Pertumbuhan Konsumsi Bisa Menahan Ekonomi yang Merosot
Penurunan ekonomi Indonesia bisa diantisipasi dengan percepatan penyaluran stimulus perlindungan sosial dan bantuan untuk dunia usaha. Di sisi lain, hanya segelintir sektor usaha yang diperkirakan pulih pada tahun ini.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran stimulus perlindungan sosial dan bantuan untuk dunia usaha mesti dipercepat agar lebih optimal mendorong pertumbuhan konsumsi. Jika konsumsi dan daya beli masyarakat kembali tumbuh, Indonesia bisa terhindar dari resesi ekonomi.
Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berkisar 0-1 persen. Pada triwulan I-2020, ekonomi Indonesia masih tumbuh positif 2,97 persen. Namun, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 negatif 3,1 persen.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro mengatakan, sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia masih ditopang konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan konsumsi seharusnya bisa didorong lebih tinggi dengan berbagai stimulus perlindungan sosial yang sudah dirilis pemerintah.
Alokasi anggaran pelindungan sosial terkait penanganan Covid-19 mencapai Rp 203,9 triliun. Namun, berdasarkan data Kementerian Keuangan, penyerapan anggaran perlindungan sosial hingga 31 Mei 2020 baru 28,63 persen atau sekitar Rp 60 triliun. Penyerapan yang masih rendah adalah Kartu Prakerja dan bantuan langsung tunai dana desa.
”Bantuan langsung ke masyarakat harus didorong dan dipercepat penyalurannya untuk menumbuhkan daya beli,” kata Andry dalam telekonferensi pers terkait proyeksi ekonomi Indonesia, Rabu (17/6/2020).
Pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dibarengi protokol kesehatan yang ketat diharapkan dapat menggerakkan roda ekonomi. Konsumsi kelas menengah atas kembali tumbuh kendati terbatas. Beberapa sektor usaha juga kembali beroperasi sehingga menahan laju penurunan ekonomi semakin tajam.
Tim ekonom Bank Mandiri memproyeksikan pemulihan ekonomi dengan skenario V atau V shape masih berpotensi terjadi. Namun, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2020 dan triwulan III-2020 diproyeksikan tumbuh negatif 3,44 persen dan negatif 0,95 persen. Pembalikan ekonomi terjadi pada triwulan IV-2020, yaitu positif 1,62 persen.
”Perbaikan ekonomi sudah terlihat sejak triwulan III-2020, tetapi tidak mungkin langsung tinggi. Pertumbuhan ekonomi baru kembali positif pada triwulan IV-2020,” kata Andry.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, Kemenkeu sudah menyiapkan sistem khusus untuk memonitor penyerapan anggaran penanganan Covid-19. mulai dari anggaran kesehatan, perlindungan sosial, insentif dunia usaha, stimulus UMKM, pembiayaan korporasi, serta tambahan dana sektoral dan pemda.
”Secara umum, penyaluran stimulus fiskal masih menghadapi tantangan di level operasional dan administrasi. Saat ini baru tahap awal penyaluran stimulus dan akan dilakukan percepatan,” kata Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, penyerapan program bantuan sosial sejauh ini cukup optimal, terutama Kartu Sembako, Program Keluarga Harapan, dan bantuan sosial tunai. Namun, beberapa masalah masih kerap terjadi sehingga perlu ada perbaikan, seperti data penerima salah dan data penerima ganda.
Pemulihan sektor usaha
Kepala Departemen Riset Industri dan Regional PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani menuturkan, pemulihan ekonomi tidak akan terjadi merata di semua sektor. Pemulihan akan mengacu pada alur dampak Covid-19 yang setidaknya dibagi dalam dua fase, yaitu 1-3 bulan pertama dan 4-6 bulan seterusnya.
Pada bulan ke 1-3, beberapa industri yang terdampak Covid-19 adalah hotel dan restoran, transportasi, dan perdagangan. Dampak Covid-19 pada bulan ke 4-6 mulai merembet ke perlemahan harga-harga komoditas, terganggunya manufaktur, penurunan ekspor, dan penundaan proyek investasi.
”Di tengah ketidakpastian selama pandemi Covid-19, masyarakat pasti akan kembali ke kebutuhan dasar. Sektor-sektor yang memproduksi kebutuhan dasar itu yang akan pulih lebih awal,” kata Dendi.