JAKARTA, KOMPAS — Sebagian pekerja yang kehilangan nafkah akibat pandemi Covid-19 tidak ikut merasakan embusan angin segar dari pembukaan kembali aktivitas ekonomi. Tidak ada jaminan bagi mereka kembali bekerja di tengah kondisi perusahaan yang belum pulih dan permintaan pasar dalam negeri dan luar negeri yang rendah.
Analisis mahadata ketenagakerjaan Badan Pusat Statistik menunjukkan, iklan lowongan kerja pada April merosot dibandingkan dengan Januari 2020.
Sementara berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan per 27 Mei 2020, sebanyak 3.066.567 pekerja dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan akibat pandemi Covid-19. Mereka dari sektor formal dan informal.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sintha W Kamdani saat dihubungi di Jakarta, Minggu (14/6/2020), mengatakan, kemampuan perusahaan dan sektor berbeda. Sektor pariwisata dan manufaktur kemungkinan paling lama pulih sehingga tidak bisa langsung mempekerjakan kembali pekerja yang dipecat dan dirumahkan.
Permintaan kedua sektor itu turun tajam akibat pandemi Covid-19 dan saat ini belum menunjukkan tanda-tanda pulih. Padahal, kedua sektor padat karya ini termasuk paling banyak menyerap tenaga kerja.
Menurut IHS Markit, purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia anjlok ke level 27,5 pada April 2020 kemudian meningkat tipis ke level 28,6 pada Mei 2020. Kondisi ini jauh di bawah kondisi Maret 2020, yakni di level 45,3.
IHS Markit mencatat, level produksi, permintaan, dan penjualan ekspor yang anjlok itu berdampak signifikan pada nasib pekerja sektor manufaktur.
Kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan, dari 10 juta tenaga kerja di 17 subsektor industri manufaktur padat karya, hanya 50 persen yang berhasil dipertahankan selama pandemi. Pekan lalu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memperkirakan, daya beli pekerja manufaktur berpotensi hilang Rp 40 triliun. Kehilangan daya beli itu disebabkan utilitas sektor manufaktur yang berkurang hingga tersisa 50 persen pada periode pertengahan Maret-Mei 2020. Dampaknya berupa pengurangan jumlah tenaga kerja, waktu bekerja, serta upah atau penghasilan per jam pekerja.
Baca juga: Tanpa Kedisiplinan, Pemulihan Ekonomi Bakal Makin Berat
Sintha menambahkan, dengan kondisi finansial perusahaan yang belum pulih, pelaku usaha tidak bisa menjamin merekrut lagi karyawan yang sudah dirumahkan atau di-PHK. Upaya pemerintah mendorong masa transisi dengan tetap produktif dan aman Covid-19 belum tentu cepat mengembalikan permintaan pasar.
”Kita berharap permintaan kembali agar bisa mempekerjakan lagi karyawan. Kalau permintaan tinggi dan kita butuh karyawan, kenapa tidak? Akan tetapi, permintaan ini sulit karena tidak bisa diterka sama sekali kapan pulihnya, baik dalam negeri maupun luar negeri,” kata Sintha.
Upaya pemerintah mendorong masa transisi dengan tetap produktif dan aman Covid-19 belum tentu cepat mengembalikan permintaan pasar.
Ia menambahkan, meskipun perusahaan kembali merekrut karyawannya, terpaksa ada pemotongan gaji dan tunjangan untuk menyesuaikan dengan kemampuan kas perusahaan.
Tidak memaksa
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, pemerintah tidak bisa memaksa perusahaan di DKI Jakarta untuk menghindari PHK dan merekrut kembali karyawan yang sempat di-PHK.
”Ada (perusahaan) yang masih kuat, ada yang tidak kuat. Kalau kondisinya normal, kita bisa tegas dengan aturan, tetapi kondisi saat ini tidak normal,” kata Andri.
Ia menambahkan, pemerintah mengawasi proses pengaduan dan negosiasi bipartit antara pengusaha dan pekerja. Titik tengah harus diambil antara kedua pihak. Jika perusahaan masih sanggup, sebisa mungkin harus mempekerjakan kembali karyawan. Namun, pekerja tidak bisa menuntut upah dan gaji penuh.
”Jadi, kami minta pemahaman dan kejujuran setiap pihak,” katanya.
Baca juga : Program Padat Karya Tunai Serap 361.659 Pekerja
Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga berharap pemerintah bersikap tegas terhadap perusahaan agar kembali memanggil pekerja yang telanjur di-PHK dan dirumahkan. ”Hal ini mengkhawatirkan karena melihat angka pengangguran sekarang bisa menimbulkan masalah sosial baru di tengah masyarakat,” katanya.
Pemerintah diminta mengerahkan pengawas ketenagakerjaan di setiap daerah untuk proaktif memastikan kondisi finansial perusahaan.