Kartu Prakerja Terkatung-katung
Pemerintah menunda kelanjutan program Kartu Prakerja dan menahan pembayaran untuk platform digital dan lembaga pelatihan. Tata kelola programnya tengah ditinjau secara hukum.
JAKARTA, KOMPAS — Program Kartu Prakerja terkatung-katung tanpa kepastian pengoperasian kembali sejak ditunda pertengahan Mei. Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja masih menunggu kejelasan dari aspek hukum dan sistem pengelolaan program ini.
Pendaftaran Kartu Prakerja gelombang keempat pun ditunda. Insentif uang tunai untuk peserta Kartu Prakerja yang telah mengikuti pelatihan juga ditangguhkan.
Baca juga: Program Dirilis Tergesa
Peninjauan program Kartu Prakerja dari aspek hukum dan sistem pengelolaan dilakukan terkait sejumlah polemik sejak program ini diluncurkan pada 20 Maret 2020, misalnya soal kepesertaan. Tidak ada mekanisme khusus guna memastikan status pekerjaan pendaftar. Akibatnya, beberapa korban pemutusan hubungan kerja (PHK) justru tidak lolos pendaftaran. Sebaliknya, yang masih berstatus pegawai malah bisa mendapatkan Kartu Prakerja.
Selain itu, standar kurasi terhadap konten dan harga pelatihan juga dipertanyakan. Ini tak lain karena sejumlah konten pelatihan berbayar di program Kartu Prakerja juga berserak di situs yang terakses gratis, seperti Youtube. Bahkan, kini terdapat program tandingan yang memberikan pelatihan secara gratis yakni prakerja.org.
Terdapat sejumlah konten berbayar di Kartu Prakerja yang mirip dengan konten pelatihan gratis di Youtube, seperti materi pelatihan Bahasa Inggris umum oleh Skill Academy Ruangguru dengan biaya Rp 1 juta, sedangkan di Youtube terdapat video edukasi bahasa Inggris sederhana dengan materi yang tak jauh berbeda. Ada juga teknik tata rias wajah di Bukalapak senilai Rp 1 juta, tetapi ada video edukasi dengan materi hampir serupa di Youtube.
Pemilihan platform
Kriteria pemilihan platform digital yang menjadi mitra program ini sempat dikritisi. Pemerintah memutuskan bekerja sama dengan delapan platform, yang terdiri atas enam perusahaan rintisan swasta, yaitu Skill Academy dari Ruangguru, Pintaria dari HarukaEDU, Sekolah.mu, Mau Belajar Apa, Tokopedia, dan Bukalapak. Ada pula platform Pijar Mahir milik PT Telkom serta Sistem Informasi Ketenagakerjaan (Sisnaker) milik Kementerian Ketenagakerjaan.
Kami sepakat akan meninjau tata kelola Kartu Prakerja sebelum gelombang empat dijalankan.
Oleh karena itu, Komite Cipta Kerja yang dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menginisiasi rapat dengan Kejaksaan Agung, KPK, dan Kementerian Sekretariat Negara untuk meminta saran perbaikan program Kartu Prakerja. ”Kami sepakat akan meninjau tata kelola Kartu Prakerja sebelum gelombang empat dijalankan,” ujar Deputi Bidang Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro Kecil Menengah Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin di Jakarta, Kamis (11/06/2020). Rudy masuk tim Komite Cipta Kerja, sebagai perumus kebijakan program Kartu Prakerja.
Merespons peninjauan tersebut, Manajemen Pelaksana (PMO) Kartu Prakerja menahan seluruh pembayaran untuk platform digital mitra program, dan menunda pencairan insentif uang bagi peserta. Dalam data Statistik Transaksi Pelatihan Kartu Prakerja per 27 Mei 2020 tertulis ”Sampai saat ini, PMO belum membayar pelatihan via digital platform sama sekali sampai policy dan process dinyatakan clean and clear oleh Jamdatun Kejaksaan Agung, KPK, Bareskrim Polri, BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah), dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha)”.
Pembayaran ditangguhkan untuk mengantisipasi risiko hukum. ”Kalau kami (pemerintah) sudah keburu bayar nanti menjadi kerugian negara, kalau tata kelolanya tidak benar. Jadi status Prakerja saat ini pending dulu,” kata Rudy.
Baca juga: Bermanfaat buat Peserta, Belum untuk Dunia Usaha
Burhanuddin, pemilik Lembaga Pendidikan dan Keterampilan (LPK) Wajo Intelektual Mandiri, Sulawesi Selatan, mengaku belum menerima pembayaran pelatihan di Kartu Prakerja. Sejak bergabung pada April lalu, terdapat lebih dari 800 peserta Kartu Prakerja mengambil dan mengulas kelas pelatihan ”Mengoperasikan Komputer Dasar: Aplikasi Microsoft Word” yang disediakan LPK Wajo Intelektual Mandiri.
Sesuai perjanjian, kata Burhanuddin, dari pelatihan seharga Rp 200.000 itu, lembaganya akan memperoleh komisi sebesar 75 persen, sedangkan 25 persen menjadi bagian Sekolah.mu. ”Lembaga bisa meminta pembayaran ke platform, prosesnya 14 hari. Tetapi, itu kalau dananya sudah cair dari pemerintah,” ujar Burhanuddin.
Public Relation Lead Ruangguru Sekar Krisnauli mengungkapkan belum ada pembayaran apa pun terkait Kartu Prakerja. Chief Partnership Officer Haruka Edu Gerald Ariff mengatakan hal serupa. ”Sampai saat ini kami menunggu dibayar pemerintah. Semua platform belum mendapatkan 1 rupiah pun,” kata Gerald.
Sementara peserta juga belum lagi mendapat insentif uang tunai. ”Insentif kedua saya seharusnya turun tanggal 2 Juni, tetapi belum ada sampai sekarang,” kata Daniel (23), peserta Kartu Prakerja asal Tasikmalaya, Jawa Barat.
Selain pembayaran, manajemen pelaksana juga menangguhkan penambahan mitra platform digital. ”Saat ini sudah ada 14 perusahaan yang mengajukan diri menjadi platform digital. Saya akan buka, tetapi (perlu) ada kepastian (hukum) dulu. Tanpa kepastian, enggak berani,” kata Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Purbasari.
Mengacu data manajemen pelaksana Kartu Prakerja, jumlah peserta selama tiga gelombang mencapai 680.918 orang. Setiap peserta telah mendapatkan saldo uang digital Rp 1 juta, guna membeli berbagai jenis pelatihan. Sebagian peserta sudah menggunakan uang digital untuk mengambil pelatihan melalui delapan platform digital mitra Kartu Prakerja. Tercatat hingga 27 Mei, sudah ada 702.974 transaksi pelatihan.
Selain itu, 361.215 orang peserta Kartu Prakerja telah mendapat insentif uang tunai pascapelatihan, Rp 600.000 per orang. Insentif menurut rencana diberikan selama 4 bulan.
Peninjauan tata kelola Kartu Prakerja diserahkan kepada tim teknis bentukan Komite Cipta Kerja. Tim dipimpin Jaksa Agung Muda Perdata Tata Usaha Negara Fery Wibisono. Anggota tim adalah deputi atau direktur jenderal di antaranya dari Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Keuangan, BPKP, dan LKPP.
Tim bekerja sejak awal Juni dan bertanggung jawab menelaah kembali dasar hukum Kartu Prakerja serta meninjau tata kelolanya. Selain itu, keluhan dan masukan, dari publik dan sejumlah instansi termasuk KPK, menjadi bahan kajian.
Menurut Fery, tim juga meminta bantuan auditor untuk mengevaluasi tagihan pembayaran dan pencairan dana kegiatan yang sudah berjalan. Adapun ulasan beserta rekomendasi perbaikan operasional dan kebijakan sudah disampaikan agar program tepat sasaran dan risiko masalah hukum bisa dicegah.