Tingginya risiko kredit membuat perusahaan pembiayaan meningkatkan uang muka kredit kendaraan sampai 40 persen dari harga mobil.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
Lorenz (30) masih gigit jari. Keinginannya membeli mobil bekas secara kredit terganjal syarat uang muka selangit. Untuk mendapatkan mobil keluarga seharga sekitar Rp 300 juta, ia dimintai uang muka atau DP (down payment) senilai Rp 125 juta.
Ia pun jadi berpikir ulang untuk membeli mobil yang dibutuhkan untuk menghindari kemungkinan terpapar Covid-19 jika harus pulang pergi kerja Jakarta-Tangerang Selatan dengan kereta. Ia juga hanya mengantongi Rp 100 juta, yang didapat dari hasil tabungannya selama 7 tahun bekerja di perusahaan telekomunikasi.
”Uang segitu sebenarnya lebih dari cukup untuk membayar DP mobil. Tapi, itu dulu. Sekarang perusahaan pembiayaan jadi gila-gilaan mematok persyaratan,” ujarnya dengan nada memelas saat dihubungi Kompas, Jumat (26/6/2020).
Selain masalah syarat mendapatkan pembiayaan, keinginannya juga diperumit dengan terbatasnya perusahaan pembayaran yang mau memberikan kredit di tengah pandemi. Dengan kondisi seperti itu, ia pun memilih menunda pembelian.
Kendala pembiayaan juga diakui penjual mobil. Apin, penjual mobil bekas di WTC Mangga Dua, Jakarta Utara, mengatakan, syarat DP tinggi untuk kredit mobil membuat peminat mobil bekas urung melakukan pembelian.
”Kalau DP-nya tinggi, mendingan kredit mobil baru karena pasti ada diskon,” ujarnya yang ditemui Kompas baru-baru ini.
Sebanyak 102 dealer mobil (60 persen) dari total 171 dealer yang disurvei OLX dan BeliMobilGue.co.id pada 17 Mei-1 Juni 2020 mengatakan, pembeli kesulitan mengakses pembiayaan kredit. Padahal, bantuan pembiayaan itu diandalkan 44 persen responden. Sementara 56 persen pembeli pada akhirnya membayar secara tunai.
Upaya mitigasi
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno, yang dihubungi terpisah, mengatakan, kenaikan DP pembelian kendaraan merupakan bentuk mitigasi risiko gagal bayar nasabah. Apalagi, pembiayaan kendaraan memiliki porsi 60-70 persen dari total pembiayaan multifinance.
Kenaikan rata-rata sampai 40 persen, melonjak dari sebelumnya yang hanya 20 persen harga kendaraan. ”DP tinggi pastinya membuat debitor serius untuk membayar,” ujarnya, Jumat.
Selain melakukan penyesuaian uang muka, Suwandi juga mengatakan, hampir 80 persen perusahaan pembiayaan kini tidak lagi membuka kredit pinjaman untuk nasabah baru, terutama sejak April dan Mei.
Belum normalnya perekonomian karena terbatasnya kegiatan usaha dan tingginya angka pengangguran, diakuinya, membuat perusahaan pembiayaan harus berhati-hati. Pertumbuhan industri pembiayaan yang ditargetkan sampai 4 persen pada 2020 pun diprediksi maksimal hanya 1 persen.
Koreksi proyeksi tersebut dinilai cukup relevan mengingat situasi saat ini menurunkan permintaan pembiayaan kredit. Ditambah lagi, perusahaan pembiayaan diminta melakukan restrukturisasi pinjaman kredit untuk meringankan beban ekonomi nasabah yang terdampak pandemi.
APPI mencatat, sampai 16 Juni 2020 sebanyak 3,4 juta dari 4 juta nasabah yang mengajukan restrukturisasi sudah mendapat persetujuan dari perusahaan pembiayaan.
Lalu kapan biaya DP kredit kendaraan bisa terkerek turun? ”Mudah-mudahan awal tahun depan. Harapan kita bisa lebih cepat. Tetapi, ini tergantung kapan pandemi selesai,” kata Suwandi.