Pertamina Setor Pajak dan Dividen Rp 136,6 Triliun
Pemberian dividen dan pajak tahun buku 2019 sebesar Rp 136,6 triliun adalah yang terbesar sepanjang sejarah Pertamina. Namun, perusahaan ini turut menanggung beban keuangan akibat kebijakan energi pemerintah.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) menyetorkan pajak dan dividen untuk tahun buku 2019 sebesar Rp 136,6 triliun. Setoran tersebut meningkat dibandingkan 2018 yang mencapai Rp 120,8 triliun. Adapun perolehan laba bersih sepanjang 2019 mencapai 2,53 miliar dollar AS atau sedikit lebih rendah dari raihan 2018 yang 2,6 miliar dollar AS.
Menurut Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman, jumlah tersebut belum termasuk setoran pendapatan negara bukan pajak (PNBP) ataupun bonus tanda tangan dari kontrak blok migas yang diperoleh Pertamina pada 2019. Besaran PNBP pada 2019 yang disetorkan perseroan mencapai Rp 43 triliun dan bonus tanda tangan sebanyak Rp 1,2 triliun.
”Dengan demikian, total kontribusi peneriman negara yang kami setorkan sepanjang 2019 mencapai Rp 181,5 triliun,” ujar Fajriyah dalam keterangan resmi, Jumat (19/6/2020).
Faktor utama penunjang kinerja Pertamina pada 2019 adalah masih tingginya harga minyak mentah dunia di tahun tersebut, yakni ada di kisaran 62 dollar AS per barel.
Dari laba bersih yang dikumpulkan perseroan tahun 2019, kata Fajriyah, dividen yang disetorkan Pertamina kepada negara adalah Rp 8,5 triliun atau meningkat dibandingkan setoran dividen 2018 sebesar Rp 7,95 triliun. Faktor utama penunjang kinerja Pertamina pada 2019 adalah masih tingginya harga minyak mentah dunia di tahun tersebut, yakni ada di kisaran 62 dollar AS per barel dengan rerata kurs rupiah sebesar Rp 14.146 per dollar AS.
Sementara itu, menurut Direktur Indonesia Resources Studies Marwan Batubara mengatakan, Pertamina menanggung beban keuangan akibat kebijakan energi pemerintah. Kebijakan tersebut, antara lain pembebanan subsidi energi yang seharusnya ditanggung APBN, pembayaran bonus tanda tangan yang tinggi, serta inefisiensi pembelian blok-blok migas.
Untuk melanjutkan pengelolaan Blok Rokan di Riau dari Chevron Pacific Indonesia mulai 2021, misalnya, Pertamina membayar bonus tanda tangan sebesar 784 juta dollar AS pada 2018 atau lebih dari Rp 11 triliun. ”Beban tersebut membuat Pertamina harus menerbitkan surat utang senilai miliaran dollar AS dengan beban bungan yang juga besar,” kata Marwan.
Tahun ini, pemerintah menyuntikkan dana Rp 76,08 triliun kepada Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Dari jumlah itu, Pertamina mendapat jatah Rp 45 triliun. Namun, pemerintah tak membayarkan tunai atau hanya 50 persen di tahun ini dan sisanya dicicil sampai 2022.
Pipa minyak
PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN berencana membangun pipa minyak sepanjang 367 kilometer di dalam wilayah kerja Blok Rokan. Pipa tersebut bagian dari proyek untuk mendukung peningkatan produksi siap jual (lifting) minyak dari Blok Rokan. Pembangunan pipa dijadwalkan pada Juli 2020 dan diharapkan selesai pada akhir 2021.
”Proyek ini merupakan salah satu proyek utama PGN di 2020 dan diharapkan dapat menaikkan kinerja lifting minyak nasional,” ujar Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN Redy Ferryanto dalam keterangan resmi.
Pertamina menyebut sepanjang 2019 ada penurunan volume impor minyak mentah hingga 35 persen dan penurunan impor BBM sebesar 11 persen.
Terkait impor minyak mentah dan BBM, Pertamina menyebut sepanjang 2019 ada penurunan volume impor minyak mentah hingga 35 persen dan penurunan impor BBM sebesar 11 persen. Usaha tersebut mampu menghemat devisa hingga 7,3 miliar dollar AS. Sejak Maret 2020, Pertamina tak lagi mengimpor solar dan avtur.
Dari laman Pertamina, sepanjang 2019 perusahaan ini mengimpor minyak mentah sebanyak 87 juta barel senilai 5,7 miliar dollar AS. Adapun impor BBM di tahun yang sama sebanyak 128,4 juta barel seniali 8,8 miliar dollar AS. Sementara impor elpiji sebanyak 5,8 juta ton senilai 2,7 miliar dollar AS.