Mengkritik dengan Menggratiskan Pelatihan Daring
Sejumlah kelompok warga membentuk platform situs pelatihan daring secara gratis. Kemunculan situs ini menjadi kritik bagi pemerintah dalam menjalankan program Kartu Prakerja yang masih problematik.
Selly (24) tengah keranjingan ikut pelatihan di situs daring yang muncul beberapa bulan belakangan. Kamis (18/6/2020) siang, dia bercerita telah mengikuti empat jenis pelatihan sejak momen Ramadhan sebulan silam.
Mulanya, warga Jawa Timur ini mendalami pelatihan strategi pemasaran digital dari situs gratisinbelajar.com. Situs ini menjadi alternatif setelah dirinya urung mendaftar program pelatihan Kartu Prakerja yang dikelola pemerintah.
Selama hampir sebulan, perempuan ini belajar memanfaatkan data statistik pengunjung dan strategi iklan di media sosial. Kemampuan itu dianggapnya lebih membantu bisnis penjualan daring di masa pandemi.
”Gara-gara ramai polemik Kartu Prakerja waktu itu, aku akhirnya menghindari daftar program Kartu Prakerja. Coba cari yang gratis pas lihat di media sosial, ternyata ada platform yang seru dan mendidik juga,” ungkap perempuan yang lulus sarjana November 2019.
Baca juga : Kartu Pekerja Terkatung-katung
Belakangan, sejumlah platform pelatihan daring muncul seiring dengan adanya program Kartu Prakerja dari pemerintah. Bedanya, platform pelatihan tersebut gratis dan dikelola secara swadaya oleh kalangan masyarakat.
Salah satu inisiatif pelatihan daring dimulai oleh situs gratisinbelajar.com. Inisiator Gratisin Belajar, Faiz M Ghifari, menyampaikan, kemunculan kanal pelatihan daring muncul karena polemik program Kartu Prakerja yang seakan tidak tepat guna.
Menurut Faiz, alokasi dana Rp 5,6 triliun untuk Kartu Prakerja terlalu mahal untuk bermacam konten yang ditawarkan. Penelusuran Kompas menemukan sejumlah jenis pelatihan dalam program Kartu Prakerja sebenarnya telah ada di platform gratis seperti Youtube. Jenis pelatihan itu, misalnya, berlatih bahasa Inggris atau belajar menjadi perias profesional.
”Secara rasio antara harga dan kualitas, konten pelatihan di program Kartu Prakerja belum cukup pantas. Berbeda dengan kualitas konten edukasi serupa di luar negeri, seperti Coursera atau Udemy yang justru bekerja sama langsung dengan institusi perguruan tinggi ternama,” ujar Faiz.
Baca juga : Program Dirilis Tergesa
Faiz bersama seorang temannya kemudian menggagas kanal situs Gratisin Belajar yang mulai aktif pada 11 Mei 2020. Dia mengajak sejumlah pengajar dan tenaga profesional untuk berkontribusi. Hasilnya, sekitar 200 pengajar dari berbeda bidang bersedia untuk berbagi.
Sejauh ini, Gratisin Belajar menyediakan konten video edukasi untuk pemasaran digital, desain grafis dan situs berjaringan, critical thinking, dan mengelola keuangan secara personal. Selain konten video edukasi yang terekam, Faiz juga memunculkan fitur konsultasi dengan pengajar melalui live streaming.
Hal serupa juga dilakukan situs prakerja.org. Kanal prakerja.org dibentuk oleh sekumpulan masyarakat sipil untuk menggugat program Kartu Prakerja yang terkesan membuang-buang anggaran negara di tengah situasi sulit akibat pandemi Covid-19.
Andri W Kusuma, salah satu inisiator prakerja.org, mengatakan, situs prakerja.org berupaya menyajikan bermacam konten video edukasi wirausaha, teknologi, serta pengembangan diri secara gratis. Ada banyak konten video edukasi yang bisa diakses, serta ada pula fitur live training yang memungkinkan peserta bertatap muka dan berkonsultasi dengan pengajar.
Baca juga : Bermanfaat buat Peserta, Belum untuk Dunia Usaha
Sebagai kritik
Cara menggratiskan konten video pelatihan adalah bentuk kritik yang dilontarkan kedua platform. Andri menyebutkan, kanal prakerja.org ingin membuktikan bahwa warga bisa menciptakan plaform edukasi dengan basis bergotong royong. Seluruh peserta dan pengajar bertemu dan tidak ada pungutan biaya.
Pelatihan gratis juga menjadi kritik terhadap konten edukasi yang dianggap terlalu pragmatis. Faiz dari Gratisin Belajar, menuturkan, ekosistem pelatihan dan edukasi secara daring semestinya punya basis kurikulum yang jelas untuk mengubah kaum ”prakerja” menjadi pekerja.
Sementara, program Kartu Prakerja saat ini hanya menjual konten video edukasi, tanpa membentuk arah seseorang yang belum bekerja menjadi mahir dalam suatu hal. Misalnya, seseorang yang ingin mendalami pemasaran digital, harus memahami konsep iklan digital, lalu cara memasarkan produk secara digital.
”Semestinya ada semacam kurikulum yang dibentuk apabila ingin mencetak seseorang yang terampil. Kalau yang sekarang di Kartu Prakerja, hasil pelatihan tidak bisa termonitor oleh pengajar. Padahal, mereka perlu mengerjakan sesuatu yang nantinya juga bakal menjadi portofolio mereka,” ujar Faiz.
Baca juga : Kembalikan Program ke Semangat Awal
Evaluasi
Baik Faiz maupun Andri berharap kanal pelatihan daring mereka bisa menjadi model evaluasi untuk program Kartu Prakerja. Sebab, kedua platform pelatihan mereka bisa menyajikan fitur lebih komprehensif dan gratis.
Biaya pelatihan Kartu Prakerja senilai Rp 1 juta pun dianggap terlalu mahal dan tidak berdasarkan riset. Andri menyayangkan, biaya sebesar itu harus dihabiskan warga hanya untuk pelatihan yang sebenarnya masih berkualitas rendah.
Secara ekosistem edukasi, program Kartu Prakerja membutuhkan evaluasi menyeluruh. Andri menyarankan agar pemerintah lebih banyak melibatkan lembaga pelatihan daripada perusahaan platform. Balai Latihan Kerja (BLK) dari Kementerian Ketenagakerjaan semestinya lebih banyak dilibatkan.
”BLK dari kementerian terkait semestinya lebih mumpuni dan tepat guna karena mengetahui potensi sumber daya di setiap daerah yang beragam. Jangan sampai tukang pangkas rambut malah banting setir terlalu jauh dari bidangnya. Dalam situasi pandemi Covid-19, misalnya, pekerja mesti diajarkan untuk beradaptasi,” ungkap Andri.
Baca juga : Temuan KPK dalam Program Kartu Prakerja
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, fokus Kartu Prakerja yang kini memasuki gelombang keempat seharusnya kembali ke tujuan awal untuk meningkatkan kemampuan peserta. Sebab, eranya pun sudah beralih menuju kenormalan baru.
Artinya, warga yang dirumahkan atau tidak bisa berdagang, sekarang telah kembali melakukan aktivitas ekonomi. Dengan begitu, sasaran atau target penerima Kartu Prakerja dapat lebih disesuaikan kebutuhan. Ke depan, Kartu Prakerja semestinya bukan lagi sebagai semibantuan sosial, melainkan benar-benar untuk meningkatkan kompetensi para peserta.
Peningkatan kompetensi peserta juga mensyaratkan indikator yang jelas dan terukur. Alhasil peserta punya bekal yang cukup untuk terjun ke dunia usaha. Kepantasan kualitas program ini pun dinanti sehingga biaya yang dikeluarkan peserta tidaklah sia-sia.