Industri pengolahan makanan dan minuman memerlukan stimulus untuk dapat kembali beroperasi secara berkelanjutan pada era normal baru.
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 dan penerapan pembatasan sosial berskala besar selama lebih dari dua bulan di sejumlah wilayah telah memukul perekonomian Indonesia, termasuk sektor industri pengolahan makanan dan minuman. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Industri Makanan dan Industri Agrifarm Peternakan Juan Permata Adoe mengatakan, industri pengolahan makanan dan minuman memerlukan stimulus untuk dapat kembali beroperasi secara berkelanjutan pada era normal baru.
”Stimulus sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya gangguan proses produksi, distribusi, dan rantai pasok pada sektor industri pengolahan makanan dan minuman di dalam negeri, yang terpukul oleh pandemi Covid-19,” kata Juan dalam siaran pers pada Minggu (7/6/2020) di Jakarta.
Sampai saat ini, pemerintah menyatakan akan memberikan stimulus terhadap semua sektor ekonomi yang nilainya mencapai Rp 677,2 triliun. Berdasarkan penilaian Juan, dana tersebut hanya cukup untuk merestrukturisasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta jaring pengaman sosial.
Besaran stimulus yang paling moderat, menurut Juan, adalah sesuai yang diusulkan Kadin, yaitu Rp 1.600 triliun atau 10 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Kadin mengusulkan kepada pemerintah agar meningkatkan stimulus menjadi Rp 1.600 triliun berdasarkan pertimbangan dana itu akan digunakan untuk program jaring pengaman sosial sebesar Rp 600 triliun, dana kesehatan Rp 400 triliun, serta dana pemulihan ekonomi dan industri Rp 600 triliun.
Sebagai perbandingan, Pemerintah Singapura telah meningkatkan stimulus dari 12,5 persen menjadi 19 persen dari PDB. Langkah serupa dilakukan Pemerintah Malaysia dengan menaikkan stimulus menjadi 20 persen dari PDB.
”Memang, tidak harus serta-merta dinaikkan menjadi 20 persen. Namun, pemerintah perlu mempertimbangkan jaring pengaman sosial, daya beli masyarakat, dan produktivitas industri. Ini semua bertujuan untuk mencegah pengangguran dan mempertahankan daya saing,” kata Juan.
Menurut Juan, pemerintah mempunyai kewenangan untuk menentukan siapa saja yang dapat menerima stimulus. Presiden Joko Widodo pernah menyatakan sektor pertanian dan perikanan harus dibangun dari hilir sampai ke hulu. Hal itu membuktikan stimulus harus segera diberikan kepada pelaku industri hilir, intermediateindustry, sampai industri hulu. Petani, peternak, dan nelayan di sektor hilir juga harus diberikan stimulus.
”Korporasi tidak bisa dipisahkan kebijakannya dengan yang lain karena semua industri memiliki efek menetes ke bawah dalam setiap kegiatan ekonominya,” ujar Juan.
Lebih lanjut, kata Juan, saatnya pemerintah memberikan stimulus tambahan untuk restrukturisasi usaha menengah, industri pengolahan makanan dan minuman, serta hortikultura. Dari jumlah yang ada, masih dibutuhkan tambahan sekitar Rp 800 triliun.
”Dana ini nantinya akan menjadi penyangga ekonomi ke depan, sampai kuartal I-2021. Kita harus menjaga ketersediaan bahan baku agar industri pengolahan dapat terus beroperasi secara berkelanjutan,” katanya.
Menurut Juan, harus dipahami bahwa pada era normal baru akan terjadi shifting ekonomi dan bisnis sehingga harus diantisipasi hingga dua tahun ke depan. Ini persoalan serius karena akan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi, disrupsi produktivitas, dan rantai pasok sehingga diperlukan pendorong yang lebih besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.