JAKARTA, KOMPAS — Sejak awal tahun ini, Bank Indonesia membeli surat berharga negara atau SBN yang diterbitkan pemerintah senilai Rp 200,25 triliun. Secara keseluruhan, BI sudah mengantongi SBN senilai Rp 443,48 triliun, yang diperoleh di pasar perdana dan pasar sekunder.
Langkah BI ini untuk mengakomodasi kebutuhan fiskal yang besar. Padahal, transmisi lembaga keuangan di Indonesia sedang tidak lancar akibat pandemi Covid-19.
”BI menyediakan likuiditas di pasar uang karena bank sentral tidak bisa langsung menjangkau sektor riil. Fungsi di sektor riil adalah stimulus kebijakan fiskal,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Kamis (28/5/2020).
Perry merinci, jumlah SBN milik perbankan yang dapat direpokan ke BI sebenarnya sangat besar. Per 14 Mei 2020, jumlah SBN perbankan sebesar Rp 886 triliun atau 16,4 persen dari total dana pihak ketiga perbankan.
BI menyediakan likuiditas di pasar uang karena bank sentral tidak bisa langsung menjangkau sektor riil.
Dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Dalam UU itu diatur, bank sentral bisa membeli Surat Utang Negara (SUN) atau surat berharga syariah negara (SBSN) di pasar perdana. Sebelum ada ketentuan itu, BI hanya diperbolehkan membeli SBSN jangka pendek di bawah satu tahun dari pasar perdana untuk instrumen moneter keuangan syariah.
Perry mengatakan, BI menjalankan mekanisme repo dalam menyalurkan likuiditas melalui bank peserta kepada bank pelaksana yang menjalani restrukturisasi kredit. Hal ini dilakukan sesuai dengan skema progam Pemulihan Ekonomi Nasional pemerintah. Repo adalah transaksi jual beli efek dengan kesepakatan dapat ditransaksikan kembali sesuai jangka waktu tertentu.
Di tengah aktivitas perekonomian yang cenderung menurun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengeluarkan kebijakan relaksasi. ”Jika tidak dikeluarkan stimulus lanjutan, dapat berefek pada sektor keuangan melalui transmisi pelemahan sektor riil,” kata Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo.
OJK menyesuaikan sejumlah ketentuan perbankan selama periode relaksasi, antara lain meniadakan kewajiban pemenuhan capital conservation buffer atau modal penyangga dalam komponen modal sebesar 2,5 persen dari aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).
”Relaksasi ini diterapkan bagi bank yang masuk klasifikasi bank umum kelompok usaha (BUKU) III dan IV, berlaku hingga 31 Maret 2021,” kata Anto.
Terkait program pemulihan ekonomi nasional, Menteri Keuangan dan Gubernur BI akan menerbitkan surat keputusan bersama baru untuk mendanai program itu. Anggaran untuk program itu Rp 641,17 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan, program ini akan didanai melalui pembiayaan defisit APBN 2020 dan pembiayaan investasi. Namun, porsinya belum ditetapkan.
BNI Syariah memperkuat layanan digital di era normal baru. Hal ini seiring dengan perbankan digital yang kian diandalkan di tengah pandemi Covid-19.
”(Pandemi) ini berdampak pada perubahan perilaku konsumen dalam bertransaksi, dari konvensional menjadi digital,” kata Direktur Utama BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo dalam paparan kinerja BNI Syariah triwulan I-2020 secara virtual, Kamis (28/5/2020).
Per Maret 2020, ada 9.793.000 transaksi mobile banking atau melonjak 142,3 persen secara tahunan dan 429.000 transaksi internet banking atau naik 89,3 persen secara tahunan.
Anak usaha PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk ini membukukan laba bersih Rp 214 miliar pada triwulan I-2020 atau tumbuh 58 persen secara tahunan.