Ruang Gerak Pusat Perdagangan Terbatas, Alternatif Usaha Dibutuhkan
Lebaran tahun ini tidak lagi meningkatkan denyut aktivitas jual beli di pusat perdagangan di Ibu Kota. Namun, tidak sedikit pelaku usaha yang nekat berdagang secara konvensional.
Oleh
erika kurnia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lebaran tahun ini tidak lagi meningkatkan denyut aktivitas jual beli di pusat perdagangan di Ibu Kota. Namun, tidak sedikit pelaku usaha yang nekat berdagang secara konvensional karena belum bisa mengusahakan alternatif usaha yang sesuai dengan situasi saat ini.
Melambatnya aktivitas di pusat perdagangan tidak terlepas dari kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hal ini khususnya perdagangan di sektor non-esensial, di luar kebutuhan makanan, energi, jasa pengiriman, dan komunikasi.
Kondisi ini terpantau oleh Kompas, Kamis (28/5/2020), di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang dikenal sebagai pusat tekstil dan garmen.
Sejak beberapa bulan terakhir, pertokoan hingga lapak berdagang di jembatan penghubung multiguna ditutup. Padahal, biasanya tempat tersebut selalu diserbu masyarakat dari sejumlah daerah ketika masa Ramadhan dan Lebaran.
Walaupun demikian, sejumlah pedagang kecil masih berusaha mencuri peluang untuk tetap berjualan. Seperti Andri, pedagang kaki lima (PKL) yang membuka lapak penjualan aksesori ponsel dan masker di trotoar dekat Blok A Tanah Abang.
”Saya berjualan supaya ada aktivitas, juga buat nambah pemasukan dengan berjualan masker yang banyak dicari,” katanya kepada Kompas. Sebagai pedagang lepas, Andri mengaku kesulitan mendapatkan lebih banyak pembeli.
PKL lain di Pasar Pagi Asemka di Jakarta Barat juga mencoba peruntungan dengan tetap berjualan meski pertokoan ditutup. Roni, penjual kertas dinding (wallpaper), misalnya, nekat memindahkan barang dagangannya dari toko ke pinggir jalan demi bisa menghasilkan uang.
Walaupun harus kucing-kucingan dengan petugas penertiban, cara itu ia lakukan agar tetap bisa menjangkau masyarakat yang tetap berdatangan ke kawasan pasar, khususnya selama akhir Ramadhan dan Lebaran.
Roni mengatakan, pengelola toko telah mengupayakan alternatif berjualan secara dalam jaringan (daring/online). Hal itu dikerjakan beberapa penjaga toko yang terjebak di kampung halaman. Namun, penjualan daring belum membantu banyak sehingga penjualan luar jaringan (luring) masih diharapkan.
”Kalau untuk barang kayak ini agaknya sulit kalau dijual online. Kebanyakan orang menurut saya lebih percaya kalau melihat dan memilih langsung,” katanya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit yang dihubungi Kamis (28/5/2020) mengatakan, alternatif usaha dibutuhkan bagi sebagian pelaku usaha sebagai bagian dari adaptasi dengan situasi pandemi.
Pandemi terbukti telah menurunkan kegiatan perdagangan di sektor-sektor terdampak. Menurunnya kegiatan perdagangan berimplikasi pada penurunan produksi, daya beli, dan penggunaan tenaga kerja. Situasi ini dapat berlangsung sampai pandemi dapat dikendalikan dan situasi ekonomi membaik.
”Pandemi Covid-19 akan memperbanyak alternatif pekerjaan baru karena banyak cara kerja kita yang berubah total,” katanya.
Salah satu alternatif usaha yang berpeluang besar di situasi saat ini adalah mengalihkan aktivitas penjualan secara daring.
Meski demikian, Anton berpendapat, banyak pelaku usaha yang perlu berproses untuk dapat memanfaatkan alternatif tersebut. Pelatihan kerja tambahan pun tak pelak dibutuhkan agar pengusaha dan tenaga kerja benar-benar siap.
Perencanaan
Selain itu, Anton berpendapat, pemerintah perlu membuat manpower planning (perencanaan tenaga kerja) untuk jangka panjang.
”Pemerintah perlu memetakan seperti apa permintaan barang dan jasa saat ini, lalu bagaimana kebutuhan tenaga kerjanya. Ini tentu membutuhkan gerak cepat dan terarah,” tuturnya.
Perencanaan tenaga kerja juga diperlukan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah penganggur karena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sampai awal Mei 2020, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada 1,7 juta pekerja yang dirumahkan dan dikenai PHK yang sudah terdata. Adapun 1,2 juta pekerja lainnya masih dalam proses validasi data.
Untuk jangka pendek, Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta mengatakan, pembukaan kembali mal dan toko ritel dibutuhkan segera.
Menurut Tutum, sejauh ini banyak peritel yang melakukan efisiensi untuk bertahan, seperti mempertimbangkan menutup cabang yang tidak sehat hingga mengurangi karyawan. Sementara itu, bantuan pemerintah bagi pelaku usaha dinilai tidak menyentuh keperluan terbesar, yakni biaya sewa toko dan gaji karyawan.
Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo menyosialisasikan kenormalan baru yang mengizinkan kegiatan usaha untuk kembali dilakukan dengan protokol kesehatan, seperti deteksi kesehatan, jaga jarak, dan penggunaan masker. Hal ini sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB.
Lalu, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 dan yang terbaru Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/328/2020. Terakhir, Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/Menkes/335/2020.
Kebijakan itu menurut rencana akan diterapkan di 25 kabupaten/kota di empat provinsi di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Gorontalo. Pengawasannya akan melibatkan TNI dan Polri, sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.