Daya beli dan konsumsi masyarakat dipacu melalui bantuan langsung di masa pandemi Covid-19. Konsumsi menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Oleh
Karina Isna Irawan/Ninuk M Pambudy/Dimas Waraditya Nugraga
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih ditopang konsumsi rumah tangga. Stimulus perlindungan sosial dan bantuan untuk dunia usaha bisa mendorong pertumbuhan konsumsi.
Konsumsi dan daya beli masyarakat yang kembali tumbuh akan menghindarkan RI dari resesi ekonomi.
Pada triwulan I-2020, produk domestik bruto Indonesia tumbuh 2,97 persen secara tahunan. Adapun konsumsi rumah tangga tumbuh 2,84 persen secara tahunan.
Tahun ini, pemerintah memproyeksikan perekonomian tumbuh 0-1 persen. Pertumbuhan ekonomi negatif 3,1 persen diproyeksikan terjadi pada triwulan II-2020.
”Bantuan langsung kepada masyarakat harus didorong dan dipercepat penyalurannya untuk menumbuhkan daya beli,” kata Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro dalam telekonferensi pers perihal proyeksi ekonomi Indonesia, Rabu (17/6/2020).
Tahun ini, pemerintah mengalokasikan Rp 203,9 triliun untuk perlindungan sosial dalam penanganan Covid-19. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penyerapan anggaran perlindungan sosial hingga 31 Mei 2020 baru 28,63 persen atau sekitar Rp 60 triliun.
Tim ekonom Bank Mandiri memproyeksikan pemulihan ekonomi dengan skenario V atau V shape masih berpotensi terjadi. Namun, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2020 dan triwulan III-2020 diproyeksikan negatif 3,44 persen dan negatif 0,95 persen. Kondisi ekonomi akan membaik di triwulan IV-2020, yaitu tumbuh 1,06 persen. Secara keseluruhan, perekonomian 2020 diproyeksikan tumbuh 0,02 persen.
”Perbaikan ekonomi sejak triwulan III-2020, tetapi tidak mungkin langsung tinggi. Pertumbuhan ekonomi kembali positif pada triwulan IV-2020,” ujar Andry.
Pertumbuhan ekonomi kembali positif pada triwulan IV-2020.
Tidak merata
Kepala Departemen Riset Industri dan Regional Bank Mandiri Dendi Ramdani menambahkan, pemulihan ekonomi tidak akan merata di semua sektor. Pemulihan akan mengacu pada alur dampak Covid-19 yang setidaknya dibagi dalam dua fase, yaitu 1-3 bulan pertama serta 4-6 bulan seterusnya.
Pada bulan ke 1-3, industri yang terkena dampak Covid-19 adalah hotel dan restoran, transportasi, dan perdagangan. Dampak Covid-19 pada bulan ke 4-6 merembet ke pelemahan harga komoditas, gangguan pada manufaktur, penurunan ekspor, dan penundaan proyek investasi.
”Di tengah ketidakpastian selama pandemi Covid-19, masyarakat pasti akan kembali ke kebutuhan dasar. Sektor-sektor yang memproduksi kebutuhan dasar yang akan pulih lebih awal,” kata Dendi.
Sektor usaha yang lebih awal pulih ketika pembatasan sosial berskala besar dilonggarkan adalah sektor makanan dan minuman, produk kesehatan atau suplemen, restoran dengan sistem dibawa pulang atau dikirim, dan sektor ritel mikro.
Secara terpisah, Direktur Utama PT Pegadaian (Persero) Kuswiyoto dalam diskusi daring bersama media, Rabu, menyampaikan, Pegadaian berpeluang memperluas pasar dengan menjangkau kelas menengah-atas sebagai nasabah.
Selama pandemi Covid-19, kelas menengah-atas membutuhkan likuiditas dan mereka memiliki aset. Aset tersebut dapat menjadi jaminan pinjaman mereka ke Pegadaian.
Adapun jumlah nasabah ekonomi kecil sebagai nasabah terbesar Pegadaian berkurang akibat pandemi. Menurut data Pegadaian, semakin banyak masyarakat ekonomi kecil kesulitan likuiditas, tetapi tidak lagi memiliki barang untuk digadaikan.
Saat ini jumlah nasabah Pegadaian 14,9 juta orang.
Kuswiyoto mengakui, situasi perekonomian saat ini sangat berat. Sama seperti bisnis umumnya, Pegadaian juga terkena dampak pandemi. Utang bermasalah naik menjadi 2,56 persen per Mei 2020 dari 1,75 persen pada 2019, terutama pada kegiatan nongadai.
Situasi perekonomian saat ini sangat berat.
Tiga bulan sejak pandemi Covid-19 mengenai Indonesia, terjadi pergeseran pola nasabah. Pada saat awal pandemi yang diikuti pembatasan sosial berskala besar, nasabah tradisional Pegadaian banyak memanfaatkan jasa lembaga keuangan ini. Nasabah menggadaikan barangnya untuk mendapatkan dana. Menjelang Lebaran, misalnya, banyak nasabah yang menggadaikan perhiasan emas menebus perhiasan itu, lalu menggadaikan lagi begitu Lebaran berlalu. Nasabah yang menabung emas menarik tabungannya karena membutuhkan likuiditas saat pandemi menekan perekonomian.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Hasan Fawzi dalam diskusi daring bersama sejumlah manajer investasi menyampaikan optimismenya. Upaya memulihkan ekonomi secara bertahap meningkatkan kepercayaan investor terhadap pasar modal Indonesia.
”Sejak Lebaran, nilai transaksi saham naik hingga lebih dari Rp 10 triliun per hari. Adapun dana asing yang masuk sebanyak Rp 8,3 triliun sejak pandemi,” kata Hasan. (KRN/NMP/DIM)