Dengan inovasi dalam pemasaran dan produksi, Tri Indaryany membawa ratusan bungkus rendang ”terbang” ke sejumlah negara Asia dan Eropa, antara lain Italia, Belgia, China, Thailand, dan Inggris.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Tri Indaryany
Pengalaman selama sembilan tahun menekuni dunia multi level marketing memicu semangat Tri Indaryany (37), warga Desa Donorojo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, untuk menjalankan usaha sendiri dan memproduksi rendang dalam kemasan dengan merek Rendang Padang Asli.
Dengan inovasinya dalam pemasaran dan produksi, produk pangan yang sebenarnya sama sekali bukan kuliner khas Jawa Tengah ini bisa diproduksi dan dipasarkan dari Magelang ke seluruh wilayah Indonesia, bahkan ke luar negeri.
Rendang Padang Asli yang dikemas dalam kemasan vakum seberat 270 gram ini juga sering dipesan untuk bekal bagi mereka yang akan bepergian ke luar negeri. Maka, ratusan bungkus rendang ini telah ikut ”terbang” hingga ke sejumlah negara Asia dan Eropa, antara lain Italia, Belgia, China, Thailand, dan Inggris.
Rendang Padang Asli diproduksi sejak tahun 2017. Sesuai mereknya, rendang ini dibuat dengan racikan bumbu khas asli Padang di bawah pengawasan suami Tri yang memang kelahiran Padang dan memiliki dua rumah makan padang di Klaten. Semula usaha ini dijalankan di Klaten. Namun, sejak tahun 2019, kegiatan produksi, pengemasan, dan pengiriman dilakukan di rumahnya di Donorojo, Magelang.
Ratusan bungkus rendang ini telah ikut ’terbang’ hingga ke sejumlah negara.
Tri menjalankan kegiatan produksi setiap dua hari sekali dengan bahan baku 12 kilogram (kg) daging sapi. Empat tenaga kerja membantu proses produksi. Sementara untuk pemasaran, Tri melibatkan 23 agen yang tersebar di sejumlah kota di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Riau. Jumlah agen terus bertambah dan menyebar ke wilayah lain di Indonesia.
”Kami bisa memperluas jaringan pemasaran ke mana saja, tetapi sepertinya tidak mungkin menembus hingga tempat asal rendang di Sumatera Barat,” ujarnya terkekeh.
Agen-agen inilah yang kemudian memasarkan produk dengan melibatkan jasa pedagang lain (reseller) yang selanjutnya akan berhubungan dengan konsumen. Kepada agen, Tri menjual rendang dengan harga Rp 52.000 per bungkus. Harga dari agen ke reseller ditetapkan Rp 60.000 per bungkus, sementara harga di tingkat konsumen ditetapkan Rp 70.000 per bungkus.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Tri Indaryany
Usaha ini dimulai Tri dengan modal sekitar Rp 20 juta. Jika tahun pertama dirinya hanya dapat meraup omzet sekitar Rp 7 juta hingga Rp 8 juta per bulan, sekarang omzetnya telah mencapai Rp 25 juta hingga Rp 30 juta per bulan.
Ide dari MLM
Menurut Tri, usahanya sebenarnya berawal dari iseng. Dari sekadar makan siang dengan menu rendang di rumah makan suaminya tahun 2017, Tri yang terbiasa memotret barang dagangan yang dijualnya dalam bisnis MLM iseng memotret rendang yang akan dia santap.
Setelah mengunggah di media sosial dan di status aplikasi percakapan Whatsapp, foto rendang dari Tri mengudang respons banyak orang. Sejumlah temannya langsung ingin memesan.
Seketika itu, dia terinspirasi untuk memproduksi rendang dalam kemasan. Oleh karena sudah bisa memasak rendang bersama suami, Tri berpikir bahwa upaya selanjutnya yang harus dilakukan adalah belajar tentang teknik pengemasan.
Tri berinisiatif mengikuti sejumlah pelatihan tentang pengemasan. Ilmu yang diperolehnya dipraktikkan pada rendang produksinya. Demi menjaga kualitas produknya, dia pun juga mengikuti pelatihan keamanan pangan yang digelar dinas kesehatan dan mendaftarkan produk rendang untuk mendapatkan izin sebagai produk industri rumah tangga (PIRT).
Selama enam bulan pertama, Tri intens melakukan uji coba, trial and error, dengan mengaplikasikan ilmu yang didapat dari pelatihan. Pada tahap ini, dia sudah sempat memenuhi permintaan rendang di Kabupaten Magelang. Namun, karena adanya kesalahan dalam pengemasan, rendang itu basi. Kondisi tersebut ditanggapinya dengan mengganti produk rusak dengan rendang yang dikemas dengan teknik pengamasan yang lebih tepat.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Tri Indaryany
Dalam perjalanannya, Tri melakukan sejumlah perubahan, mengikuti permintaan dan kebutuhan pasar. Semula, rendang dikemas dalam kemasan 250 gram. Namun, sesuai respons dan masukan dari konsumen, isi ditambah dan kemasan diganti jadi ukuran 270 gram.
Pada 2019, Tri memutuskan pindah ke kampung halamannya di Kabupaten Magelang. Ketika itulah, dia pun menerapkan sistem agen untuk pemasaran produk. Dalam hal ini, dia menerapkan sistem upliner dan downliner yang sebelumnya didapatkan dari bisnis MLM.
Sebagian agen adalah rekan, mitranya di MLM, dan sebagian lain datang dari rekan, teman-teman yang dikenalnya dari berbagai komunitas yang dia ikuti. Sama seperti bisnis MLM, dia menetapkan mekanisme bahwa setiap agen mesti memesan minimal 20 kemasan rendang per bulan.
Dia sengaja tidak menerapkan standar minimal yang terlalu besar karena akan membebani agen. ”Saya sudah mengalami beban standar minimal permintaan yang terlalu besar di bisnis MLM dan saya tidak ingin agen-agen merasakan kondisi serupa,” ujarnya.
Para agen pun pada akhirnya justru berulang kali mengajukan permintaan ulang. Permintaan jadi 2-3 kali lipat di atas standar minimal.
Dari ilmu yang didapatkan di MLM, Tri belajar untuk menghargai jaringan yang telah dibangunnya. Saat menerima permintaan langsung dari konsumen, dia pun selalu bertanya di mana lokasi pembeli dan berupaya menghubungi agen di kota itu untuk memenuhi permintaan. Jika kebetulan konsumen beralokasi di Magelang dan sekitarnya, dia pun menjualnya dengan harga eceran, sama seperti yang ditawarkan reseller ke konsumen.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Tri Indaryany
Tri juga intens promosi dengan strategi bisnis daring. Salah satu upaya pemasaran yang dilakukannya adalah dengan personal branding atau dengan memublikasikan segala sesuatu menyangkut Rendang Padang Asli di status Whatsapp. Dia pun memperluas relasi dengan mengikuti lebih dari 10 komunitas terkait UMKM dan bisnis daring.
Pengembangan
Sejak lama, Tri memang terbiasa berdagang. Sebelum menekuni usaha rendang, dia sempat menjadi produsen susu kedelai. Usaha ini dia jalani bersama suami. Hampir setiap hari mereka memproduksi 400 bungkus susu kedelai.
Pada 2010, Tri menerjuni bisnis MLM. Seiring waktu, karena sudah terlalu banyak permintaan rendang, dia pun memutuskan berhenti dari MLM dan fokus pada usaha rendang tahun 2019.
Dia berkeinginan untuk terus mengembangkan usaha rendang. Saat ini, dia dan suami sudah membeli sebidang tanah dan berencana membangun rumah produksi rendang. Dengan pengembangan itu, dia menargetkan untuk mengembangkan variasi produknya.
”Saya berkeinginan memproduksi rendang variasi lain, seperti rendang paru atau rendang jengkol,” ujarnya.