Segera Dibangun Kawasan Ekonomi Perbatasan RI-Timor Leste di Belu
Perbatasan RI-Timor Leste akan dibangun pusat kawasan ekonomi perbatasan di Belu, Nusa Tenggara Timur, melibatkan sejumlah kementerian. Pemerintah akan mengkaji masalah yang dihadapi warga dan potensi di wilayah itu.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Perbatasan RI-Timor Leste akan dibangun pusat kawasan ekonomi perbatasan di Belu, Nusa Tenggara Timur, dengan melibatkan sejumlah kementerian. Pemerintah akan mengkaji masalah yang dihadapi masyarakat, dan potensi daerah perbatasan. Hasil produk pembangunan ini menjadi merek bagi Indonesia di negara tetangga. Anak-anak muda di perbatasan diberdayakan sehingga terlibat langsung dalam pembangunan itu.
Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Nusa Tenggara Timur (NTT) Marius Ardu Jelamu, di Kupang, Selasa (24/6/2020), mengatakan, pemerintah pusat melalui Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) akan membangun tiga pusat kawasan ekonomi perbatasan, salah satu di antaranya di Belu, NTT. Menkopolhukam sebagai pengarah BNPP dan Mendagri sebagai Ketua BNPP telah mengunjungi Belu, Sabtu (20/6/2020).
Pada kesempatan itu, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, pemerintah akan membangun pusat kawasan ekonomi perbatasan RI-Timor Leste. Pusat kawasan ekonomi ini juga dibangun di perbatasan Skouw, perbatasan Jayapura dengan Papua Niugini. Juga perbatasan Aruk, Kalimantan Barat dengan Malaysia, sehingga ada tiga pusat pengembangan kawasan ekonomi perbatasan. ”Ini perintah Presiden agar segera dibenahi kondisi sosial-ekonomi di tiga titik perbatasan negara tersebut,” kata Jelamu.
Pembangunan kawasan perbatasan RI-Timor Leste akan melibatkan sejumlah kementerian. Segera mungkin dikaji masalah-masalah perbatasan, kemudian potensi daerah, dan pembagian tugas dan fungsi dari masing-masing kementerian sehingga tentunya pemda setempat berkoordinasi dengan BNPP.
Tahun 2020 ini, perencanaan itu digagas sesuai perintah Presiden dan 2021 mulai ada aksi nyata di lapangan. (Marius Jelamu)
Masalah mendasar di perbatasan RI-Timor Leste, yakni sosial-ekonomi secara umum, lebih rinci antara lain sektor pertanian lahan kering, peternakan, pendidikan, kesehatan, sarana dan prasarana seperti air bersih, jalan, pasar, jaringan telekomunikasi, dan sumber daya manusia. ”Tahun 2020 ini perencanaan itu digagas, sesuai perintah Presiden dan 2021 mulai ada aksi nyata di lapangan,” kata Jelamu.
Jika pembangunan kawasan ekonomi terpadu terealisasi, tentu sejumlah masalah perbatasan dapat diselesaikan. Misalnya, jaringan teknologi informasi RI di perbatasan yang selama ini dikeluhkan masyarakat perbatasan. Jaringan Timor Telkom milik Timor Leste sejak 2006 menyedot pulsa Telkomsel warga perbatasan jutaan rupiah sampai hari ini.
Jaringan Timor Telkom masuk sampai belasan kilometer di wilayah perbatasan NKRI. Masyarakat perbatasan telah mempersoalkan hal ini, tetapi sampai hari belum teratasi.
Memanfaatkan potensi
”Paling penting pengembangan industri di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah di berbagai sektor dengan memanfaatkan sumber daya alam di perbatasan. Warga perbatasan dilatih sejumlah kerajinan, seperti usaha mebel, kerajinan bambu, usaha sablon, dan perabot dapur, dan rumah tangga lain. Pelatihan itu bila perlu melibatkan lembaga swadaya masyarakat lokal,” katanya.
Jika semua kementerian terlibat dalam pembangunan itu, persoalan kemiskinan dan keterbelakangan di pintu gerbang NKRI itu segera diatasi. Masyarakat di perbatasan merasa bangga sebagai WNI, mampu bersaing dengan negara tetangga.
Ia mengatakan, persoalan perbatasan tidak hanya terpusat di Belu, tetapi juga di Kabupaten Malaka, Timor Tengah Utara, dan Kabupaten Kupang. Empat kabupaten ini berbatasan langsung dengan Timor Leste. Persoalan yang ada di sana hampir sama, yakni kemiskinan dan keterbelakangan.
Kepala Badan Pengelolaan Perbatasan NTT Linus Lusi mengatakan, pembangunan ekonomi perbatasan dilakukan untuk melahirkan produk-produk unggulan sebagai merek Indonesia bagi negara tetangga. Hasil-hasil produk di wilayah itu akan dipasarkan di Timor Leste, selain meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.
Hasil produk pertanian, peternakan, industri rumah tangga, dan lainnya dapat dipasarkan juga di sejumlah pasar perbatasan, seperti Motaain, Motamasin, Turiskain, Napan, dan pasar perbasan Wini. Di pasar itu hadir pula masyarakat perbatasan Timor Leste. Khusus pasar perbatasan Motaain mulai ramai dikunjungi warga kedua negara sejak Oktober 2019. Pasar ini berada di dalam wilayah Pos Lintas Batas Negara.
Anggota DPRD NTT, Boni Jebarus, mengatakan, yang paling penting dalam pembangunan ekonomi perbatasan adalah pemberdayaan masyarakat lokal. Bagaimana pemerintah memberikan pelatihan dan keterampilan kepada anak-anak muda yang terlibat di bidang pertanian, peternakan, usaha mikro, kecil, dan menengah, dan industri kerajinan rumah tangga.
Jika anak-anak muda ini diberdayakan, mereka tidak akan menjadi TKI. Keterbatasan lowongan kerja mendorong ribuan pencari kerja dari daerah itu menjadi TKI, yang sebagian besar ilegal.
”Belu, Malaka, Timor Tengah Utara, dan Kabupaten Kupang memiliki potensi ternak sangat besar. Anak-anak muda pencari kerja dapat diberdayakan di sektor ini. Tidak hanya ternak sapi dan babi yang sudah popoler di sana, tetapi juga kambing, ayam, bebek, puyuh, dan jenis ternak lain,”kata Jebarus.
Anak-anak muda ini bisa magang di luar NTT, pulang dan mengembangkan hasil pelatihan tersebut. Misalnya, industri sepatu, sandal, topi, keset, sapu, ember, dan lain-lain dalam jumlah besar kemudian dikirim ke negara tetangga.