Ukuran penggunaan dana talangan, yakni perbaikan kinerja BUMN, diperkirakan tidak terjadi seketika. Sebab, pandemi Covid-19 masih jadi faktor eksternal yang berpengaruh.
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah kondisi ekonomi yang terpuruk akibat pandemi Covid-19, tidak ada jaminan kinerja perusahaan BUMN serta-merta membaik setelah menerima dana talangan. Bisa jadi, dana itu berfungsi menjadi semacam jaring pengaman untuk bertahan.
Lima BUMN yang kinerjanya terkena dampak pandemi Covid-19 mendapat dana talangan Rp 19,65 triliun dari pemerintah. Perusahaan BUMN itu adalah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Perkebunan Nusantara (Persero), PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, dan Perum Perumnas.
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menyebutkan, efektivitas tidak bisa jadi tolok ukur keberhasilan program pemulihan ekonomi nasional ketika pandemi masih membayangi. ”Pemerintah tidak lagi melihat efektivitas program suntikan dana itu untuk memperbaiki kinerja BUMN, tetapi urgensinya dengan alasan perusahaan harus bertahan,” kata Alfred yang dihubungi Rabu (10/6/2020).
Idealnya, tambah Alfred, suntikan dana BUMN dibuktikan dengan perbaikan kinerja perusahaan. Namun, saat ini pandemi Covid-19 menjadi faktor eksternal yang lebih banyak menentukan kondisi perusahaan. Oleh karena itu, tidak ada jaminan suntikan dana dari pemerintah akan memperbaiki kinerja BUMN selama pandemi masih ada.
”Momentum saat ini yang bisa dilakukan adalah bertahan karena faktornya eksternal dan tidak bisa dikendalikan BUMN,” kata Alfred.
Dengan kondisi perusahaan yang tengah merugi, dana talangan dari pemerintah akan digunakan untuk bertahan dan membayar utang. Praktik ini dinilai tidak lazim. Sebab, selama ini bantuan dana pemerintah lebih banyak digunakan untuk belanja modal.
Konsep dana talangan juga relatif asing dalam bantuan pemerintah kepada perusahaan BUMN. Kendati belum tentu memperbaiki kinerja, Alfred tidak menilai bantuan dana itu sia-sia karena diharapkan bisa menunjukkan hasil setelah pandemi berlalu.
”Dalam kondisi seperti ini, yang paling maksimal bisa dilakukan BUMN adalah efisiensi dan bertahan agar tidak terlalu terpuruk. Efisiensi yang dipertahankan akan memberi margin lebih besar ketika pandemi Covid-19 selesai dan ekonomi dibuka,” katanya.
Wakil Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Nasdem Martin Manurung mempertanyakan perusahaan yang mendapat dana talangan tidak 100 persen dimiliki Pemerintah RI. Sebab, secara tidak langsung, dana itu akan dinikmati pemegang saham yang bukan pemerintah.
Bayar utang
Di tengah risiko pelebaran defisit APBN 2020, suntikan dana ke BUMN justru didominasi pembayaran utang pemerintah. Pembayaran utang berupa dana kompensasi ini tidak berdampak langsung terhadap perbaikan ekonomi.
Tahun ini, pemerintah menyuntikkan dana tambahan untuk BUMN Rp 118,15 triliun. Suntikan dana itu melalui program pemulihan ekonomi nasional kepada 10 BUMN sebesar Rp 42,07 triliun, serta dana kompensasi ke PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Rp 76,08 triliun.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, mengatakan, pemerintah harus berhati-hati menyuntikkan dana tambahan ke BUMN karena akan memengaruhi pelebaran defisit APBN 2020. Risiko pelebaran defisit APBN semakin besar karena pemerintah harus membayar utang ke BUMN.
”Utang pemerintah ke BUMN harus dibayar. Namun, dalam kondisi sulit seperti saat ini, pembayaran utang semakin menekan APBN,” ujar Abra dalam telekonferensi di Jakarta, Rabu (10/6/2020).
Sejauh ini Kementerian Keuangan mengonfirmasi pembayaran utang dalam bentuk dana kompensasi kepada Pertamina Rp 37,83 triliun untuk utang subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji serta ke PLN Rp 38,25 triliun untuk membayar utang subsidi listrik.
Dalam kondisi sulit seperti saat ini, pembayaran utang semakin menekan APBN.
Masih ada pembayaran utang ke beberapa BUMN di dalam daftar usulan, antara lain, ke grup BUMN karya Rp 12,16 triliun, PT Kereta Api Indonesia (Persero) Rp 300 miliar, PT Kimia Farma (Persero) Rp 1 triliun, Perum Bulog Rp 560 miliar, dan PT Pupuk Indonesia (Persero) Rp 6 triliun.
Abra menuturkan, tidak semua utang pemerintah dibayar dalam tunai. Skema pembayaran utang dapat dicicil atau diubah menjadi utang pajak.
”Kontribusi BUMN Indonesia terhadap perekonomian relatif rendah dibandingkan dengan BUMN Singapura dan BUMN China,” kata Abra.
Laba bersih BUMN Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya 1 persen pada 2018. Adapun peran laba BUMN Singapura Temasek di atas 5 persen PDB dan BUMN China 3 persen PDB. Sementara pendapatan BUMN RI terhadap PDB pada 2015-2018 berkisar 15 persen.
Menteri BUMN Erick Thohir, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Selasa (9/6/2020), mengatakan, utang pemerintah ke BUMN cukup besar karena terakumulasi sejak 2017.
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri berpendapat, utang jatuh tempo ke BUMN yang tidak dibayar pemerintah selama bertahun-tahun mencerminkan ketidakdisiplinan fiskal. Ironisnya, pemerintah mesti membayar utang jatuh tempo tersebut dalam kondisi krisis dan keterbatasan fiskal seperti saat ini.