Pemerintah pusat akan menyuntikkan dana tambahan ke pemerintah daerah senilai Rp 9 triliun melalui berbagai skema, seperti pinjaman untuk pemerintah daerah, hibah pariwisata, dan cadangan dana alokasi khusus.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Suntikan dana program pemulihan ekonomi nasional ke kementerian/lembaga dan pemerintah daerah bertambah Rp 9 triliun menjadi Rp 106,11 triliun. Tambahan dana tersebut untuk menggerakkan roda ekonomi di daerah-daerah yang terkena dampak Covid-19.
Berdasarkan perhitungan Kementerian Keuangan terbaru, biaya pemulihan ekonomi nasional (PEN) diperkirakan mencapai Rp 607,65 triliun atau meningkat Rp 18 triliun dari proyeksi sebelumnya. Kenaikan anggaran PEN untuk penjaminan kredit modal kerja industri padat karya, pinjaman pemerintah daerah, dan pemberian hibah untuk pariwisata daerah.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti, yang dihubungi, Rabu (17/6/2020), mengatakan, tambahan anggaran PEN untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi secara bertahap. Anggaran disalurkan langsung kepada pemda melalui berbagai skema.
”Kapasitas pemda akan ditingkatkan melalui pemberian pinjaman, cadangan dana alokasi khusus, serta hibah,” kata Prima.
Pemerintah pusat akan memberikan pinjaman kepada pemda untuk menggerakkan roda ekonomi yang melambat akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Skema dan persyaratan pinjaman bagi pemda masih dirumuskan. Kemenkeu menyiapkan alokasi anggaran pinjaman bagi pemda sebesar Rp 10 triliun-Rp 15 triliun.
Menurut Prima, pinjaman pemda, salah satunya, dapat digunakan untuk pembiayaan infrastruktur atau proyek padat karya yang disalurkan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur senilai Rp 5 triliun. Pinjaman pemda juga bisa digunakan untuk berbagai kegiatan terkait penanganan Covid-19, yang berkisar Rp 5 triliun-Rp 10 triliun.
Selain melalui pinjaman, Kemenkeu akan menggelontorkan cadangan dana alokasi khusus (DAK) senilai Rp 8,7 triliun yang diarahkan untuk pembiayaan infrastruktur. Pemda dapat mengajukan DAK untuk proyek padat karya yang bisa selesai dalam waktu 4-5 bulan dan bisa meningkatkan ekonomi daerah.
”Tambahan anggaran digelontorkan ke daerah untuk membantu peningkatan ekonomi,” kata Astera.
Dihubungi terpisah, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto mengatakan, pemerintah saat ini masih mengkaji dampak pandemi Covid-19 terhadap penurunan penerimaan daerah. Sejauh ini, DKI Jakarta dan Bali yang diperkirakan penerimaannya turun signifikan.
”Daerah yang dampaknya paling tajam tentunya pada daerah yang mengandalkan pendapatan asli daerah pada sektor jasa, terutama pariwisata dan industri, seperti DKI dan Bali,” ujarnya.
Pemerintah berencana menyalurkan hibah ke daerah agar pariwisata kembali bergeliat. Hibah pariwisata akan dikucurkan apabila daerah tidak mengalami lonjakan kasus Covid-19 dan pencabutan PSBB dinilai berhasil. Alokasi anggaran yang disiapkan untuk hibah pariwisata ini senilai Rp 3,3 triliun.
Daerah yang dampaknya paling tajam tentunya pada daerah yang mengandalkan pendapatan asli daerah pada sektor jasa, terutama pariwisata dan industri, seperti DKI dan Bali.
Daerah terdampak
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng berpendapat, transfer ke daerah saat ini perlu memprioritaskan daerah-daerah di zona merah Covid-19, terutama DKI Jakarta dan Bali. Pendapatan asli daerah tergerus signifikan karena kegiatan ekonomi menurun.
PSBB berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah triwulan I-2020. Mengutip data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta triwulan I-2020 sebesar 5,06 persen, menurun dibandingkan dengan triwulan IV-2019 yang sebesar 5,96 persen.
Prima menambahkan, saat ini pemda memiliki kapasitas fiskal yang cukup untuk penanganan Covid-19. Sejauh ini ada 537 daerah yang sudah melakukan realokasi dan penajaman APBD untuk penanganan Covid-19 senilai Rp 71,7 triliun. Realokasi dan penajaman APBD penting untuk menjamin kesiapan pemda.
”Pemda harus melakukan penyesuaian postur APBD 2020 di tengah pandemi Covid-19. Belanja yang sifatnya kurang mendesak harus direalokasi untuk sektor kesehatan, jaring pengaman sosial, dan penguatan sektor ekonomi terdampak,” kata Prima.
Untuk penanganan Covid-19, pemerintah daerah diminta merasionalisasi belanja pegawai yang tidak mendesak dan memangkas belanja barang atau jasa serta belanja modal sekurang-kurangnya 50 persen.
Menurut catatan Kementerian Keuangan, rata-rata alokasi belanja pegawai dalam APBD 36 persen, belanja perjalanan dinas 13,4 persen, dan belanja jasa kantor 17,5 persen.