Penjualan benih lobster mulai marak sejak pemerintah membuka keran ekspor benih lobster. Kebijakan harus dipastikan tidak meminggirkan usaha pengembangan budidaya lobster dalam negeri.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencarian agen pengepul benih dan tawaran jual-beli benih lobster mulai marak ke nelayan atau koperasi. Pencarian bahkan melalui media sosial. Keputusan pemerintah mengekspor benih lobster yang tidak transparan dikhawatirkan berujung pada penjualan benih secara jor-joran dan menghancurkan target pengembangan budidaya lobster di dalam negeri.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, tawaran jual-beli benih lobster mulai marak, bahkan melalui media sosial. Selain itu, merebak pula tawaran perusahaan kepada nelayan untuk memasok benih lobster serta pencarian agen pengepul benih.
Hingga akhir Mei 2020, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan rekomendasi 18 perusahaan eksportir benih. Jumlah perusahaan yang mengajukan proposal budidaya dan ekspor benih bening lobster sudah mencapai 50 perusahaan.
Abdullah, pembudidaya lobster di Dusun Telong Elong, Desa Jerowaru, Nusa Tenggara Barat, menyatakan, pembudidaya lobster selama ini mendapatkan benih, antara lain dari pengepul. Namun, benih yang didapat biasanya sisa ekspor. Benih yang tidak laku diekspor, harganya cenderung lebih murah.
Selama ini, harga benih benih lobster mengikuti harga pasar. Kemarin, harga benih bening lobster pasir sekitar Rp 3.500 per ekor dan benih lobster mutiara sekitar Rp 15.000 per ekor. Harga itu dinilai cukup tinggi karena ia biasanya membeli benih lobster mutiara di harga Rp 10.000 per ekor.
Sementara itu, harga lobster hasil budidaya anjlok akibat pandemi Covid-19. Harga lobster mutiara berukuran di atas 300 gram saat ini hanya Rp 330.000 per kg dari yang biasanya Rp 425.000-Rp 450.000 per kg, sedangkan lobster pasir berukuran 200 gram hanya Rp 200.000 per kg dari yang biasanya Rp 350.000 per kg.
”Kalau terlalu jor-joran ekspor benih lobster ke Vietnam, kita bisa makin kalah bersaing untuk pasar lobster konsumsi. Indonesia dan Vietnam sama-sama memiliki tujuan ekspor lobster konsumsi ke China,” ujar Abdullah saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (5/6/2020).
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengakui, pihaknya sudah mendapat informasi nelayan diiming-imingi tawaran dari sejumlah oknum eksportir memasok benih lobster. Ada pula nelayan penangkap benih lobster yang sudah terdaftar sebagai mitra suatu perusahaan, tetapi ditawarkan pula untuk memasok benih ke perusahaan lain.
”Kami tidak mungkin bisa memantau semuanya di lapangan. Namun, kami berupaya mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul,” ujarnya.
Salah satu indikasi pelanggaran bisa tecermin dari harga jual benih bening lobster. Harga wajar benih lobster pasir rata-rata Rp 5.000 per kg, sedangkan benih lobster mutiara Rp 10.000 per kg. Jika harga lobster naik melebihi harga wajar, pembudidaya akan terpinggirkan karena benih sulit terjangkau.
”Kalau harga benih lobster terus naik, berarti ada indikasi lebih banyak benih lobster yang diekspor ketimbang untuk budidaya. Eksportir yang menyimpang dari komitmen akan kami tegur hingga pemberian sanksi pencabutan rekomendasi ekspor (benih),” katanya.
Slamet menegaskan, perusahaan yang mendapat rekomendasi ekspor benih telah diwajibkan memenuhi sejumlah persyaratan serta berkomitmen mengutamakan budidaya lobster di dalam negeri. Komitmen itu antara lain menjaga kestabilan harga benih lobster agar terjangkau untuk pengembangan usaha budidaya lobster.
Ekspor benih lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia yang ditetapkan tanggal 4 Mei 2020.
Ekspor benih bening lobster (Puerulus) mensyaratkan, antara lain eksportir benih melaksanakan pembudidayaan lobster di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat atau pembudidaya setempat berdasarkan rekomendasi pemerintah. Benih diperoleh dari nelayan kecil yang terdaftar.
Kuota penangkapan benih bening lobster 139.475.000 ekor setiap tahun. Persyaratan eksportir untuk mendapatkan kuota ekspor benih antara lain sudah melakukan panen berkelanjutan dan pelepasliaran sebanyak 2 persen hasil panen.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengemukakan, terdapat sejumlah kejanggalan aturan kebijakan ekspor benih lobster sehingga menyulitkan pengawasan di lapangan. Penetapan 18 perusahaan yang mendapat rekomendasi ekspor benih tidak melalui proses yang transparan.
Potensi besar pelanggaran antara lain klaim lahan budidaya lobster untuk syarat memperoleh izin ekspor benih. Ekspor benih lobster yang tidak terkendali akan menyulitkan pembudidaya memperoleh benih dengan harga terjangkau karena pasar lokal memilih ekspor benih. Akibatnya, harga benih juga akan terus naik.
”Usaha pembesaran lobster akan dianaktirikan. Masyarakat pembudidaya hanya akan jadi penonton dan sulit keluar dari jerat kemiskinan,” katanya.
Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik, KKP dan pemerintah daerah punya kewajiban memastikan kebijakan dibukanya keran ekspor benih tidak melemahkan posisi pembudidaya lobster di daerah, serta tidak memunculkan ketimpangan dan kecemburuan di daerah. Pemerintah perlu menjelaskan peta jalan budidaya lobster, serta pengendalian proses perizinan, penetapan perusahaan eksportir dan kuota ekspor benih lobster.
Pemerintah wajib memastikan kebijakan pembukaan keran ekspor benih lobster tidak melemahkan posisi pembudidaya lobster di dalam negeri.
”Transparansi menjadi kunci. Kalau (perusahaan) sekadar memenuhi syarat formal (ekspor benih lobster) mungkin siapa saja bisa, tetapi yang ingin dituju adalah kebangkitan budidaya lobster di Indonesia,” katanya.
Pengawasan diperlukan untuk memastikan setiap perusahaan eksportir benih telah melakukan usaha budidaya lobster, meliputi lokasi budidaya, asal benih, peruntukan benih, dan kinerja budidaya. Di samping itu, pengawasan terhadap volume dan frekuensi ekspor benih.