Menjaga Daya untuk Berjaya di Tengah Pandemi
Usaha mikro, kecil, dan menengah tak luput dari pukulan pandemi Covid-19. Namun, mereka bertahan demi komitmen melalui adaptasi dan inovasi.
”Meski terlambat, saya bisa membayar tunjangan hari raya untuk karyawan. Di momen itulah saya hampir menangis,” ujar pendiri dan CEO Torch.id Ben Wiriawan.
Ia mengenang awal mula merambah bisnis produksi pakaian alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis pada masa pandemi Covid-19. Langlah itu demi memenuhi komitmen mempertahankan karyawan.
Bukan hal yang gampang bagi Torch.id–yang dikenal sebagai produsen perlengkapan kegiatan luar ruang, seperti naik gunung atau berkemah–untuk mengubah produksi. Selama ini, merek ini identik dengan tas punggung atau ransel, jaket, atau topi.
Tak lama setelah kasus Covid-19 pertama diumumkan di Indonesia pada 2 Maret 2020, penjualan produk anjlok hingga 50 persen. Namun, Ben tak ingin mengurangi jumlah karyawan yang selama ini membantunya dalam proses produksi. Ia juga tak ingin memutus hubungan kerja dengan sejumlah mitra usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang selama ini turut menghasilkan produk Torch.id.
Kebetulan, pada akhir Maret, rekannya yang bekerja di sebuah rumah sakit meminta bantuan Ben untuk memproduksi APD bagi tenaga medis. Permintaan itu disanggupi. Gayung pun bersambut.
”Saya melihat ada kesamaan standar yang mesti dipenuhi APD dan jaket kegiatan luar ruang yang diproduksi perusahaan. Keduanya mesti tahan air tetapi bisa meloloskan udara. Di sinilah benang merahnya,” kisah Ben yang dihubungi, Sabtu (20/6/2020).
Ben pun mendatangi Laboratorium Mikrobiologi Institut Teknologi Bandung untuk menguji standar pakaian APD buatan Torch.id yang diproduksi di Bandung, Jawa Barat. Bukan perkara mudah untuk memenuhi standar APD bagi tenaga medis. Pada percobaan kelima, barulah pakaian APD produksi Torch.id disetujui karena memenuhi standar bagi tenaga medis.
Produksi lantas diperbanyak, termasuk melibatkan jaringan UMKM bidang penjahitan. APD itu resmi dikenalkan kepada konsumen melalui video pada awal April untuk mengawali pemesanan.
Hingga kini, kendati badai pandemi Covid-19 menerpa perekonomian Indonesia, 80 karyawan Torch.id tetap bertahan. Tak ada pengurangan karyawan. Perusahaan itu juga menjangkau setidaknya sekitar 300 penjahit skala UMKM yang membantu menghasilkan produk.
Tak hanya dalam proses produksi, karyawan di toko Torch.id juga dipertahankan. Caranya, dengan meningkatkan kemampuan karyawan di bidang teknologi digital, khususnya dalam memasarkan produk.
”Saya minta yang biasanya menjaga toko untuk menjual produk perusahaan di kanal perdagangan secara elektronik,” ujarnya.
Tak hanya cukup bertahan, kini Ben juga sedang menyiapkan laman resmi Torch.id untuk menjual produk makanan-minuman olahan UMKM. Makanan-minuman itu biasanya diburu masyarakat yang berwisata sebagai buah tangan. Kini, giliran buah tangan itu akan mendatangi konsumen yang tak bisa berwisata.
Dampak pandemi Covid-19 bagi perekonomian Indonesia terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang merosot. Pada triwulan I-2020, perekonomian Indonesia tumbuh 2,97 persen. Angka ini jauh di bawah triwulan IV-2019 sebesar 4,97 persen.
Tahun ini, Bank Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia tumbuh 0,9-1,9 persen. Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan tahun ini ekonomi Indonesia tumbuh 1 persen, sedangkan Bank Dunia 0 persen dan Dana Moneter Internasional memproyeksikan 0,5 persen.
Baca juga: UMKM Terpukul Krisis akibat Pandemi Covid-19
Namun, di tengah kondisi perekonomian yang sulit, selalu ada celah untuk bertahan. Bahkan, ada peluang untuk mengembangkan usaha.
Ajak disiplin
Nammina Home, milik Vanda Yuli, semula menyediakan sejumlah produk seperti tas kanvas, sarung bantal, tas tangan, celemek memasak, dan boneka.
Pandemi Covid-19 justru membuka peluang bagi Yuli untuk mengembangkan usaha. Ia kini juga menawarkan tas kanvas dan masker dengan desain senada.
Lewat desain itu, Vanda mengajak masyarakat untuk disiplin menjaga jarak fisik di tengah pandemi. Pesan itu, misalnya ”V_R_S Only I and U can stop spreading Cov-19 with Social Distancing”.
Vanda mengisahkan, salah satu tujuan produksi masker dan tas kanvas itu untuk mempertahankan tenaga kerja di Nammina Home. Pilihan jatuh pada masker, yang dinilai sebagai salah satu peranti yang wajib dikenakan masyarakat saat ini.
Tak bekerja sendiri, Vanda berkolaborasi dengan Rumah Desain 2A yang melibatkan sejumlah ilustrator. ”Kolaborasi menjadi sangat penting dalam mengembangkan usaha di tengah pandemi Covid-19,” ujar Vanda.
Sementara, Perkumpulan Lawe yang bergerak di bidang pengembangan tenun tradisional melalui pemberdayaan perempuan memilih terlibat dalam pencegahan penualaran Covid-19 melalui pembuatan masker. Lawe membuat masker dari kain tenun, seperti lurik buatan Yogyakarta, yang dipasarkan melalui lamannya ataupun media sosial.
”Ini cara kami berinovasi dan beradaptasi di tengah pandemi Covid-19,” kata Manajer Program Lawe Fitria Werdiningsih, Minggu (21/6/2020).
Ini cara kami berinovasi dan beradaptasi di tengah pandemi Covid-19.
Nilai sosial tetap diusung Lawe dalam produksi masker di masa pandemi, yakni lewat harga yang terjangkau.
Jutaan UMKM di Indonesia tengah berjuang menghadapi kondisi perekonomian yang berat di masa pandemi. Mereka berinovasi dan beradaptasi tanpa meninggalkan komitmen dan nilai-nilai sosial.