Larangan mudik membuat banyak masyarakat tidak bisa bersilaturahmi dan berbagi rezeki secara langsung kepada kerabat di kampung halaman. Meski demikian, ada cara lain bagi mereka untuk tetap berbagi di hari raya.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
Larangan mudik membuat sebagian besar masyarakat tidak bisa bersilaturahmi dan berbagi rezeki secara langsung kepada kerabat di kampung halaman. Meski demikian, ada cara lain bagi mereka untuk tetap berbagi di hari raya Idul Fitri.
Warga Jakarta, seperti Mutiara Rosalina (26), untuk pertama kalinya tidak bisa berlebaran dengan keluarga besar di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Biasanya, ia mudik lima hari sampai seminggu bersama suami dan keluarga inti.
Tidak mudik lantas membuatnya bisa berhemat banyak. Untuk transportasi dengan mobil saja, pada tahun lalu, berbiaya sekitar Rp 3,5 juta. Pengeluaran untuk berbagi angpau ke keluarga besar, khususnya anak-anak, bahkan bisa dua kali lipat dari biaya perjalanan.
”Pergi ke tempat wisata juga pasti jadi agenda mudik, terlebih lokasi rumah nenek dekat tempat wisata, seperti Watu Ulo dan Tanjung Papuma. Sekeluarga pasti ke sana setelah Lebaran untuk makan ikan bakar di tepi pantai,” ceritanya kepada Kompas, Senin (25/5/2020).
Tidak mudik ternyata tidak menghalanginya untuk menghabiskan waktu secara berkualitas dengan keluarga inti. Kondisi saat ini juga tidak membuatnya berhenti berbagi rezeki. ”Dana mudiknya akhirnya dibelikan sembako untuk dibagi-bagi selama Ramadhan,” lanjutnya.
Keluarga Dyah Pitaloka (34), yang dihubungi terpisah, juga tidak bisa mudik ke kampung halaman di Lebaran tahun ini. Ia pun memilih mengalihkan dana yang sebelumnya dialokasikan untuk mudik untuk berbagi ke sesama.
Warga Ibu Kota yang memiliki keluarga besar di Bandung, Jawa Barat, ini fokus membantu warga luar daerah yang kesulitan membiayai hidup di Jakarta. Bantuan berupa uang antara lain ia berikan kepada pedagang-pedagang kecil yang terimpit Covid-19.
”Banyak perantau yang butuh kembali ke tempat asal karena tidak sanggup membiayai hidup di sini. Supaya mereka tidak pulang kampung dan membawa masalah baru, saya dan keluarga di sini mencoba menahan mereka dengan sedikit rezeki yang kami punya,” katanya.
Uang beredar
Larangan mudik untuk mencegah penyebaran Covid-19 akan menurunkan uang beredar, yang dipicu aktivitas bepergian dan berbelanja, dari kota besar ke kota kecil dan desa selama Lebaran 2020.
Kepala Pusat Data dan Informasi, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Ivanovich Agusta, kepada Kompas, memprediksi, jumlah pemudik Lebaran tahun ini hanya 1,2 juta orang. Jumlah itu turun 94 persen dari jumlah pemudik tahun lalu yang mencapai 23 juta orang.
”Uang pemudik turun dari Rp 33,4 triliun menjadi Rp 9,4 triliun, terdiri dari transfer migran yang tidak jadi mudik Rp 8,8 triliun dan sisa dana pemudik yang pulang kampung sekitar satu atau dua bulan lalu Rp 549 miliar,” katanya.
Namun, bantuan pemerintah dikatakan masih akan menambah peredaran uang di desa. Jelang Lebaran, pemerintah sudah menyalurkan lebih kurang Rp 12,4 juta triliun bantuan langsung tunai (BLT).
Sebelumnya, pemerintah melalui Kemendes PDTT berencana menyalurkan Rp 22,4 triliun bantuan langsung tunai (BLT) kepada 12,4 juta keluarga miskin melalui anggaran dana desa.
”Uang beredar di desa selama Lebaran jelas akan menurun dari Rp 136,4 triliun di 2019 menjadi Rp 127,6 triliun. Nilai itu termasuk uang yang sudah ada di desa Rp 105,8 triliun dan uang dari pemudik dan bantuan pemerintah,” pungkasnya.