Preferensi Investor Berubah, Jadwal dan Seri Penerbitan SBN Ritel Diubah
Preferensi investor dalam memilih instrumen investasi berubah. Untuk mengakomodasi itu, pemerintah juga mengubah jadwal dan seri penerbitan surat berharga negara ritel untuk enam bulan mendatang.
Oleh
karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengubah jadwal dan seri penerbitan surat berharga negara ritel untuk enam bulan mendatang. Langkah itu untuk mengakomodasi perubahan preferensi investor dalam memilih instrumen investasi selama masa pandemi.
Pada 2020, penerbitan surat berharga negara (SBN) ritel tetap dilakukan sebanyak enam kali, yang terdiri dari Savings Bond Ritel (SBR), sukuk tabungan (ST), sukuk ritel (Sukri), dan Obligasi Ritel Indonesia (ORI). Target nominal dari enam kali penerbitan SBN ritel itu berkisar Rp 50 triliun-Rp 60 triliun.
Berdasarkan catatan Kompas, Selasa (16/6/2020), ada dua seri SBN ritel yang sudah terbit, yaitu SBR009 dengan total volume pemesanan Rp 2,25 triliun dan SR012 senilai Rp 12,14 triliun. Pemerintah baru membuka masa penawaran seri ORI017 pada 15 Juni-15 Juli 2020 dengan target indikatif Rp 5 triliun-Rp 10 triliun.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Deni Ridwan menuturkan, pandemi Covid-19 mengubah preferensi investor dalam memilih instrumen investasi. Instrumen investasi yang diminati bukan sekadar bebas risiko gagal bayar.
”Ketidakpastian tinggi selama masa pandemi. Oleh karena itu, selain aman, investor akan memilih instrumen investasi yang fleksibel atau mudah dicairkan,” kata Deni dalam telekonferensi peluncuran ORI017, Senin (15/6).
Untuk mengakomodasi kebutuhan investor ritel, pemerintah menggeser jadwal penerbitan ORI dan SBR tahun ini. Penerbitan seri ORI017 dipercepat, dari semula Agustus-September menjadi Juni-Juli. Adapun SBR010 yang semula akan diterbitkan pada Juni-Juli menjadi Agustus-September. Kedua seri SBN ritel itu mempunyai fitur berbeda.
Untuk mengakomodasi kebutuhan investor ritel, pemerintah menggeser jadwal penerbitan ORI dan SBR tahun ini
Deni mengatakan, ORI dan SBR bebas risiko gagal bayar karena dijamin negara berdasarkan undang-undang. Namun, keunggulan ORI dapat diperdagangkan di pasar sekunder sehingga investor dapat mencairkan dana investasi sebelum masa jatuh tempo. Berbeda dengan SBR yang harus menunggu jatuh tempo selama dua tahun.
”SBR dalam kondisi saat ini dinilai tidak terlalu menarik karena tidak bisa diperjualbelikan,” ujar Deni.
Selain mengubah jadwal, pemerintah juga mengganti seri penerbitan SBN ritel. ST yang semula dijadwalkan dua kali menjadi satu kali tahun ini, yaitu hanya seri ST007 pada Agustus-September 2020. Slot penerbitan ST akan digantikan dengan sukuk ritel seri SR013 yang menurut rencana terbit pada Oktober-November 2020.
Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Dwi Irianti Hadiningdyah menambahkan, tahun ini, penerbitan Sukri ditambah, dari satu menjadi dua kali untuk mengakomodasi kebutuhan investor. Investor syariah ritel membutuhkan instrumen yang bersifat tradable atau bisa dijual kapan saja.
”Keunggulan Sukri mirip dengan ORI yang bisa diperjualbelikan di pasar sekunder,” ujar Dwi.
Hasil penerbitan SBN ritel akan digunakan untuk membiayai belanja negara yang fokus pada tiga prioritas, yaitu penanganan Covid-19 di bidang kesehatan, peningkatan daya beli masyarakat melalui program jaring pengaman sosial, serta bantuan bagi dunia usaha dengan suntikan stimulus fiskal.
Literasi keuangan
Dalam kesempatan yang sama, perencana keuangan dari ZAP Finance, Prita Hapsari Ghozie, menuturkan, literasi keuangan masyarakat cenderung meningkat selama pandemi Covid-19. Saat ini sekitar 83 persen masyarakat sadar pentingnya perencanaan keuangan di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian.
Perencanaan keuangan diperlukan untuk menghadapi masa transisi menuju era normal baru. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengevaluasi sumber pemasukan. Sumber pemasukan harus dihitung secara akurat untuk mengetahui daya tahan fiskal pribadi atau rumah tangga. Setelah itu, pemasukan dibagi dalam tiga pos berbeda.
”Pemasukan sebaiknya dibagi menjadi biaya sehari-hari (living), biaya tabungan atau investasi (investing), dan hiburan (playing). Persentase pembagian untuk tiga pos ini sesuai kebutuhan,” kata Prita.
Di masa pandemi, investasi tetap diperlukan untuk menjaga keberlanjutan fiskal. Investasi SBN ritel minimal Rp 1 juta dan maksimal Rp 3 miliar.
Sebelumnya, ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, berpendapat, SBN ritel menawarkan tingkat kupon yang lebih tinggi dari proyeksi laju inflasi dan tren bunga deposito sehingga masih sangat menarik. Tren tingkat kupon SBN ritel juga diperkirakan stabil kisaran 6 persen sehingga selisih dari suku bunga dengan inflasi (real interest rate) relatif tinggi.