Nasib Perdagangan dan Investasi RI di Tengah Pandemi
FDI global pada tahun ini bisa turun 40 persen dari 2019 yang senilai 1,5 triliun dollar AS. Anjloknya pertumbuhan FDI global akan terus berlanjut pada 2021 sebesar 60 persen menjadi 900 miliar dollar AS.
Pekan ini, Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) merilis laporan tentang proyeksi perdagangan dan investasi. UNCTAD menyebutkan pandemi Covid-19 membuat kedua sektor pendorong pertumbuhan ekonomi global dan setiap negara itu turun tajam.
Di sektor perdagangan, pada 11 Juni 2020, UNCTAD menyebutkan nilai perdagangan barang diperkirakan turun 5 persen pada triwulan I-2020 dan menukik tajam 27 persen pada triwulan II-2020. Untuk keseluruhan tahun ini, pertumbuhan volume perdagangan diperkirakan turun 20 persen.
Salah satu indikatornya ialah indeks manajer pembelian (PMI) sejumlah negara kontributor perdagangan dunia yang berada di bawah 50 selama April-Mei 2020. UNCTAD mendata, PMI permintaan ekspor China pada April dan Mei 2020 sebesar 33,5 dan 35,8, Amerika Serikat 35,3 dan 39,5; serta komposit sejumlah negara Eropa 13,6 dan 31,9.
Kemudian pada 16 Juni 2020, UNCTAD menyebutkan aliran investasi langsung (FDI) global pada tahun ini bisa turun sebesar 40 persen dari 2019 yang senilai 1,5 triliun dollar AS. Penurunan akibat imbas pandemi ini akan mendorong nilai FDI global ke bawah 1 triliun dollar AS atau lebih rendah dari imbas krisis finansial 2008 terhadap investasi 2009 yang sebesar 1,2 triliun dollar AS.
Anjloknya pertumbuhan FDI global akan terus berlanjut pada 2021 sebesar 60 persen menjadi 900 miliar dollar AS. Sebab, perusahaan-perusahaan besar di dunia tengah berupaya memulihkan keuangannya akibat imbas pandemi pada 2020. FDI baru akan naik secara bertahap pada akhir 2021 hingga sepanjang 2022.
FDI global pada tahun ini bisa turun sebesar 40 persen dari 2019 yang senilai 1,5 triliun dollar AS. Anjloknya pertumbuhan FDI global akan terus berlanjut pada 2021 sebesar 60 persen menjadi 900 miliar dollar AS.
Aliran FDI ke Asia yang menjadi tujuan terbesar investor asing diperkirakan turun 30 persen-45 persen pada 2020. Perekonomian Asia, terutama Vietnam, Indonesia, dan Thailand, juga akan terpukul.
Bagaimana dengan Indonesia? Tiga bulan sejak Indonesia mengumumkan kasus positif Covid-19, kinerja perdagangan Indonesia mulai terseok-seok. Badan Pusat Statistik mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada Januari-Mei 2020 surplus 4,31 miliar dollar AS. Namun, ekspor dan impor sama-sama turun tajam.
Bahkan, per Mei 2020, ekspor tumbuh negatif untuk pertanian, manufaktur, dan pertambangan, sementara impor turun curam untuk barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal.
Nilai ekspor sebesar 10,53 miliar dollar AS dan impor 8,44 miliar dollar AS. Nilai ekspor menurun 28,95 persen dibandingkan dengan kondisi pada Mei 2019 dan menurun 13,4 persen dibandingkan dengan April 2020. Sementara impor menurun jauh lebih dalam, yakni 42,2 persen dibandingkan dengan Mei 2019 dan menurun 32,65 persen dibandingkan dengan April 2020.
Baca juga: Ekspor-Impor Indonesia Semakin Tertekan
Hingga kini, Kementerian Perdagangan masih belum merevisi target ekspor nonmigas tahun ini. Kementerian Perdagangan tetap mempertahankan target pertumbuhan ekspor nonmigas tahun ini sebesar 5,2 persen-9,8 persen kendati tantangan perdagangan dunia semakin meningkat karena korona.
Kementerian Perdagangan tetap mempertahankan target pertumbuhan ekspor nonmigas tahun ini sebesar 5,2 persen-9,8 persen kendati tantangan perdagangan dunia semakin meningkat karena korona.
Di bidang investasi, Indonesia sempat mencatatkan pertumbuhan yang menggembirakan pada triwulan I-2020, yaitu tumbuh 8 persen dibandingkan dengan periode sama 2019. Nilai investasi pada triwulan I-2020 sebesar Rp 210,7 triliun.
Kenaikan terbesar berasal dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang meningkat 29,3 persen menjadi Rp 112,7 triliun. Adapun penanaman modal asing (PMA) turun 9,2 persen menjadi Rp 98 triliun.
Baca juga : Sektor Perdagangan Melempem
Realisasi PMDN dan PMA pada periode tersebut didominasi oleh sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi (23,4 persen); industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya (11,6 persen); listrik, gas dan air (8,6 persen); perumahan, kawasan industri dan perkantoran (8,4 persen), serta tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan (8,2 persen).
Dalam Laporan Investasi Dunia 2020, UNCTAD menyebutkan Indonesia menerima aliran FDI sebesar 23 miliar dollar AS pada 2019. Sebelumnya, pada 2018, Indonesia menerima FDI sebesar 21 miliar dollar AS. Pada tahun ini, nilai FDI Indonesia diperkirakan turun antara 30 persen dan 40 persen.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menargetkan investasi pada 2020 sebesar Rp 886,1 triliun. Namun, akibat imbas pandemi Covid-19, BKPM telah menyiapkan dua skenario penurunan investasi pada akhir April 2020. Pertama, target realisasi investasi diperkirakan turun menjadi Rp 850 triliun jika pandemi Covid-19 berakhir Mei 2020. Kedua, target realisasi investasi menjadi Rp 817 triliun jika pandemi Covid-19 dapat berakhir Juli 2020.
BKPM telah menyiapkan dua skenario penurunan investasi Pertama, target realisasi investasi diperkirakan turun menjadi Rp 850 triliun jika pandemi Covid-19 berakhir Mei 2020. Kedua, target realisasi investasi menjadi Rp 817 triliun jika pandemi Covid-19 dapat berakhir Juli 2020.
Baca juga : Pemerintah Revisi Target Investasi Tahun 2020
Berbagai upaya
Untuk menekan laju penurunan perdagangan internasional, Kementerian Perdagangan menempuh berbagai upaya. Hal itu mulai dari mengendalikan lonjakan impor sejumlah produk yang merugikan industri dalam negeri, mengatasi hambatan atau proteksi perdagangan sejumlah negara lain, dan memfasilitasi peluang-peluang ekspor.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Kasan Muhri mengatakan, para perwakilan perdagangan di luar negeri, yaitu Atase Perdagangan dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC), siap membantu para pelaku usaha untuk meningkatkan kinerja ekspor nasional. Mereka akan mencarikan pembeli (buyer) dan distributor di negara bersangkutan serta membantu branding merek lokal yang sudah mengglobal.
Di sisi lain, para perwakilan perdagangan di luar negeri juga harus mengetahui produk yang dibawa para distributor sehingga dapat disesuaikan dengan pasar ekspornya berdasarkan permintaan dan pemetaan pasar.
”Kemendag juga akan terus mempromosikan produk-produk ekspor dan penjajakan kesepakatan dagang (business matching) secara virtual melalui perwakilan perdagangan,” katanya.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengemukakan, pemerintah tetap berupaya mengambil peluang investasi di tengah pandemi Covid-19. Keputusan Kepala BKPM Nomor 88 Tahun 2020 memberikan fasilitas kepada calon investor berupa pengurangan dan atau keringanan persyaratan perizinan berusaha, percepatan proses perizinan berusaha, dan layanan bantuan khusus.
”Fasilitas diutamakan untuk perizinan alat kesehatan, kefarmasian, dan industri pendukung,” ujarnya.
Sementara Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menilai, pandemi Covid-19 menghambat arus barang, khususnya yang berkaitan dengan industri nasional, baik bahan baku maupun hasil produksi. Proyeksi dari UNCTAD mencerminkan perdagangan dunia bergerak ke teritori negatif.
Baca juga : Mencari Celah pada Penurunan Perdagangan Dunia
Kendati begitu, Agus Gumiwang optimistis kinerja ekspor industri Indonesia dapat tetap berdaya dan menopang pertumbuhan ekonomi. ”Kami melihat industri otomotif, industri makanan dan minuman, serta industri tekstil akan segera menggeliat seiring dengan mulainya protokol masyarakat aman dan produktif dalam rangka mendukung aktivitas kebiasaan baru,” katanya.