Pemerintah didorong untuk segera mengurai benang kusut penyelenggaraan program Kartu Prakerja, yang kini terhenti setelah gelombang ketiga. Memasuki masa normal baru, program ini diharapkan bisa tepat sasaran.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah didorong untuk segera mengurai benang kusut penyelenggaraan program Kartu Prakerja, yang kini terhenti setelah gelombang ketiga. Memasuki masa normal baru, program ini diharapkan bisa tepat sasaran dan efektif.
Seperti diketahui, pendaftaran Kartu Prakerja gelombang keempat ditunda beserta dengan insentif pasca-pelatihan yang seharusnya diberikan kepada peserta. Hal ini dilakukan setelah diputuskannya peninjauan ulang tata kelola Kartu Prakerja untuk mengantisipasi risiko hukum.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja (PMO) Denni Puspa Purbasari, Kamis (18/6/2020), mengatakan, Kartu Prakerja adalah jalan untuk menyentuh masyarakat yang ekonominya terdampak Covid-19 di kelompok kelas menengah (middle 40 percent).
Ia berpendapat bahwa saat ini, kelompok ini tidak memiliki jaring pengaman sosial. Berbeda dengan masyarakat di bawahnya yang tercatat dalam data terpadu kesejahteraan sosial.
”Kalau, misalnya, Kartu Prakerja tidak dilahirkan dan ditunda hingga 2021, artinya tidak ada yang menolong (masyarakat kelas menengah ini). Kartu Prakerja akhirnya lahir prematur dengan misi sosial membantu mereka yang middle 40 percent ini,” kata Denni dalam webinar yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Kamis.
Selain Denni, juga hadir sebagai narasumber yakni peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu; dan politisi pendiri gerakan Inovator 4.0, Budiman Sudjatmiko.
Peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu, pun menyampaikan pendapat senada. Ia menyebut kelompok masyarakat middle 40 percent sebagai ”ruang gelap”. Kelompok masyarakat ini jelas turut terdampak krisis Covid-19 tetapi tidak memiliki fasilitas.
Namun, Yohan menilai, Kartu Prakerja juga harus berjalan lebih tepat sasaran, yakni meningkatkan keterampilan peserta, bukan hanya sarana pembagian bantuan sosial.
Menurut Yohan, ini terefleksikan dengan fakta sertifikat menjadi motivasi dominan yang memperkuat manfaat program Kartu Prakerja. Berdasarkan data survei yang dilakukan oleh PMO, sertifikat menjadi faktor terpenting yang menjadi dasar pemilihan pelatihan.
”Kartu Prakerja ini pertolongan di tengah situasi yang sangat darurat tetapi juga menjadi pertolongan jangka panjang kelak ketika pandemi sudah menurun,” kata Yohan.
Yohan juga mengingatkan bahwa besarnya antusiasme masyarakat yang terefleksikan pada besarnya pendaftaran menunjukkan bahwa program ini menjadi harapan banyak orang di masa pandemi.
Seperti diketahui, dengan target 5,6 juta orang, pendaftar Kartu Prakerja kemarin tercatat mencapai lebih dari 10 juta orang. ”Artinya memang dibutuhkan,” kata Yohan.
Di sisi lain, Yohan mengingatkan pemerintah untuk segera membenahi tahapan verifikasi calon peserta Kartu Prakerja. Menurut dia, syarat untuk mendaftar terlalu longgar.
Seperti diketahui, verifikasi kepesertaan menjadi salah satu aspek yang dinilai bermasalah. Tidak ada mekanisme khusus guna memastikan status pekerjaan pendaftar. Hal ini menyebabkan beberapa korban pemutusan hubungan kerja justru tidak lolos pendaftaran, sedangkan yang masih bekerja malah diterima.
Politisi pendiri gerakan Inovator 4.0, Budiman Sudjatmiko, mengatakan, memasuki era normal baru, program Kartu Prakerja harus memberikan pelatihan soft skill dalam bentuk keterampilan kewirausahaan, komunikasi, dan membangun jejaring.
Hal ini, menurut Budiman, menjadi penting agar lulusan Prakerja dapat mengaktualisasikan kemampuannya tanpa harus menunggu lapangan pekerjaan.
Kembali ke ”offline”
Dengan dikampanyekannya masa normal baru, menurut Yohan, membuka peluang Kartu Prakerja dikembalikan sesuai konsepsi awalnya, yakni pelatihan secara tatap muka atau luar jaringan (luring/offline).
Dengan kembali ke konsepsi awal, diharapkan program berjalan dengan lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan masyarakat.
”Mungkin yang sudah memungkinkan tatap mukanya adalah yang sudah zona hijau. Hal ini bisa saja dilakukan sehingga kredibilitas program ini semakin kokoh di publik,” kata Yohan.
Di sisi lain, Budiman menyarankan materi pelatihan yang ditawarkan Kartu Prakerja tetap dipertahankan secara daring. Hal ini selain untuk mencegah penyebaran Covid-19, tetapi juga untuk membiasakan masyarakat terhadap cara bekerja di era yang akan datang.
”Tanpa ada Covid-19, cara bekerja jarak jauh itu mungkin baru datang 5-10 tahun lagi. Tetapi ini jadi terakselerasi. Kalau kita harus kembali offline, kelak kita harus susah-susah menyesuaikan lagi dengan cara kerja baru,” kata Budiman.
Yohan juga mengingatkan pemerintah untuk bisa memberikan penjelasan yang komprehensif kepada masyarakat sebelum gelombang keempat dibuka agar program tidak terganggu dengan hiruk pikuk yang kontraproduktif. Terlebih lagi di masa banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan di masa pandemi.