”Start Up” Indonesia Kini Punya Akses ke Silicon Valley
StartupIndonesia berkolaborasi dengan Draper University, perguruan tinggi yang berlokasi di Silicon Valley, California, AS. Ada 50 mentor yang ahli dalam perusahaan rintisan di Silicon Valley yang siap mendampingi.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Melalui kelas virtual dan pendampingan secara daring, pelaku usaha rintisan atau start up Indonesia dapat bertukar pikiran dengan mentor-mentor di Silicon Valley, Amerika Serikat. Pendampingan ini akan menekankan kearifan lokal yang diusung para pelaku usaha rintisan di Tanah Air.
Akses pendampingan itu merupakan wujud kolaborasi StartupIndonesia dengan Draper University, perguruan tinggi yang berlokasi di Silicon Valley, California, Amerika Serikat (AS). Silicon Valley telah dikenal di tataran global sebagai salah satu pusat usaha rintisan berbasis teknologi digital.
Chairwoman StartupIndonesia sekaligus CEO Bubu.com Shinta Dhanuwardoyo, Sabtu (20/6/2020), mengatakan, kolaborasi ini bertujuan membuka pandangan pelaku usaha rintisan Indonesia pada perkembangan dan pandangan dari ahli-ahli di Silicon Valley. Kerja sama ini penting mengingat Indonesia masih menghadapi tantangan kesenjangan akses terhadap mentoring tenaga ahli.
Sering kali, usaha-usaha rintisan yang ada di Jakarta atau Pulau Jawa yang mendapatkan akses bimbingan mentor, bahkan pendanaan. ”Harapannya, kolaborasi ini juga memberikan akses pada pelaku start up di seluruh wilayah Indonesia untuk mendapatkan mentoring dari experts di Silicon Valley,” katanya dalam seminar daring di Jakarta.
Kolaborasi ini bertujuan membuka pandangan pelaku usaha rintisan Indonesia pada perkembangan dan pandangan dari ahli-ahli di Silicon Valley.
Head of Partnership and Relations Draper University Mareme Dieng mengemukakan, institusi ingin menghubungkan antara sumber daya yang ada di Silicon Valley dan ekosistem teknologi di tingkat internasional. Oleh sebab itu, kemitraan tersebut sangat penting untuk menjangkau pelaku usaha rintisan di Indonesia.
Draper University didirikan Tim Draper, pemodal ventura. Lembaga itu memiliki portofolio di sejumlah perusahaan terkemuka berbasis teknologi digital, seperti Skype, Twitter, dan SpaceX.
Product Manager Draper University Fatih Unver memerinci, ada dua program virtual yang dapat diikuti pelaku usaha rintisan Indonesia dan berlangsung selama dua pekan, yakni pada Juli dan Agustus mendatang. Dalam program virtual ini, terdapat 50 mentor yang merupakan ahli dalam perusahaan rintisan di Silicon Valley serta mendampingi dan membimbing peserta program.
Materi dalam program ini terdiri dari dasar-dasar kewirausahaan, pengelolaan keuangan, pemasaran, strategi penjualan, pengembangan tim dan sumber daya manusia, serta kepemimpinan. Pada akhir program, peserta berkesempatan mempresentasikan usaha rintisannya atau pitch ini di hadapan Tim Draper sehingga berpeluang untuk mendapatkan pendanaan.
”Setiap rincian program akan ditampilkan di laman StartupIndonesia.co. Pelaku usaha rintisan Indonesia juga dapat memantau media sosial StartupIndonesia untuk seminar-seminar daring yang diadakan bersama Draper University,” ujarnya.
Setiap rincian program akan ditampilkan di laman StartupIndonesia.co. Pelaku usaha rintisan Indonesia juga dapat memantau media sosial StartupIndonesia untuk seminar-seminar daring yang diadakan bersama Draper University.
Dalam kolaborasi ini, Mareme menekankan pentingnya kearifan lokal untuk diangkat para pelaku usaha rintisan dari negara atau wilayahnya masing-masing. Hal ini menjadi konteks dasar bagi problematika yang hendak diselesaikan oleh para pelaku usaha rintisan.
”Institusi kami hanya memberikan ’alat dan perlengkapan’, seperti metode design thinking atau memahami perjalanan pelanggan dalam memanfaatkan teknologi yang ditawarkan untuk menghadapi konteks tersebut,” kata Marame.
Shinta juga menilai kemampuan pelaku usaha rintisan Indonesia dalam memahami kondisi sekitar merupakan aspek yang penting. ”Kearifan lokal membuat pelaku start up dapat memahami kebiasaan, budaya, dan pasar yang mereka hadapi,” ujarnya.
Terkait kearifan lokal, Fatih menyatakan, tidak semua solusi berbasis teknologi digital bisa diterapkan di seluruh wilayah. Dia menyebutkan, ada perusahaan berbasis teknologi digital yang gagal lantaran mereplikasi produknya di semua jenis komunitas dan negara.
Di tengah pandemi Covid-19, Mareme menilai peluang pendanaan dan investasi bagi pelaku usaha rintisan masih terbuka. Kuncinya, usaha rintisan tersebut menawarkan solusi secara jangka panjang untuk menjawab problematika fundamental.
Menurut Fatih, kondisi perekonomian yang terpukul akibat pandemi Covid-19 membuat problematika-problematika yang membutuhkan solusi berbasis teknologi digital lebih mudah dikenali. ”Pengelompokan konsumen pun menjadi lebih mudah. Peluang ini perlu ditangkap oleh pelaku usaha rintisan sehingga mereka dapat memiliki ide dan memproduksi solusi,” ujarnya.
Head of StartupIndonesia Erwin Arifin berpendapat, pandemi Covid-19 membuat pelaku usaha rintisan di Indonesia menunjukkan daya tahannya dan strategi-strategi adaptasinya. Kedua aspek ini menjadi sinyal positif untuk menggaet investor bagi usaha rintisan.