Harga komoditas mineral dan batubara melemah selama pandemi Covid-19. Wacana pelonggaran royalti ditolak karena bakal menurunkan penerimaan negara.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga batubara untuk periode Juni 2020 kembali melemah menyusul permintaan batubara dari India dan China, dua negara pengimpor utama batubara Indonesia, yang rendah. Bulan ini, harga batubara 52,98 dollar AS per ton atau merosot dibandingkan dengan harga pada Mei 2020 yang sebesar 61,11 dollar AS per ton.
Harga batubara yang rendah diperkirakan akan berpengaruh terhadap penurunan penerimaan negara.
Menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi, pandemi Covid-19 menyebabkan kondisi perekonomian melemah. Pelemahan itu seiring penurunan konsumsi energi karena kegiatan produksi terganggu akibat kebijakan karantina wilayah di sejumlah negara. Selain itu, India dan China memprioritaskan penggunaan batubara dalam negeri.
”Stok batubara di India dan China terbilang masih tinggi. Mereka memprioritaskan penggunaan batubara dari dalam negeri ketimbang impor,” kata Agung saat dihubungi, Sabtu (6/6/2020).
Pelemahan itu seiring dengan turunnya konsumsi energi karena kegiatan produksi terganggu akibat kebijakan karantina wilayah di sejumlah negara.
Sepanjang semester I-2020, harga batubara hanya naik dua kali, sedangkan selebihnya turun. Pada Januari 2020, harga batubara 65,93 dollar AS per ton dan naik menjadi 66,89 dollar AS per ton Februari. Harga kembali naik pada Maret menjadi 67,08 dollar AS per ton. Namun, harga batubara turun pada April menjadi 65,77 dollar AS per ton, kemudian menjadi 6,11 dollar AS per ton pada Mei 2020.
Hingga Jumat (5/6/2020), produksi batubara Indonesia sebanyak 230,82 juta ton atau 41,97 persen dari target produksi tahun ini yang sebanyak 550 juta ton. Dari target produksi tersebut, 155 juta ton dipasok untuk kebutuhan dalam negeri. Adapun realisasi produksi batubara 2019 sebanyak 610 juta ton.
Penerimaan negara
Direktur Penerimaan Mineral dan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Jonson Pakpahan membenarkan, kejatuhan harga komoditas menyebabkan penerimaan negara bakal turun. Tak hanya batubara, harga sebagian besar mineral juga merosot selama pandemi Covid-19. Namun, diperkirakan harga komoditas tersebut akan kembali naik pada 2021.
”Sebelum terjadi pandemi Covid-19, kami memprediksi harga batubara pada 2020 rata-rata 71 dollar AS per ton. Namun, kenyataannya, harga merosot menjadi 66 dollar AS-67 dollar AS per ton,” kata Jonson dalam webinar tentang penerimaan negara dari sektor tambang batubara yang digelar Publish What You Pay Indonesia, Jumat (5/6/2020).
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor mineral dan batubara mengalami fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2016, besaran PNBP sektor tersebut Rp 27,2 triliun dan merangkak naik menjadi Rp 49,8 triliun pada 2017. Pada 2018, besaran PNBP turun menjadi Rp 43,3 triliun dan kembali naik menjadi Rp 44,8 triliun pada 2019.
Pihaknya menegaskan, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk memberikan relaksasi tersebut. Apalagi, harga komoditas diprediksi akan naik kembali pada 2021.
”Per 5 Juni 2020, perolehan PNBP mineral dan batubara sebesar Rp 14,55 triliun atau 40 persen dari target tahun ini yang sebesar Rp 35,93 triliun,” ujar Jonson.
Jonson menyebutkan, ada wacana relaksasi pembayaran royalti batubara berupa penundaan dan pengurangan besaran royalti selama masa pandemi Covid-19. Namun, menurut dia, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk memberikan relaksasi tersebut. Apalagi, harga komoditas diprediksi akan naik kembali pada 2021.
Sementara itu, Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia Maryati Abdullah mengatakan, negara sedang membutuhkan dana segar untuk penanganan dampak Covid-19. Apalagi, royalti adalah komponen terbesar dalam PNBP sektor tambang mineral dan batubara. Oleh karena itu, tidak tepat dalam situasi sekarang ada permintaan relaksasi pembayaran royalti.
”Pengurangan royalti akan berdampak besar terhadap dana bagi hasil sumber daya alam mineral dan batubara bagi 12 provinsi beserta kabupaten dan kota penghasil sumber daya ini. Sebesar 80 persen dari royalti ditransfer ke daerah berupa dana bagi hasil yang difokuskan untuk penanganan pandemi Covid-19 di daerah,” kata Maryati.