk menjaga konsumsi, menjaga pasar domestik, dan pasar ekspor, semua itu harus dibuat dalam satu sikap kebijakan yang padu dan rencana strategis yang terperinci. Jika itu dilakukan, Juan optimistis ekonomi Indonesia akan bertahan dengan baik di tengah terpaan pandemi.
Juan mengingatkan pesan yang selalu disampaikan oleh Presiden Joko Widodo agar kita harus selalu optimistis, dan di setiap persoalan pasti ada peluang. Juan mengajak para entrepreneur untuk terus berusaha dan berupaya melakukan terobosan serta memanfaatkan peluang.