Pandemi Covid-19 di Indonesia telah mengubah sejumlah proyeksi di sektor hulu migas domestik. Serapan gas tak sesuai target. Begitu pula realisasi "lifting" minyak dan gas bumi.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dampak kebijakan pemerintah menurunkan harga gas bumi untuk industri sebesar 6 dollar AS per juta metrik british thermal unit atau MMBTU di lapangan masih memerlukan waktu. Meski sudah ada penurunan harga, serapan gas bumi ataupun produksi siap jual atau lifting gas belum sesuai harapan.
Pandemi Covid-19 di Indonesia juga menyebabkan perubahan proyeksi komoditas gas bumi di dalam negeri. Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk Mei 2020 menyebutkan serapan gas alam cair (LNG) di dalam negeri hanya dua kargo, jauh lebih rendah dibandingkan dengan serapan selama triwulan I-2020 yang mencapai 13 kargo.
LNG yang belum terserap di dalam negeri akan dijual ke pasar tunai (spot market) dengan risiko harga yang jauh lebih murah. Mengutip laman Bloomberg, LNG dijual dengan harga 1,7 dollar AS per MMBTU di pasar tunai.
Menurut Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, pandemi Covid-19 berkontribusi terhadap serapan LNG di dalam negeri. Penerapan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) beberapa waktu lalu berdampak pada berkurangnya aktivitas industri, terutama industri pengguna gas. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah salah satu penyerap utama LNG di pasar domestik untuk kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik.
”Rendahnya serapan gas di dalam negeri, selain disebabkan pandemi Covid-19, juga perlunya masa transisi di sektor industri pengguna gas untuk (menerapkan) kebijakan pemerintah tentang penyesuaian harga gas industri,” kata Dwi Soetjipto dalam keterangan resmi, Selasa (16/6/2020).
LNG yang belum terserap di dalam negeri akan dijual ke pasar tunai (spot market) dengan risiko harga yang jauh lebih murah.
Selain serapan yang rendah, lifting gas bumi belum sesuai harapan. Pada Mei 2020, lifting gas bumi tercatat 5.253 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Realisasi itu di bawah realisasi lifting gas bumi pada triwulan I-2020 yang 5.641 MMSCFD. Padahal, target lifting gas bumi tahun ini, berdasarkan patokan APBN, adalah 6.670 MMSCFD.
Terkait harga gas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 89 K/10/MEMILIKI/2020 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 91 K/12/MEM/2020 tentang Harga Gas Bumi di Pembangkit Tenaga Listrik. Kedua aturan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Perpres tersebut menyatakan bahwa harga gas yang tidak dapat memenuhi keekonomian industri pengguna gas bumi dan harga gas lebih tinggi dari 6 dollar AS per MMBTU, menteri dapat menetapkan harga gas tertentu. Penetapan harga gas tersebut dikhususkan untuk industri pupuk, petrokimia, baja, oleokimia, baja, keramik, dan sarung tangan karet. Sektor pupuk, petrokimia, dan baja sudah terlebih dahulu menikmati penurunan harga gas.
Kalangan industri mengeluhkan tingginya harga gas yang disebut menurunkan daya saing produk. Sebagai contoh, harga gas untuk industri keramik di Jawa bervariasi dari 8 dollar AS per MMBTU hingga 9 dollar AS per MMBTU.
Dengan terbitnya aturan tersebut, PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN bersama PT Pertamina EP adalah para pihak yang termasuk harus merevisi harga jual beli gas. PGN membeli gas dari Pertamina EP untuk keperluan proyek jaringan transmisi gas Sumatera Selatan-Jawa Barat dan untuk pelanggan PGN yang ada di Medan, Sumatera Barat. Kedua pihak sepakat menurunkan harga jual beli dari 5,33 dollar AS per MMBTU menjadi 4 dollar AS per MMBTU.
”Kami berharap upaya ini dapat menjadi langkah nyata mewujudkan target pemerintah untuk mendorong kemajuan industri agar berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan memiliki dampak ganda,” ujar Direktur Utama PGN Suko Hartono.
Sebelumnya, kalangan industri mengeluhkan tingginya harga gas yang disebut menurunkan daya saing produk. Sebagai contoh, harga gas untuk industri keramik di Jawa bervariasi dari 8 dollar AS per MMBTU hingga 9 dollar AS per MMBTU. Penurunan harga gas lewat kebijakan yang ditetapkan pemerintah dilakukan dengan mengurangi bagian negara di hulu.