Dampak pandemi Covid-19 turut menekan harga sejumlah komoditas pangan di tingkat petani. Penurunan produksi berpotensi memicu krisis pangan. Jaminan penyerapan dengan harga layak bisa menyelamatkannya.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gelombang pandemi Covid-19 menggulung segenap sisi perekonomian. Tak terkecuali sektor pertanian pangan yang menjadi sumber penghidupan jutaan petani, peternak, nelayan, dan pembudidaya ikan.
Harga sejumlah komoditas pangan anjlok di tingkat petani seiring lesunya permintaan. Jika tidak diatasi segera, situasi ini berpotensi memunculkan krisis pangan dalam jangka menengah karena produksi turun.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifi, berpendapat, ancaman krisis pangan di Indonesia dipicu oleh sisi permintaan (demand side). ”Krisis bisa jadi lebih parah jika ketersediaan pangan ikut menurun,” ujarnya dalam web seminar tentang kedaulatan pangan dalam rangka peringatan bulan Bung Karno yang digelar PDI-P, Selasa (23/6/2020).
Lesunya permintaan antara lain tecermin dalam nilai tukar petani (NTP) yang merosot lima bulan terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, NTP terus turun dari 104,16 pada Januari menjadi 99,47 pada Mei, sejalan dengan turunnya indeks harga yang diterima petani. NTP di bawah 100 mengindikasikan pendapatan petani lebih rendah dibandingkan biaya kebutuhannya.
Oleh sebab itu, lanjut Bustanul, saat ini Indonesia perlu merevitalisasi sistem pangan nasional. Mengutip kerangka yang disusun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dia menyebutkan, penguatan logistik dan distribusi pangan serta pemanfaatan rantai pasok daring jadi salah satu aspek penting. Selain itu, kepastian penyerapan bagi produsen pangan, seperti pembelian gabah/beras oleh Perum Bulog di tingkat petani, perlu tetap berjalan.
Dalam tiga bulan terakhir, harga sejumlah komoditas turun, bahkan anjlok, di tingkat petani, nelayan, dan peternak. Selain turunnya permintaan seiring masifnya pembatasan sosial dan gangguan distribusi logistik, penurunan harga terjadi seiring meningkatnya pasokan di tengah panen raya. Pantauan Kompas di sejumlah sentra produksi telur dan daging ayam, jagung, ikan, padi, dan cabai di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung menunjukkan situasi itu.
Produsen lokal
Terkait kepastian penyerapan hasil panen petani, Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti menceritakan, pembagian bantuan pangan kepada warga Tabanan selama pandemi Covid-19 memanfaatkan produksi petani setempat. Paket bantuan pangan itu adalah beras dari petani, telur ayam dari peternak, serta minyak goreng hasil olahan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal.
Dalam jangka menengah dan panjang, kata Wiryastuti, pemerintah daerah telah mewajibkan aparatur sipil negara (ASN) setempat membeli produk pangan lokal, salah satunya beras dari petani.
”Dengan jaminan penyerapan ini, kami membangun kepercayaan dengan petani dan menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada petani. Dampaknya, petani semakin giat dalam memproduksi pangan karena adanya jaminan kesejahteraan. Selain itu, perputaran uang pun berpusat di Tabanan,” ujarnya dalam seminar itu.
Data pemerintah Tabanan menunjukkan, produksi beras pada 2019 mencapai 112.216 ton. Dengan konsumsi sebesar 50.281 ton, surplus beras di Tabanan berkisar 61.935 ton tahun lalu. Surplus itu dialirkan ke daerah lain, bahkan diekspor ke sejumlah negara. Hal ini juga berlaku pada komoditas lain yang jadi produk unggulan Tabanan, seperti kopi, kakao, dan kelapa.
Agar bernilai tambah dan berdaya saing, Wiryastuti menyatakan, pemerintah daerah memberikan pelatihan terkait citra produk, pengolahan produk, dan pengemasan produk. Selain itu, pemerintah juga memberdayakan badan usaha milik desa (bumdes) dengan bantuan modal awal sebesar Rp 200 juta per bumdes.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Kelautan, Perikanan, dan Nelayan DPP PDI-P Rokhmin Dahuri mengimbau, kader partai di daerah mesti turun tangan untuk memastikan adanya bantuan bagi produsen pangan, seperti petani, peternak, nelayan, dan pembudidaya ikan. Bantuan itu berasal dari pemerintah dan digelontorkan sebagai jaring pengaman sosial di tengah pandemi Covid-19.
Selain itu, Rokhmin berpendapat, kader partai di daerah mesti mampu menjaga keberlangsungan industri pengolahan produk pertanian, peternakan, dan perikanan sehingga dapat tetap menyerap hasil panen produsen pangan dengan harga yang layak. Dia menyarankan pemanfaatan kanal daring untuk pemasaran.
Penyaluran beras
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengumumkan telah menuntaskan penugasan pemerintah yang berupa penyaluran bantuan sosial beras tahap I dan II. Bulog bekerja sama dengan Kementerian Sosial dalam penyalurannya.
Bantuan tahap I dan II menyasar 3,25 juta warga terdampak pandemi Covid-19 di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Total beras yang disalurkan mencapai 82.988 ton.
Budi mengatakan, Bulog mendapatkan tugas menyalurkan beras untuk 10 juta keluarga penerima manfaat. Total beras yang akan disalurkan setara dengan 900.000 ton.