BUMN yang berkontribusi sebagai penggerak ekonomi negara tidak akan memikirkan diri sendiri. Himbara akan memprioritaskan UMKM, baik di wilayah perdesaan maupun perkotaan, sehingga dapat kembali hidup dan bergulir.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM menjadi sektor prioritas yang perlu diselamatkan dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional. Komitmen tersebut menjadi acuan bank pelat merah dalam menggunakan penempatan dana pemerintah.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso menyatakan, penempatan dana dari pemerintah akan memperkuat likuiditas Bank BRI. Hal ini berdampak pada peningkatan kapasitas BRI untuk mendukung penuh pemerintah dalam upayanya percepatan pemulihan ekonomi di Indonesia.
”BRI berkomitmen, dana yang diterima tersebut akan mampu meningkatkan ekspansi kredit setidaknya tiga kali untuk mendorong sektor riil, utamanya UMKM,” kata Sunarso dalam keterangan resminya, Kamis (25/6/2020).
Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah memastikan, pemerintah akan menempatkan dana sebesar Rp 30 triliun di bank anggota Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara). Dana ini sebelumnya ditempatkan pemerintah di Bank Indonesia.
Penempatan dana pemerintah di bank badan usaha milik negara (BUMN) tersebut menggunakan mekanisme deposito dengan suku bunga 80 persen dari suku bunga acuan Bank Indonesia. Saat ini, suku bunga acuan BI berada di level 4,25 persen.
Penempatan uang negara di bank BUMN ini bukan tanpa syarat. Bank harus melipatgandakan suntikan likuiditas dari pemerintah setidaknya tiga kali lipat dalam kurun tiga bulan terhitung sejak Juli 2020. Kebijakan itu untuk menjamin suntikan likuditas benar-benar digunakan untuk memutar roda ekonomi.
Sunarso mencontohkan, jika BRI mendapatkan dana Rp 10 triliun, sesuai kesepakatan dengan pemerintah, perseroan harus berekspansi sehingga menghasilkan Rp 30 triliun.
BRI berkomitmen mengejar target tersebut dengan menyasar segmen UMKM yang mendukung sektor pangan, baik pertanian maupun pendukung industri pertanian.
”Selain itu, BRI juga menargetkan sektor distribusi dan fasilitas kesehatan. Namun, fokus paling besar ke pangan,” ujar Sunarso.
Di tengah kondisi yang menantang saat ini, tercatat likuiditas BRI masih berada pada kondisi yang ideal. Hal itu terlihat dari rasio loan to deposit ratio (LDR) BRI yang berada di kisaran 90 persen serta liquidity coverage ratio (LCR) dan net stable funding ratio (NSFR) berada di atas batas minimum sebesar 100 persen.
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir memastikan, BUMN yang berkontribusi sebagai penggerak ekonomi negara tidak akan memikirkan diri sendiri. Himbara akan memprioritaskan UMKM, baik di wilayah perdesaan maupun perkotaan, sehingga dapat kembali hidup dan bergulir.
BUMN menjadi bagian penting asal sesuai dengan catatan Presiden bahwa memiliki rekam jejak yang baik di sektor perbankan serta termasuk industri padat karya. ”Kementerian BUMN dan Himbara akan memastikan kepastian pemulihan ekonomi berjalan dengan baik,” ujar Erick.
BUMN yang berkontribusi sebagai penggerak ekonomi negara tidak akan memikirkan diri sendiri.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo mengatakan, OJK mendukung langkah pemerintah yang menempatkan uang negara kepada bank umum dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional. Sejalan dengan stimulus restrukturisasi kredit dan pembiayaan di perbankan dan perusahaan pembiayaan, sampai dengan 15 Juni 2020, restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai Rp 655,84 triliun dari 6,27 juta debitor.
”Untuk sektor UMKM, nilai restrukturisasi mencapai Rp 298,86 triliun yang berasal dari 5,17 juta debitor. Adapun untuk non-UMKM, realisasi restrukturisasi mencapai 1,1 juta debitor dengan nilai restrukturisasi sebesar Rp 356,98 triliun,” ujarnya.
Sampai dengan 15 Juni 2020, restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai Rp 655,84 triliun dari 6,27 juta debitor.
Berdasarkan monitoring data mingguan, pertumbuhan nilai dan jumlah debitor cenderung melambat. Untuk perusahaan pembiayaan, per 16 Juni 2020, Otoritas Jasa Keuangan mencatat, sebanyak 183 perusahaan pembiayaan sudah menjalankan restrukturisasi pinjaman dengan total nilai mencapai Rp 121,92 triliun.
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 8,87 persen dibandingkan dengan posisi pada Juni 2019. Sementara industri asuransi berhasil menghimpun tambahan premi sebesar Rp 15,6 triliun, dengan rincian asuransi jiwa mencapai Rp 8,86 triliun serta asuransi umum dan reasuransi Rp 6,69 triliun.
Adapun sampai dengan 23 Juni 2020, penghimpunan dana melalui pasar modal tercatat mencapai Rp 39,6 triliun dari 22 emiten. Di dalam antrean daftar perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana, telah terdapat 83 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp 44,6 triliun.