Program Dirilis Tergesa
Kartu Prakerja yang semula dibuka Agustus 2020 dipercepat peluncurannya karena diproyeksikan sebagai jaring pengaman sosial warga terdampak Covid-19. Ketergesaan membuat sejumlah tahapan tak dijalankan.
JAKARTA, KOMPAS — Kartu Prakerja menjadi proyek yang tergesa-gesa diluncurkan saat Covid-19 mulai melanda Indonesia. Pemerintah mempercepat pengoperasian Kartu Prakerja dengan memodifikasi desain dan tata kelola menyesuaikan pandemi. Percepatan membuat sosialisasi tidak dijalankan.
Program Kartu Prakerja rencananya diluncurkan Agustus 2020. Namun, pemerintah memutuskan mempercepat peluncuran program tersebut menjadi Maret 2020 karena diproyeksikan dapat menjadi jaring pengaman sosial bagi warga yang terdampak pandemi, seperti pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja ataupun dirumahkan.
Percepatan itu membuat sejumlah tahapan akhirnya tidak dijalankan, seperti sosialisasi program yang seharusnya disampaikan terbuka ke publik dan penerbitan petunjuk teknis pelaksanaan program.
Sejak program Kartu Prakerja digulirkan pada pertengahan 2019 hingga pendaftaran untuk peserta dibuka pada 11 April 2020, belum ada sosialisasi secara luas kepada platform digital maupun lembaga pelatihan yang bergerak di sektor pendidikan dan pelatihan kerja terkait model kemitraan dalam Kartu Prakerja.
Bahaso, lembaga pendidikan bahasa berbasis sistem digital, misalnya, baru mengetahui cara mendaftar sebagai lembaga pelatihan dan platform digital setelah kerja sama antara pemerintah dan delapan platform digital untuk program Kartu Prakerja ditandatangani pada akhir Maret 2020. ”Prakerja ini memang simpang siur awalnya. Kapannya itu belum ada yang tahu,” ujar Allana Abdullah, Chief Executive Officer Bahaso, pekan lalu.
Baca juga : Kartu Prakerja Terkatung-katung
Setelah peluncuran program Kartu Prakerja muncul di media massa, Bahaso baru mengetahui ada delapan platform digital yang berperan sebagai marketplace pelatihan peserta. Bahaso kemudian mengontak lima platform di antaranya secara paralel untuk mengajukan kerja sama sebagai lembaga pelatihan Bahasa Inggris daring. ”Sudah jalan, baru Bahaso masuk lewat vendor-vendor itu,” ucap Allana.
Terbatas
Selain tidak ada sosialisasi, informasi terkait kerja sama program ini juga beredar secara terbatas. Di luar delapan platform digital yang telah menjadi mitra pemerintah, terdapat dua platform lain yang diajak kerja sama yakni, Gojek dan Traveloka. Namun, keduanya belum tertarik bekerja sama.
Delapan platform yang menjadi mitra pemerintah ini sebagian besar yang pernah diundang untuk diskusi mengenai Kartu Prakerja.
Gerald Ariff, Chief Partnership Officer PT Haruka Evolusi Digital Utama (HarukaEDU), mengakui, informasi mengenai Kartu Prakerja awalnya diketahui lewat diskusi terbatas dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Januari 2020. ”Kami diundang (diskusi) oleh ADB (Asian Development Bank) dan Kemenko Perekonomian. Di situ kami diberita hu soal Kartu Prakerja,” kata Gerald. HarukaEDU merupakan salah satu dari delapan platform digital mitra Prakerja.
Gerald menambahkan, diskusi terjadi karena HarukaEDU tengah menggarap proyek bersama Kemenko Perekonomian dan ADB sejak akhir 2019. Pekerjaan yang dimaksud senada dengan Kartu Prakerja, yaitu memberikan pelatihan kepada para penganggur. Mendengar informasi soal Kartu Prakerja, perusahaannya segera menyiapkan kebutuhan terkait.
Gerald mengatakan, perusahaannya telah menjadi mitra pemerintah setelah pembicaraan tersebut. Namun, menurut Gerald, HarukaEDU bukan perusahaan pertama yang menjadi mitra. ”Kalau platform lain sudah (menjadi mitra) sejak bulan-bulan sebelumnya,” ujar Gerald.
Direktur Utama PT Sekolah Integrasi Digital (Sekolah.mu) Najelaa Shihab mengatakan, perusahaannya menjadi mitra resmi pemerintah sejak penandatanganan nota kesepahaman antara platform digital dan pemerintah, 20 Maret 2020.
Penandatanganan nota kesepahaman terjadi pada bulan yang sama dengan pendirian Sekolah.mu. Menurut Najelaa, hal itu bukan disengaja untuk mendapatkan proyek pemerintah. ”Kami tidak pernah tahu akan ada program Kartu Prakerja sebelum dipanggil dan diajak bergabung. Jadi, tidak ada hubungan,” ucap Najelaa.
Perjanjian kerja sama antara manajemen pelaksana Kartu Prakerja dengan delapan platform digital yang ditandatangani pada 20 Maret 2020 sebelumnya tidak disertai pemberitahuan kualifikasi dan mekanisme pemilihan platform digital yang diajak kerja sama. Kerja sama berselang tiga hari setelah manajemen pelaksana Kartu Prakerja dibentuk.
Itu yang kita skip soal sosialisasi itu, baik kepada digital platform maupun lembaga pelatihan. Rencananya kita mau kumpulin semua lembaga pelatihan. (Rudy Salahuddin)
Padahal, Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2020 yang mengatur secara teknis mengenai kerja sama dalam program Kartu Prakerja baru disahkan pada 27 Maret 2020 atau tujuh hari setelah penandatanganan kerja sama dengan delapan platform.
”Itu yang kita skip soal sosialisasi itu, baik kepada digital platform maupun lembaga pelatihan. Rencananya kita mau kumpulin semua lembaga pelatihan,” ujar Rudy Salahuddin, Deputi Bidang Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro Kecil Menengah Kementerian Koordinator Perekonomian.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Purbasari mengakui, delapan platform digital yang menjadi mitra Kartu Prakerja diajak bergabung karena memiliki pengalaman dan dianggap siap dalam program ini. ”Itu (mereka) yang kita tahu dan yang siap,” kata Denni.
Tanpa tender
Kemitraan antara manajemen pelaksana Kartu Prakerja dan delapan platform dilakukan tanpa tender. Ini diakui Gerald yang menyatakan keikutsertaan HarukaEDU di program Kartu Prakerja tidak diawali mekanisme tender.
Menurut Rudy, sejak awal, program Kartu Prakerja konsepnya bukan pengadaan barang dan jasa sehingga kerja sama tidak melalui mekanisme tender. Konsep yang dipakai adalah bantuan pelatihan mengadopsi bantuan pangan nontunai yang pernah diadakan pemerintah. ”Uang (pelatihan), kan, langsung kita kasih ke penerima dan mereka yang pilih,” kata Rudy.
Baca juga: Kalau Dapat Tak Mungkin Kami Telantar
Pakar hukum administrasi negara Universitas Gadjah Mada, Richo Andi Wibowo, menilai, kerja sama pemerintah dengan platform digital Kartu Prakerja semestinya tetap melalui pengadaan barang dan jasa. Ini karena pemerintah memerlukan mitra untuk memenuhi kebutuhan program yang tidak bisa disediakan secara internal. Mitra tersebut pun mendapatkan keuntungan finansial.
”Ini bermasalah. Salah satu elemen yang fundamental dari kontrak pemerintah adalah ada gula-gulanya. Itu, kan, ada duitnya. Jika ada pihak yang mau mengakses duit, harus ada mekanisme siapa yang dipilih dan siapa yang tidak dipilih, serta harus dipastikan mekanisme itu transparan dan adil,” ujar Richo yang lulus dari program doktoral hukum Universitas Utrecht dengan disertasi tentang ”Mencegah Maladministrasi dalam Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia”.
Namun, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji berpendapat, untuk pengadaan barang/jasa, pemerintah dapat mengesampingkan regulasi formal. Menurut dia, dalam kondisi darurat kesehatan, dibenarkan adanya mekanisme prosedur yang nonregulatif. Kedaruratan itu pun sudah ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19.
Tidak relevan
Perubahan desain, termasuk adanya tahapan yang dilewatkan, juga memicu polemik program Kartu Prakerja. Indonesia Corruption Watch, misalnya, turut mempersoalkan cara pemerintah menggunakan pelatihan daring untuk membantu korban PHK saat masa Covid-19. Sebab, tidak ada standar kurasi harga dan konten dalam pelatihan serta besaran komisi untuk platform tidak diatur secara tegas.
Tidak hanya itu, pelatihan daring yang hanya berujung sertifikat juga dianggap tidak relevan dengan kebutuhan dunia usaha. Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai, pelatihan-pelatihan yang diadakan program Kartu Prakerja belum mencerminkan kebutuhan pasar kerja. Oleh karena itu, sebaiknya materi pelatihan di Kartu Prakerja disesuaikan dengan kebutuhan dunia usaha.
”Kami melihat apakah tidak sebaiknya materi pelatihan ini ada link-and-match (penyesuaian) dengan kebutuhan perusahaan-perusahaan sehingga kurikulumnya itu didesain bersama antara perusahaan dengan pekerja,” ucap Esther.
Baca juga : Platform Untung Ganda
Dengan kesesuaian materi dan kebutuhan dunia usaha, peserta yang sudah lulus dan mendapat sertifikat dapat dihubungkan dengan perusahaan yang membutuhkan. Apalagi, jika sudah ada kesesuaian dengan peta industri yang membutuhkan tenaga kerja.
Dengan hanya berbekal pengetahuan dari pelatihan daring, lulusan program Kartu Prakerja diragukan. Pemilik Oje Resto and Bakery di Bumi Serpong Damai Olivia Gunardi Santoso (40) pun tak serta-merta akan merekrut pegawai dengan modal sertifikasi kelas memasak dari pelatihan Kartu Prakerja secara daring. ”Berapa kali dia dilatih, ya, berpengaruh. Soalnya pelatihan cuma sekali, kan, pasti enggak dapat ilmu apa-apa,” ucap Olivia yang kini mempekerjakan 15 pegawai.