Setelah program Kartu Prakerja ditunda untuk dievaluasi, para korban PHK kini tidak memiliki jaring pengaman sosial. Verifikasi data korban PHK mendesak dilakukan untuk menjadi basis data penerima bantuan. sosial.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para korban pemutusan hubungan kerja yang kini menganggur tidak memiliki jaring pengaman sosial karena memang tidak termasuk dalam daftar penerima bantuan sosial apa pun. Pada awalnya, mereka tidak berada di bawah garis kemiskinan karena memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan harian.
Namun, pendapatan hilang setelah diputus hubungan kerja, program Kartu Prakerja, yang sebelumnya dijadikan semi-bantuan sosial bagi mereka, ditunda untuk evaluasi. Penundaan dilakukan setelah program Kartu Prakerja berjalan tiga gelombang dengan jumlah pendaftar sekitar 10,4 juta orang, tetapi peserta yang lolos hanya 680.000 orang.
Sejalan dengan itu, lonjakan jumlah penganggur tetap tidak terhindarkan meski aktivitas ekonomi mulai kembali dibuka. Berdasarkan data pemerintah, per 4 Mei 2020, jumlah warga yang kehilangan pekerjaan akibat Covid-19 sebanyak 1.722.956 orang. Jumlah ini terdiri dari 1.032.960 buruh yang dirumahkan, 375.165 buruh yang di-PHK, dan 314.833 orang di sektor informal yang pekerjaannya mandek.
Menurut Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, tambahan penganggur berpotensi terus meningkat. Skenario peningkatan diperkirakan dari 2,92 juta orang hingga 5,23 juta orang (Kompas, 18 Juni 2020).
Maulana Alfa Rizki (33), korban PHK sejak April 2020 yang sebelumnya bekerja di sektor pergudangan di Surabaya, Jawa Timur, hingga kini belum juga mendapatkan kerja. Seleksi program Kartu Prakerja yang pernah ia ikuti juga tidak memberikannya kesempatan untuk menerima bantuan.
”Sejak pendaftaran Kartu Prakerja dibuka, saya coba ikut daftar, tetapi gagal terus sampai sekarang sudah ditutup. Saya harap pemerintah dapat segera mengevaluasi karena korban PHK seperti saya yang semakin sulit untuk cari kerja,” kata Maulana saat dihubungi pada Jumat (19/6/2020).
Kini, Maulana hanya mengandalkan kerja serabutan untuk bertahan hidup. ”Saya kadang ngamen karena memang suka main musik. Makanya, kalau nanti bisa ikut Kartu Prakerja, saya juga mau ambil pelatihan musik untuk meningkatkan kemampuan,” ucapnya.
Sementara Muhibah Sahara (25), korban PHK sejak April 2020, awalnya bekerja di perusahaan produksi viper mobil di daerah Sumatera Barat. Ia sudah mencoba seleksi Kartu Prakerja tiga kali, tetapi tetap gagal.
”Saya daftar tiga kali dan gagal semua, proses menunggu join Kartu Prakerja-nya itu yang sulit. Sekarang saya masih belum tahu gimana dapat penghasilan, padahal selama ini gaji untuk membantu menghidupi tiga adik saya,” kata Muhibah.
Evaluasi
Hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan, ada potensi konflik kepentingan dalam kerja sama kemitraan program Kartu Prakerja. Ada juga potensi kerugian keuangan negara dalam program dengan anggaran Rp 20 triliun tersebut.
Sejalan dengan itu, kurasi materi pelatihan bagi peserta tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai karena materi pelatihan yang mirip juga tersedia melalui jejaring internet dan tidak berbayar. Pelatihan yang memenuhi syarat, baik materi maupun penyampaian secara daring, hanya 13 persen dari 1.895 pelatihan.
Dari 1.895 pelatihan, sebanyak 327 sampel pelatihan dibandingkan dengan ketersediaan pelatihan di jejaring internet. Hasilnya, 89 persen dari pelatihan tersedia di internet dan tidak berbayar termasuk di laman Prakerja.org.
Metode pelaksanaan program pelatihan secara daring juga berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara. Sebab, metode pelatihan hanya dilakukan satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.
Bahkan, lembaga pelatihan sudah menerbitkan sertifikat meski peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih. Peserta juga bisa mendapatkan insentif meski belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, untuk proses evaluasi Kartu Prakerja, hasil kajian dan rekomendasi dari KPK harus ditindaklanjuti secara tegas agar kerugian keuangan negara tidak bertambah besar. Memang akan membutuhkan waktu panjang untuk memperbaiki sistem, sasaran penerima, termasuk kelembagaan.
”Namun, ini merupakan langkah positif untuk melihat kembali kesalahan yang terjadi pada program Kartu Prakerja,” kata Tauhid.
Sementara proses evaluasi berjalan, jaminan sosial bagi korban PHK harus tetap diberikan. Sebagai usulan, kata Tauhid, bantuan sosial bagi korban PHK harus dipisahkan dari beragam jaminan sosial yang sudah ada, misalnya Program Keluarga Harapan, bantuan sembako, dan dana desa.
Menurut dia, perlu ada pembeda antara data penganggur dan mereka yang memang korban PHK. Verifikasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan data dari asosiasi pengusaha dan asosiasi pekerja yang kemudian diverifikasi ulang oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
”Data ini menjadi penting agar penerima bantuan tepat sasaran untuk korban PHK. Selain itu, karena anggaran Rp 20 triliun belum seluruhnya digunakan, maka bisa dialihkan (menjadi bantuan sosial korban PHK) tanpa memunculkan anggaran baru,” ujar Tauhid.