Aksi Ambil Untung dan Pelonggaran PSBB Sebabkan IHSG Melorot
Penurunan IHSG masih didominasi aksi ambil untung yang dilakukan pasar setelah indeks alami lonjakan dalam beberapa hari. Sentimen ini diperparah dengan laju penambahan jumlah kasus Covid-19 di masa pelonggaran PSBB.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kecemasan pelaku pasar terhadap sejumlah isu dari dalam negeri, terutama terkait kasus baru Covid-19, membuat indeks saham kembali tertekan. Pergerakan indeks saham pun masih dibayangi oleh kekhawatiran resesi ekonomi dunia yang memicu aksi ambil untung pelaku pasar.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah turun 65,93 poin atau 1,34 persen ke level 4.854,75 pada perdagangan Kamis (11/6/2020). Investor asing menekan pasar saham dalam negeri dengan aksi jual bersih senilai Rp 247,24 miliar.
Laju indeks amblas dan sempat menyentuh level terendah 4.812,193. Total nilai transaksi saham di pasar reguler, tunai, dan negosiasi senilai Rp 5,54 triliun. Tercatat sebanyak 289 saham terkoreksi, 137 saham menguat, dan 134 saham mengalami stagnansi.
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee, Kamis (11/6/2020), mengatakan, penurunan IHSG hari ini masih didominasi oleh aksi ambil untung yang dilakukan pasar setelah indeks alami lonjakan dalam beberapa hari. Sentimen ini diperparah dengan laju penambahan jumlah kasus Covid-19 di masa pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
”Bursa dunia masih dalam periode ambil untung. Dari dalam negeri ada penambahan kasus (Covid-19). Hal yang sama juga jadi perhatian karena di AS jumlah perawatan meningkat,” ujarnya.
Penurunan IHSG masih didominasi oleh aksi ambil untung yang dilakukan pasar setelah indeks alami lonjakan dalam beberapa hari. Sentimen ini diperparah dengan laju penambahan jumlah kasus Covid-19 di masa pelonggaran PSBB.
Menurut Hans, aksi ambil untung dilakukan investor pasar modal dengan melepas saham-saham perusahaan di sektor yang dianggap berisiko sebelum kembali masuk ke saham. Saham-saham perusahaan itu diproyeksi akan tumbuh tinggi seperti saham teknologi dan telekomunikasi.
”Pergerakan IHSG masih akan dibayangi oleh sentimen resesi ekonomi yang sebelumnya telah diramalkan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD),” ujarnya.
OECD, dalam laporan proyeksi ekonomi edisi Juni 2020, yang dirilis Rabu (10/6/2020) malam, menyajikan dua skenario proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020. Skenario proyeksi pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan ada atau tidaknya gelombang kedua pandemi Covid-19.
Pada 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan minus 2,8 persen dengan catatan tekanan ekonomi dari sisi penawaran, permintaan, dan perdagangan hanya terjadi satu kali. Tekanan ekonomi itu dipengaruhi lonjakan kasus pandemi Covid-19 di Indonesia yang terjadi pada pertengahan April 2020.
Kontraksi ekonomi akan lebih dalam jika gelombang pandemi Covid-19 terjadi dua kali, yaitu pada paruh II-2020. OECD memproyeksikan perekonomian Indonesia tumbuh minus 3,9 persen jika pandemi Covid-19 untuk kedua kalinya menghantam sisi permintaan, penawaran, dan perdagangan domestik.
OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global minus 7,6 persen tahun 2020 jika gelombang kedua Covid-19 terjadi dan pembatasan wilayah kembali diterapkan oleh sejumlah negara. Pertumbuhan ekonomi berangsur pulih pada 2021 menjadi positif 2,8 persen. Jika gelombang kedua Covid-19 terhindarkan, pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan minus 6 persen tahun ini.
Hans berpendapat, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) tidak memberikan sentimen yang berarti setelah bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), masih mempertahankan suku bunga acuan nol persen dan proyeksi ekonomi yang akan kontraksi 6,5 persen pada tahun ini.
”Secara terbuka OECD telah meramalkan bahwa pandemi Covid-19 akan membawa ekonomi ke jalur resesi terburuk selama 100 tahun atau mirip dengan flu Spanyol,” kata Hans.
Secara terbuka OECD telah meramalkan bahwa pandemi Covid-19 akan membawa ekonomi ke jalur resesi terburuk selama 100 tahun atau mirip dengan flu Spanyol.
Analis Binaartha Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengatakan, pelaku pasar merespons negatif perlambatan pertumbuhan ekonomi AS yang telah diakui The Fed. Di sisi lain, meningkatnya kasus Covid-19 juga menjadi sentimen negatif bagi pasar, di samping perang dagang AS-China.
”Hal ini menyebabkan terjadinya kekhawatiran pasar terhadap kondisi perekonomian global,” ujar Nafan.
Di samping itu, pemerintah juga memperkirakan ekonomi akan terkontraksi pada triwulan II-2020 dengan 32 sektor mencatatkan penurunan pendapatan sejak April 2020. Namun, Nafan menilai pasar telah memperhitungkan kontraksi ekonomi tersebut dan melihat valuasi murah dari saham-saham di Indonesia sebagai peluang.
Selain IHSG, bursa saham regional Asia sore ini juga melemah, di antaranya indeks Nikkei 225 Jepang melemah 652,04 poin atau 2,82 persen ke level 22.472,91, dan Indeks Hang Seng Hong Kong yang anjlok 569,58 poin atau 2,27 persen ke level 24.480,15.