Normal Baru di Kota Kupang, Warga Masih Mengabaikan Protokol Kesehatan
Praktek normal baru di Nusa Tenggara Timur, khususnya di Kota Kupang tidak berjalan sesuai protocol kesehatan. Warga beraktivitas di luar rumah tanpa mengenakan masker, dan menjaga jarak.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Praktik normal baru di Nusa Tenggara Timur, khususnya di Kota Kupang tidak berjalan sesuai protocol kesehatan. Warga beraktivitas di luar rumah tanpa mengenakan masker, dan menjaga jarak. Tidak ada petugas pengawas di lapangan yang mengingatkan warga, terutama di pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan pesta pernikahan yang melibatkan ratusan orang.
Direktur Yayasan “Tukelakang”, Nusa Tenggara Timur (NTT), Marianus Minggo di Kupang, Jumat (19/6) mengatakan, praktik hidup normal baru di NTT, berlaku 15 Juni 2020 sudah diterapkan baik zona hijau maupun merah Covid-19. Kota Kupang termasuk salah satu dari 12 daerah zona merah, dengan jumlah 34 kasus positif Covid-19, merupakan kasus tertinggi di provinsi ini.
“Normal baru, protokol kesehatan mestinya diperketat karena di saat aktivitas di luar rumah, di tengah kerumunan warga, sangat berisiko terjadi penularan Covid-19. Tetapi yang terjadi di lapangan sebaliknya. Masyarakat mengabaikan semua ketentuan itu saat beraktivitas di luar rumah, dalam perjumpaan banyak orang,”kata Minggo.
Normal baru dipahami sebagian besar masyarakat, kehidupan bebas tanpa masker, tanpa menjaga jarak, dan tidak perlu mencuci tangan. Ini terjadi di semua sektor, di pasar tradisional, pusat perbelanjaan, restauran, pesta nikah, seminar, dan berbagai jenis pertemuan yang melibatkan banyak orang.
Normal baru, protokol kesehatan mestinya diperketat karena di saat aktivitas di luar rumah, di tengah kerumunan warga, sangat berisiko terjadi penularan Covid-19. Tetapi yang terjadi di lapangan sebaliknya. Masyarakat mengabaikan semua ketentuan itu saat beraktivitas di luar rumah, dalam perjumpaan banyak orang (Marianus Minggo)
Paling memprihatinkan adalah kehidupan para pedagang di pasar-pasar tradisional. Mereka bertemu dengan ratusan konsumen yang datang berbelanja, tetapi mereka sendiri tidak mengenakan masker. Mereka malah duduk berdampingan satu sama lain, saling bercerita di saat tidak ada konsumen yang berbelanja.
Kondisi di pasar-pasar tradisional tidak jauh beda dengan kondisi di pusat layanan penjualan tiket feri, kapal laut, dan di dermaga Feri. Warga berjubel mendapatkan tiket untuk bepergian ke daerah tujuan, setelah sekitar bulan tertahan di Kupang karena Covid-19, melalu program tinggal dalam rumah.
Warga tidak peduli dengan penyebaran Covid-19, yang penting mereka bisa dapatkan tiket untuk berangkat. Padahal, penjualan tiket feri ini bisa diatur secara on line, atau bisa dijual di beberapa loket sehingga calon penumpang tidak berjubel di loket penjualan tiket, di Dermaga Bolok, 30 km dari Kota Kupang.
Tidak hanya itu, di dalam kapal pun tidak diterapkan protokol kesehatan. Penumpang duduk dan tidur saling berdempetan. Sebagian dari mereka mengenakan masker tetapi sebagian juga tidak bermasker.
Menurut Minggo, saat normal baru diberlakukan, peran Ketua RT/RW dan lurah yang sebelumnya begitu gencar mengingatkan warganya, saat normal baru mereka berhenti bekerja. Warga beraktivitas bebas tanpa control atau pengawasan dari ketua RT/RW dan tim Gugus Tugas Covid-19.
Di kelurahan Nasipanaf, Kupang bahkan digelar pesar nikah dengan melibatkan ratusan orang. Undangan datang tidak mengenakan masker, sambil berjabat tangan, ngobrol, tertawa, dan ciuman tradisional dengan cara saling tanduk hidung. Penitia pesta tidak mengingatkan hadirin, atau tidak menyediakan tempat cuci tangan.
Di pasar-pasar, dan pusat perbelanjaan, tidak ada lagi petugas yang mengingatkan pedagang dan pengunjung agar menerapkan prokol kesehatan. Ada beberapa orang mengenakan masker, tetapi kadang masker itu diletakan di dagu.
Selalu waspada
Masyarakat harus selalu diingatkan agar tetap waspada, mengikuti protocol kesehatan pemerintah. Rata-rata pedagang dan pengunjung pasar tidak paham soal penyebaran dan dampak Covid-19 sehingga peringatan itu penting bagi mereka.
Vinsensia Boli (52) salah satu pedagang sayur di Pasar Tradisional Penfui Kota Kupang mengatakan, mengenakan masker membuat dirinya sulit bernapas, sejak empat bulan terakhir. Karena itu, ketika normal baru diberlakukan, ia berhenti menggunakan masker selama berjualan di pasar.
“Saya tidak sakit asma, sehat saja. Suami pun sempat tegur. Tetapi di dalam pasar ini banyak pedagang tidak mengenakan masker. Kalau mereka pakai pun, masker digantung di dagu,”kata Vinsensia.
Ia mengatakan, selama kasus Covid-19 pertama muncul di Kota Kupang, 10 April 2020, semua warga Kupang begitu takut. Pemahaman warga, begitu terserang Covid-19, pasien langsung meninggal. Tetapi tidak demikian, terbukti lebih banyak pasien Covid-19 di Kota Kupang yang sembuh dibanding meninggal.
Di Pasar itu, wadah untuk cuci tangan lengkap dengan kran air, yang dibangun Pemkot Kupang di dalam pasar, tidak dimanfaatkan sesuai tujuan. Air itu justru digunakan pedagang membasahi sayur dan buah-buahan, yang dijual agar tidak mudah layu, kering.
Sementara di pintu masuk kantor-kantor di lingkungan Pemprov NTT dan Pemkot Kupang, tidak ada petugas melakukan pengukuran suhu tubuh bagi setiap PNS dan masyarakat umum yang datang dengan alat “thermo gun”. Hanya disiapkan wadah cuci tangan dengan sabun cair, tetapi sangat jarang orang yang datang memanfaatkan wadah itu mencuci tangan.
Satpam, Satpol, atau petugas PNS yang berjaga di depan pintu masuk tidak mengarahkan pengunjung mencuci tangan sebelum masuk atau keluar kantor. Orang masuk-keluar kantor begitu bebas, tanpa menjalankan kewajiban normal baru.
Pemberlakuan
Jubir Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Covid-19 NTT Marius Ardu Jelamu mengatakan, Gubernur NTT sudah jelas menerbitkan surat keputusan (SK) Nomor 26/2020 tentang pemberlakuan normal baru,15 Juni 2020. SK itu mestinya dibaca, dihayati, dan disosialisasikan semua bupati dan wali kota kepada masyarakat.
“Para bupati dan wali kota mengontrol dan mengawasi masyarakat dalam menerapkan protocol kesehatan pada saat pemberlakuan normal baru, di lapangan. Mereka juga berkoordinasi dengan TNI dan Polri untuk melakukan operasi di tempat-tempat umum bagi warga yang mengabaikan protocol kesehatan,”kata Jelamu.
Ia menegaskan, tidak ada cara lain mencegah penyebaran Covid-19, selain masyarakat sendiri harus patuh, mengikuti protap kesehatan. Pemerintah mengingatkan dan mengawasi, realisasi di lapangan masyarakat sendiri.
Angkutan kota yang selama ini mengangkut 15 orang, saat normal baru hanya 6-7 orang. Demikian pula saat warga antre membeli tiket, atau menunggu giliran layanan pajak kendaraan, dan lainnya. Mereka tetap mengenakan masker dan berjarak 1 meter.
“Kalau ibadah saja harus jaga jarak dan peserta dikurangi, pesta nikah dan pesta lain pun demikian. Ketua RT/RW dan aparat keamanan bertugas menertibkan itu,”kata Jelamu.