Badan Pemeriksa Keuangan berperan penting dalam mengaudit dana pemulihan ekonomi nasional untuk BUMN. Dana itu tidak untuk membayar utang perusahaan.
Oleh
Agnes Theodora/Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tahun ini, 10 BUMN yang terkena dampak Covid-19 memperoleh dana tambahan Rp 42,07 triliun. BUMN itu ditentukan berdasarkan sejumlah kriteria, antara lain pengaruhnya terhadap hajat hidup masyarakat.
Suntikan dana dalam rangka pemulihan ekonomi nasional itu berupa subsidi, dana talangan untuk modal kerja, dan penyertaan modal negara.
Alokasi dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) itu belum termasuk pembayaran percepatan kompensasi kepada PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) senilai Rp 76,08 triliun. Maka, total suntikan dana dari pemerintah kepada BUMN mencapai Rp 118,15 triliun.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Akhmad Akbar Susamto, berpendapat, sejumlah BUMN memang terkena dampak Covid-19 sehingga pemerintah menyuntikkan dana tambahan. Namun, kebutuhan setiap BUMN tergantung pada tingkat keparahan dampak Covid-19.
Kementerian Keuangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara mesti menghitung dampak dan besaran dana tambahan berdasarkan analisis detail yang profesional, independen, dan transaparan. Dengan cara itu, suntikan dana tambahan efektif mempercepat pemulihan ekonomi pasca-Covid-19.
”Jangan sampai Covid-19 menjadi kambing hitam untuk membantu BUMN yang sudah sakit,” kata Akhmad yang dihubungi di Jakarta, Minggu (7/6/2020).
Akhmad menambahkan, jangan sampai dana PEN yang disalurkan ke BUMN digunakan untuk membayar utang perusahaan. Oleh karena itu, Badan Pemeriksa Keuangan berperan krusial mengaudit penggunaan dana PEN. Masyarakat juga bisa mengawasi penggunaan dana PEN.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menuturkan, dana PEN hanya diberikan kepada BUMN yang kinerjanya merosot akibat Covid-19. Adapun dana kompensasi tidak termasuk PEN karena dihitung sebagai utang pemerintah.
”Perusahaan yang ditolong adalah yang sehat, kemudian karena Covid-19 menjadi bermasalah. Ini prinsip bagi semua dana PEN,” kata Febrio dalam telekonferensi dengan media di Jakarta, akhir pekan lalu.
Febrio menambahkan, BUMN yang memperoleh dana PEN terkait Covid-19. Ia mencontohkan, penyertaan modal negara melalui PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) akan disalurkan ke Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) dan PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) untuk pemberian kredit modal kerja usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
”Penyaluran dan penerima PEN terkait dengan penanganan dampak Covid-19 terhadap sektor usaha,” katanya.
Perusahaan yang ditolong adalah yang sehat, kemudian karena Covid-19 menjadi bermasalah.
Febrio menambahkan, dana PEN untuk BUMN akan disalurkan bertahap mulai triwulan II-2020 hingga akhir 2020. Dana talangan untuk modal kerja dan subsidi akan dicairkan pada triwulan II dan III-2020. Sementara investasi pemerintah dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) mulai disalurkan pada triwulan IV-2020.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga pada Jumat (5/6/2020) menyampaikan, perusahaan BUMN tetap harus mencari dana dari pihak lain untuk membayar utang. Perusahaan BUMN tidak bisa memanfaatkan suntikan dana PEN untuk membayar utang.
Pihak ketiga itu antara lain perbankan dan lembaga keuangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 menyebutkan PMN di BUMN yang terkena dampak Covid-19.
Berdasarkan data Kemenkeu, PMN akan diberikan kepada empat perusahaan, yaitu PT Hutama Karya (Persero) sebesar Rp 7,5 triliun, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) sebesar Rp 6 triliun, PT Permodalan Nasional Madani (Persero) sebesar Rp 1,5 triliun, dan PT Pengembangan Pariwisata Indonesia Rp 500 miliar.
Arya mengatakan, pemerintah memilih perusahaan BUMN yang berhak mendapat PMN secara selektif. Pemilihan dilakukan berdasarkan kriteria dan skala prioritas.
Kriteria yang berlaku adalah pengaruh perusahaan itu terhadap hajat hidup masyarakat, total aset yang dimiliki perusahaan itu, kepemilikan pemerintah di perusahaan tersebut, eksposur terhadap sistem keuangan, serta peran sovereign yang dijalankan BUMN itu. ”Penerimaan PMN harus jelas karena akan dipertanggungjawabkan kepada negara,” katanya.