Modal Asing Kabur, Posisi Investasi Internasional RI Menurun
Penurunan Posisi Investasi Internasional Indonesia sejalan dengan arus keluar modal asing yang meningkat. Ini sebagai dampak peningkatan ketidakpastian global akibat pandemi Covid-19.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Posisi Investasi Internasional Indonesia pada triwulan I-2020 menunjukkan modal asing sudah mulai keluar dari Indonesia bahkan sebelum kasus Covid-19 memuncak. Hal ini memperlihatkan, tantangan meyakinkan investor untuk berinvestasi di pasar modal dan keuangan dalam negeri tidak terlepas dari keseriusan pemerintah menangani pandemi Covid-19, baik di sektor kesehatan maupun ekonomi.
Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia merupakan statistik yang menunjukkan nilai dan komposisi aset finansial luar negeri (AFLN) dan kewajiban finansial luar negeri (KFLN) Indonesia. Baik AFLN maupun KFLN ini mencakup investasi langsung, portofolio, devisa negara, maupun investasi lainnya, seperti piutang dan utang dagang.
Laporan PII Indonesia triwulan I-2020 oleh Bank Indonesia (BI) pada Jumat (26/6/2020) menunjukkan, kewajiban neto Indonesia sebesar 253,8 miliar dollar AS atau 22,5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Posisi ini lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2019 yang sebesar 339,4 miliar atau 30,3 persen dari PDB.
Penurunan kewajiban neto pada triwulan I-2020 ini tercatat sebagai posisi terendah selama enam tahun terakhir. Sebelum ini, PII Indonesia terendah terjadi pada 2018, yaitu sebesar 317,05 miliar dollar AS.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan, penurunan kewajiban neto pada triwulan I-2020 itu diakibatkan posisi KFLN yang turun lebih dalam dari AFLN. Penurunan investasi di instrumen portofolio menjadi penyebab utama menurunnya KFLN pada triwulan I-2020.
“Penurunan itu sejalan dengan arus keluar modal asing yang meningkat. Ini sebagai dampak peningkatan ketidakpastian global akibat pandemi Covid-19,” kata dia.
Penurunan itu sejalan dengan arus keluar modal asing yang meningkat. Ini sebagai dampak peningkatan ketidakpastian global akibat pandemi Covid-19.
BI mencatat, posisi KFLN pada triwulan I-2020 turun 13,5 persen menjadi 616,4 miliar dollar AS, lebih rendah dari dari triwulan IV-2020 yang sebesar 712,9 miliar dollar AS. Arus keluar modal asing khususnya terlihat pada transaksi investasi instrumen surat berharga negara (SBN) domestik dan saham. Penurunan posisi KFLN juga dipengaruhi faktor revaluasi atas instrumen investasi yang berdenominasi rupiah.
Adapun posisi AFLN pada triwulan I-2020 sebesar 362,6 miliar dollar AS atau turun 2,9 persen dibandingkan triwulan IV-2019 yang sebesar 373,4 miliar dollar AS. Penyebab utama menurunnya posisi AFLN adalah transaksi aset dalam bentuk cadangan devisa.
“Penurunan KFLN dan AFLN juga sejalan dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan dan pelemahan rupiah terhadap dollar AS, serta penurunan indeks saham di berbagai negara,” kata Onny.
Meski demikian, Onny meyakini, perkembangan PII Indonesia relatif terjaga dengan struktur utang Indonesia yang didominasi instrumen berjangka panjang. BI juga meyakini, kinerja PII Indonesia akan membaik seiring dengan program pemulihan ekonomi.
"BI tetap akan mewaspadai risiko kewajiban neto PII Indonesia ini terhadap perekonomian,” kata Onny.
Berdasarkan data BI, sepanjang pekan ini atau pada 22-25 Juni 2020, arus modal asing masuk ke pasar keuangan domestik sebesar Rp 3,4 triliun. Aliran dana asing yang masuk itu didukung arus modal masuk lewat pasar SBN sebesar Rp 4,92 triliun. Namun, BI juga mencatat, terdapat aksi jual bersih yang mengakibatkan aliran modal asing keluar pada saat yang bersamaan sebesar Rp 1,52 triliun.
Adapun posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2020 sebesar 130,5 miliar dollar AS, meningkat dibandingkan dengan akhir April 2020 yang sebesar 127,9 miliar dollar AS. Posisi cadangan devisa itu setara dengan pembiayaan 8,3 bulan impor atau 8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Keraguan investor
Sementara itu, Ekonom Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, pelaku pasar sedang harap-harap cemas dan ragu terhadap potensi ketidakpastian kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam menangani Covid-19 dari aspek kesehatan maupun ekonomi menjadi kunci penting untuk mengembalikan kepercayaan investor asing.
Secara psikologis, investor saat ini ragu menanamkan modal mengingat ada tren munculnya gelombang kedua Covid-19 di beberapa negara yang mulai melonggarkan pembatasan sosial. Tak terkecuali, sentimen itu berlaku juga di Indonesia.
“Apalagi, kalau investor melihat kenyataannya dari hari ke hari tingkat kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi, tetapi kita sudah memasuki era normal baru, akan semakin ragu mereka menitipkan modal,” katanya.
Investor saat ini ragu menanamkan modal mengingat ada tren munculnya gelombang kedua Covid-19 di beberapa negara yang mulai melonggarkan pembatasan sosial. Tak terkecuali, sentimen itu berlaku juga di Indonesia.
Menurut Ahmad, sebelum kasus Covid-19 memuncak di Indonesia pun, sudah tercatat adanya arus keluar modal asing yang signifikan pada Januari-Maret 2020. Sebagaimana diketahui, kasus Covid-19 baru diumumkan ditemukan di Indonesia, awal Maret 2020.
Ekonomi Indonesia masih terdampak perang dagang AS-China pada akhir 2019 dan semakin terpuruk karena munculnya Covid-19. PII Indonesia pada triwulan II-2020 diprediksi bisa lebih buruk lagi, mengingat pada saat itu kasus Covid-19 di dalam negeri mulai mencapai puncaknya dan pasar modal sempat terpuruk.
Hal itu, lanjut Ahmad, bisa dilihat dari data moneter sepanjang kuartal II-2020 yang dinamis dan diperbarui setiap bulan. “Kalau dilihat, data-data moneter belum menunjukkan adanya perbaikan. IHSG belum membaik, nilai tukar rupiah juga kembali jatuh, ditambah lagi belum ada tanda-tanda efektivitas dari upaya fiskal,” katanya.