Bank Mandiri mencatatkan pertumbuhan kredit 14,2 persen pada triwulan I-2020 di tengah pandemi Covid-19. Terjaganya likuiditas membuat bank BUMN ini masih leluasa dalam merestrukturisasi kredit.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Bank Mandiri (Persero) Tbk berupaya menjaga kualitas aset dan bisnis yang berpotensi memberikan dampak bagi bisnis perseroan di tengah pandemi Covid-19. Terjaganya likuiditas membuat bank BUMN ini masih leluasa dalam merestrukturisasi kredit.
Dalam paparan kinerja triwulan I-2020 yang digelar secara virtual, Senin (8/6/2020), Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar menyampaikan, perseroan berupaya untuk terus bertumbuh di tengah kondisi perekonomian yang penuh ketidakpastian.
”Kami terus berupaya menjaga kualitas aset dan bisnis karena pandemi ini sangat berpotensi memberikan dampak bagi bisnis perseroan,” ujarnya.
Sepanjang triwulan I-2020, Bank Mandiri membukukan pertumbuhan laba setelah pajak sebesar 9,44 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 7,92 triliun. Pertumbuhan laba bersih didorong oleh peningkatan pendapatan non-bunga sebesar 23,95 persen dibandingkan dengan triwulan I-2019.
Royke juga menjelaskan, salah satu upaya Bank Mandiri menghadapi efek pandemi terhadap bisnis adalah dengan menjaga kecukupan likuiditas, termasuk menerbitkan obligasi rupiah sebesar Rp 1 triliun dan emisi global bonds 500 juta dollar AS (Rp 6,99 triliun) serta meningkatkan pengumpulan dana murah.
Direktur Treasury dan International Banking Bank Mandiri Darmawan Junaidi menambahkan, kondisi likuiditas perseroan saat ini masih sangat sehat. Bank BUMN ini dinilai belum perlu memaksimalkan repo atau menggadaikan surat berharga kepada Bank Indonesia untuk tambahan injeksi likuiditas.
Bank Mandiri, lanjutnya, masih memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, baik di jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini ditunjukkan oleh Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio/LCR) di kisaran 170 persen dan Rasio Pendanaan Stabil Bersih (Net Stable Funding Ratio/NSFR) di kisaran 112 persen.
”Karena likuiditas Bank Mandiri masih sangat terjaga, kami bisa fokus dalam melakukan restrukturisasi kredit,” ujar Darmawan.
Restrukturisasi
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin memaparkan, hingga 7 Juni 2020, Bank Mandiri telah menyetujui restrukturisasi kredit terhadap 404.000 debitor terdampak Covid-19 dengan jumlah baki debet kredit sebesar Rp 99 triliun. ”Dari jumlah tersebut, Rp 51,6 triliun berasal dari wholesale banking, yakni korporasi dan komersial, sisanya dari ritel dan lain-lain,” ujarnya.
Sebagian besar kredit yang direstrukturisasi, lanjut Siddik, berasal dari sektor bisnis hotel, restoran, akomodasi, transportasi, konstruksi, dan properti. Seluruh sektor ini sekitar 70-80 persen dari total kredit yang direstrukturisasi Bank Mandiri.
Mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJ.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian sebagai Kebijakan Countercyclical di Tengah Pandemi Covid-19, kredit yang direstrukturisasi dari debitor terdampak pandemi akan otomatis lancar sehingga ada penambahan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
Meski begitu, menurut Siddik, Bank Mandiri juga sedang melakukan kajian untuk mengevaluasi dan melakukan penyesuaian CKPN terhadap semua debitor yang direstrukturisasi.
”Bank Mandiri akan mengevaluasi siapa saja debitor yang sudah direstrukturisasi yang kemungkinan tidak bisa bangkit lagi setelah Covid-19 berakhir,” ujarnya.
Strategi pembiayaan
Royke Tumilaar mengatakan, perseroan akan fokus mengejar pertumbuhan kredit pada sektor-sektor yang tidak terdampak Covid-19. ”Kami akan fokus melakukan pembiayaan di sektor farmasi, telekomunikasi, dan barang konsumsi,” ujarnya.
Bank Mandiri akan menyesuaikan strategi penyaluran kredit dengan kondisi Covid-19 saat ini dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian. Selain sektor tersebut, perseroan juga akan terus mendukung debitor yang masih sehat dan merupakan pemimpin pasar di industri masing-masing.
Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Silvano Winston Rumantir mengatakan, kredit perseroan di sektor farmasi, telekomunikasi, dan barang konsumsi pada triwulan I-2020 masih tumbuh baik.
Eksposur kredit sektor farmasi Bank Mandiri dalam tiga bulan pertama 2020 tumbuh 16,8 persen dibandingkan dengan triwulan I-2019. Adapun eksposur kredit sektor barang konsumsi naik 6,9 persen pada periode yang sama. ”Pertumbuhan tahunan paling signifikan terjadi di sektor telekomunikasi yang tumbuh 44 persen pada triwulan I-2020,” ujar Silvano.
Sepanjang triwulan, Bank Mandiri secara konsolidasi masih mencatatkan pertumbuhan kredit 14,2 persen dari Rp 790,5 triliun pada Maret 2019 menjadi Rp 902,7 triliun pada Maret 2020. Silvano melihat dampak Covid-19 terhadap kinerja perseroan di sepanjang triwulan I-2020 belum signifikan.
Ia memperkirakan dampaknya baru akan terasa pada triwulan kedua tahun ini. ”Bank Mandiri bakal merevisi target kreditnya tahun ini. Saat ini, (revisi rencana bisnis) masih dalam proses penyusunan,” ujarnya.