Kawasan Industri Perlu Usaha Ekstra untuk Hadapi Normal Baru
Kawasan industri perlu melakukan usaha ekstra dalam menerapkan normal baru di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kawasan industri siap beraktivitas menghadapi tatanan normal baru dengan mengedepankan protokol kesehatan. Namun, industri padat karya membutuhkan upaya tertentu untuk menyesuaikan dengan kondisi yang disebut pemerintah sebagai normal baru itu.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, ada 108 kawasan industri di Indonesia. Kawasan industri itu tersebar di Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Riau, Lampung, dan Sumatera Barat.
Sebagaimana dikemukakan Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito di Jakarta, Minggu (31/5/202), pemerintah menggunakan berbagai indikator kesehatan masyarakat yang berbasis data sebagai landasan ilmiah untuk menentukan suatu daerah dapat kembali melaksanakan aktivitas ekonomi yang produktif dan aman Covid-19. Data yang dipakai berdasarkan kriteria epidemologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Berdasarkan pengelolaan data, Gugus Tugas mendapatkan hasil, sebanyak 102 wilayah dinyatakan aman dan dikelompokkan dalam zona hijau, kemudian diberi wewenang melaksanakan kegiatan masyarakat produktif dan aman Covid-19.
Adapun 102 wilayah tersebut, sesuai laman Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, ada di Provinsi Aceh (14 kabupaten/kota), Sumatera Utara (15 kabupaten/kota), Kepulauan Riau (3 kabupaten), Riau (2 kabupaten), Jambi (1 kabupaten), Bengkulu (1 kabupaten), Sumatera Selatan (4 kabupaten/kota), Bangka Belitung (1 kabupaten), dan Lampung (2 kabupaten).
Selanjutnya di Jawa Tengah (1 kota), Kalimantan Timur (1 kabupaten), Kalimantan Tengah (1 kabupaten), Sulawesi Utara (2 kabupaten), Gorontalo (1 kabupaten), Sulawesi Tengah (3 kabupaten), Sulawesi Barat (1 kabupaten), Sulawesi Selatan (1 kabupaten), dan Sulawesi Tenggara (5 kabupaten/kota). Kemudian Nusa Tenggara Timur (14 kabupaten/kota), Maluku Utara (2 kabupaten), Maluku (5 kabupaten/kota), Papua (17 kabupaten/kota), dan Papua Barat (5 kabupaten/kota).
Menurut Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia Sanny Iskandar, sejumlah kawasan industri selama pandemi Covid-19 telah beroperasi dengan memegang izin operasional, mobilitas, dan kegiatan dari Kementerian Perindustrian. ”Untuk menghadapi tatanan normal baru ini, industri padat karya membutuhkan usaha lebih besar karena mesti menjaga jarak fisik. Misalnya, perluasan pabrik,” katanya saat dihubungi, Kamis (28/5/2020).
Jika upaya itu tak memungkinkan, Sanny menyebutkan, sistem pergiliran sif, hingga tiga kali, dapat menjadi solusi agar aktivitas manufaktur dapat berjalan. Operasional industri penting untuk menyerap tenaga kerja yang dirumahkan secara sementara.
Akibat pandemi Covid-19, Sanny memperkirakan, penurunan produktivitas industri rata-rata mencapai 50 persen secara agregat. Menurut dia, dengan konsep normal baru dari pemerintah, produktivitas dapat meningkat kembali berkisar 5-10 persen. Namun, hal ini tergantung dari permintaan terhadap produk hasil industri.
Peluang ekspor
Sinyal pelonggaran PSBB dari pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 bertepatan dengan pelonggaran karantina wilayah (lockdown) di sejumlah negara.
Menurut Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh, pelonggaran tersebut menjadi momentum untuk menggenjot pengiriman barang ke sejumlah negara tujuan ekspor, khususnya produk alat pelindung diri (APD).
Elis menuturkan, kebutuhan akan APD untuk tenaga kesehatan sekitar 5,5 juta unit per bulan dan Kementerian Perindustrian telah menyiapkan stok penyangga atau cadangan sebanyak 5-8 juta unit per bulan hingga akhir tahun. ”Saat ini, terjadi surplus produksi APD secara nasional sebesar 40 juta unit per bulan,” ujarnya melalui siaran pers, Kamis.
Oleh karena itu, Elis menilai, surplus tersebut dapat diekspor pelaku industri skala besar, menengah, dan kecil. Dia menyebutkan, sejumlah negara, seperti Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat, telah bersedia menyerap APD dari Indonesia.