Tambang Ilegal Marak di Kaltim, Tanda Rantai Bisnis Belum Diputus
Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan belum lama ini menangkap lima orang tengah menambang batu bara secara ilegal di Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kutai Kartanegara.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan belum lama ini menangkap lima orang yang tengah menambang batu bara secara ilegal di Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Tambang ilegal yang masih saja ditemukan menandakan mata rantai bisnis ini belum dipangkas habis.
Kepala Seksi II Samarinda Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan Annur Rahim mengatakan, sebanyak empat pekerja dan seorang penanggung jawab tambang ilegal ditangkap pukul 21.45 Wita, Jumat (26/6/2020) ketika sedang menambang lahan sekitar 1 hektar.
”Menurut informasi awal, mereka sudah beroperasi sekitar tiga bulan di kawasan konservasi itu. ZK (52) yang bertugas sebagai penanggung jawab kami tetapkan sebagai tersangka,” kata Annur di Samarinda ketika dihubungi, Sabtu (27/6/2020).
Sebanyak dua unit ekskavator dan 5 kilogram contoh batu bara diamankan petugas. Adapun tiga operator dan seorang penjaga malam diamankan sebagai saksi. Menurut pemeriksaan awal, para penambang ilegal itu lebih banyak beraktivitas di malam hari karena kondisi jalan sepi dan minim pengawasan.
Penyidik Balai Gakkum KLHK Kalimantan bekerja sama dengan kepolisian tengah melakukan pemeriksaan kepada tersangka dan saksi. Pemodal dan jaringan penjualan batu bara ilegal ini masih ditelusuri untuk ditangkap.
Menurut informasi awal, mereka sudah beroperasi sekitar tiga bulan di kawasan konservasi itu. ZK (52) yang bertugas sebagai penanggung jawab kami tetapkan sebagai tersangka (Annur Rahim)
Tersangka dijerat dengan Pasal 17 Ayat 1 Huruf a dan/atau Huruf b Jo Pasal 89 Ayat 1 Huruf a dan/atau Huruf b Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Penambangan batu bara ilegal bukan kali ini saja terungkap di Kalimantan Timur. Butuh keseriusan dan kerja sama lintas sektor untuk menghentikan praktik ilegal ini.
Pada Februari, Balai Gakkum KLHK Kalimantan menangkap CM (51) sebagai pemodal tambang ilegal di Desa Bukit Pariaman, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara. Setidaknya lima hektar lahan sudah ditambang oleh kelompok CM.
”Butuh kerja sama banyak pihak, seperti kepolisian, Kementerian ESDM, perusahaan batu bara, dan pengelola kawasan konservasi. Wilayah Kaltim sangat luas, partisipasi warga untuk melaporkan juga diperlukan,” kata Annur.
Menurut dia, perlu ada koordinasi lebih lanjut agar jaringan pertambangan ilegal terputus. Ia mengatakan, pertambangan ilegal masih marak karena masih ada perusahaan tambang yang menampung hasil tambang ilegal. Perlu regulasi khusus agar mata rantai penjualan hasil tambang ilegal terputus.
Penambang ilegal biasanya merambah kawasan yang dilindungi karena minim pengawasan. Kerap kali tambang ilegal itu membuat petaka bagi warga di sekitar lokasi yang ditambang. Di Kecamatan Samboja, misalnya, kawasan hijau Waduk Samboja ditambang. Dampaknya, air waduk yang digunakan warga untuk mandi dan minum ternak tercemar.
Sampai saat ini, kawasan itu ditinggalkan begitu saja oleh penambang ilegal. Kepala Balai Wilayah Sungai Kalimantan III Anang Muchlis mengatakan, kawasan hijau waduk yang ditambang hampir 5 hektar. Buangan limbah tambang dialirkan ke waduk sehingga air waduk tercemar.
”Akibatnya, kadar asam air di tampungan waduk semakin tinggi. Saat ini pH berkisar 3-4. Sementara ukuran baku mutu kualitas air normal pH-nya 6-9,” kata Anang (Kompas, 2/4/2020).
Sebelumnya, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim Pradarma Rupang mengatakan, tambang ilegal harus diusut menyeluruh, bukan hanya pekerja yang menambang. Jika terus dibiarkan, kawasan hijau di Kaltim terancam terus tergerus dan mendatangkan bencana bagi warga di sekitarnya.
”Ini kekosongan negara dalam penegakan hukum. Tambang batu bara ilegal ini mata rantai, ada pemodal, pemasok alat, sampai yang membeli batu bara. Itu semua harus diusut agar aktivitas itu tidak terus berjalan,” kata Rupang.